Pedagang Bubur Cantik, Pelanggan Makin Betah
A
A
A
BANDUNG - Suasana malam di Kota Bandung akhir-akhir ini selalu dingin dan diguyur hujan. Wajar jika makanan hangat jadi incaran untuk menghilangkan rasa lapar.
Begitu pula yang tampak di salah satu gerobak penjual bubur ayam di Jalan AH Nasution Nomor 28 Kota Bandung. Antrean pembeli bubur ayam disana membuat KORAN SINDO menghentikan sejenak perjalanan sekaligus penasaran akan rasa dari bubur yang tampak ramai tersebut.
Gerobak bubur yang sederhana di lengkapi dengan satu meja panjang dan sejumlah kursi plastik penuh sesak oleh pelanggan yang sedang menikmati dan menunggu pesanan. Ada pemandangan menarik dari tempat makan bubur ini. Seorang dara cantik cekatan menyiapkan bubur sekaligus menghitung kembalian kepada para pembeli.
Dara cantik tersebut bernama Eros Rosita Meina, 16, siswi sekolah menengah atas yang berjualan sepulang dari sekolah. Seperti dua kakaknya yang juga berjualan bubur tidak jauh dari tempat Eros berdagang. “Adonan bubur ini mamah yang bikin. Setiap hari kami mulai berjualan dari jam 19.00 WIB sampai habis,” kata Eros.
Rasa dari bubur yang berlokasi tidak jauh dari Pasar Ujungberung ini memiliki rasa unik. Bubur ayam yang tersaji percampuran dari khas Tasikmalaya dengan Bandung. Tampilan fisik bubur tidak kental dengan rasa gurih tanpa santan, dilengkapi irisan ayam, cakue, dan daun bawang seperti bubur tasik, namun ditambah kacang, kerupuk, dan ati ampela yang menjadi ciri khas bubur Bandung.
Dengan harga yang relatif terjangkau, dari harga Rp5.000 sampai dengan Rp15.000 para pelanggan sudah dapat menikmati sajian bubur tersebut. Sejak tahun 2000, gerobak bubur tersebut telah berdagang di lokasi itu. Diawali oleh orang tua Eros. Semakin lama, gerobak bubur ini banyak memiliki pelanggan.
Sehingga, kini membuka cabang di lokasi yang tak terlalu jauh. Hal ini yang menjadikan Eros sudah terbiasa dalam menyiapkan bubur, juga dinginnya malam di Kota Kembang. Kadang Eros harus belajar sepulang berdagang. Hal itu tidak mengganggu sama sekali. “Enakandagang kang. Daripada bengong apalagi jalan-jalan yang tidak jelas, mendingcari uang,” ungkap dia.
Eros memiliki mimpi usaha keluarganya itu bisa besar, terkenal, dan menjadi kekayaan kuliner Kota Bandung. “Rasa bubur yang mamah siapkan tidak berubah dari dulu, walau banyak kenaikan harga bahan, tapi tetep dijaga agar konsumen tidak kabur,” ujar Eros.
Ramuan tersebut tampaknya tepat, terlihat dari banyaknya pelanggan yang rela berdesak-desakan menunggu pesanan mereka datang, sesekali hadir candaan, seperti pujian kepada Eros yang berparas cantik, juga sigap dalam membuat pesanan.
Ridwan Alamsyah
Begitu pula yang tampak di salah satu gerobak penjual bubur ayam di Jalan AH Nasution Nomor 28 Kota Bandung. Antrean pembeli bubur ayam disana membuat KORAN SINDO menghentikan sejenak perjalanan sekaligus penasaran akan rasa dari bubur yang tampak ramai tersebut.
Gerobak bubur yang sederhana di lengkapi dengan satu meja panjang dan sejumlah kursi plastik penuh sesak oleh pelanggan yang sedang menikmati dan menunggu pesanan. Ada pemandangan menarik dari tempat makan bubur ini. Seorang dara cantik cekatan menyiapkan bubur sekaligus menghitung kembalian kepada para pembeli.
Dara cantik tersebut bernama Eros Rosita Meina, 16, siswi sekolah menengah atas yang berjualan sepulang dari sekolah. Seperti dua kakaknya yang juga berjualan bubur tidak jauh dari tempat Eros berdagang. “Adonan bubur ini mamah yang bikin. Setiap hari kami mulai berjualan dari jam 19.00 WIB sampai habis,” kata Eros.
Rasa dari bubur yang berlokasi tidak jauh dari Pasar Ujungberung ini memiliki rasa unik. Bubur ayam yang tersaji percampuran dari khas Tasikmalaya dengan Bandung. Tampilan fisik bubur tidak kental dengan rasa gurih tanpa santan, dilengkapi irisan ayam, cakue, dan daun bawang seperti bubur tasik, namun ditambah kacang, kerupuk, dan ati ampela yang menjadi ciri khas bubur Bandung.
Dengan harga yang relatif terjangkau, dari harga Rp5.000 sampai dengan Rp15.000 para pelanggan sudah dapat menikmati sajian bubur tersebut. Sejak tahun 2000, gerobak bubur tersebut telah berdagang di lokasi itu. Diawali oleh orang tua Eros. Semakin lama, gerobak bubur ini banyak memiliki pelanggan.
Sehingga, kini membuka cabang di lokasi yang tak terlalu jauh. Hal ini yang menjadikan Eros sudah terbiasa dalam menyiapkan bubur, juga dinginnya malam di Kota Kembang. Kadang Eros harus belajar sepulang berdagang. Hal itu tidak mengganggu sama sekali. “Enakandagang kang. Daripada bengong apalagi jalan-jalan yang tidak jelas, mendingcari uang,” ungkap dia.
Eros memiliki mimpi usaha keluarganya itu bisa besar, terkenal, dan menjadi kekayaan kuliner Kota Bandung. “Rasa bubur yang mamah siapkan tidak berubah dari dulu, walau banyak kenaikan harga bahan, tapi tetep dijaga agar konsumen tidak kabur,” ujar Eros.
Ramuan tersebut tampaknya tepat, terlihat dari banyaknya pelanggan yang rela berdesak-desakan menunggu pesanan mereka datang, sesekali hadir candaan, seperti pujian kepada Eros yang berparas cantik, juga sigap dalam membuat pesanan.
Ridwan Alamsyah
(ftr)