Pedagang Pasar Induk Protes Uang Sewa Lapak
A
A
A
PALEMBANG - Puluhan pedagang sayur dan buah di pasar Induk Jakabaring menggelar aksi unjuk rasa di halaman kantor Wali Kota Palembang, kemarin siang.
Mereka menyampaikan keberatan atas sejumlah kebijakan pengelola pasar, yakni PT Swarnadwipa Selaras Adiguna (SSA). Sejak dua bulan terakhir, seluruh pedagang di pasar Induk Jakabaring diharuskan membayar uang sewa lapak sebesar Rp10 juta. Biaya sewa yang dianggap cukup besar tersebut hanya berlaku untuk tiga bulan, yang akan diperpanjang jika memasuki bulan keempat.
Pedagang Pasar Induk Jakabaring, Yani mengatakan, pedagang diwajibkan memenuhi target penyediaan tonase sayur dan buah sebanyak dua ton per hari. Hingga saat ini, baru sekitar tujuh lapak saja yang memilih membayar uang sewa tersebut. Sedangkan, puluhan pedagang lainnya terancam meninggalkan lapak yang sudah mereka tempati sejak 10 tahun terakhir.
“Kami kian terbebani. Belum lagi ditambah biaya Rp120 per kilogram untuk komoditas yang kami jual. Jadi hitung saja jika kami menyediakan barang dagangan di atas 2 ton itu untuk per hari,” ungkapnya. Saat ini, menurut Yani, sudah sekitar empat lapak yang ditutup dan pedagangnya di larang berdagang disana. Lapak tersebut dipasang garis merah oleh pihak pengelola, sehingga pedagang yang biasanya berdagang di lapak tersebut harus “angkat kaki” dan memilih lokasi berdagang lainnya.
“Mengenai kemungkinan kerja sama pengelola dengan Pemprov dan bukan dengan Pemkot, kami kurang tahu. Kami hanya mengadukan nasib kami kesini, karena setahu saya, kami direlokasi dari Pasar 16 Ilir atas arahan PD Pasar,” katanya. Usai menyampaikan orasi singkat sekitar 15 menit, lima orang perwakilan pendemo diterima pihak Pemkot Palembang yang diwakili Asisten I Walikota Palembang Shinta Raharja.
Dalam kesempatan itu, Shin ta mengatakan aduan dari pedagang ini akan mereka tindak lanjuti dan Pemkot jelas tidak akan lepas tangan. Pengelola yang meru pakan p ihak swasta memang terus menerus berkoordinasi dengan pihak PD Pasar Palembang Jaya dan Disperindagkop Palembang. Hanya saja, mengenai pengelolaan dengan sistem BOT (Build, Operate, and Transfer) saat ini masih akan dicek apakah hal tersebut dilakukan PT SSA dengan Pemkot Palembang atau dengan Pemprov Sumsel.
“Kami akan meneliti dulu mengenai BOT yang dilakukan. Untuk itu kami akan koordinasikan dengan Pemprov mengenai hal ini,” katanya. Meski demikian, pengaduan dan keinginan para pedagang agar Pemkot Palembang segera melakukan pemanggilan PT SSA untuk menjelaskan duduk perkaranya, akan segera mereka tindak lanjuti.
“Sembari melakukan pengecekan mengenai BOT tersebut, kami akan mencoba menindaklanjuti laporan ini. Yang jelas tidak akan kami mentahkan begitu saja (aduan ini),” janjinya.
Sierra Syailendra
Mereka menyampaikan keberatan atas sejumlah kebijakan pengelola pasar, yakni PT Swarnadwipa Selaras Adiguna (SSA). Sejak dua bulan terakhir, seluruh pedagang di pasar Induk Jakabaring diharuskan membayar uang sewa lapak sebesar Rp10 juta. Biaya sewa yang dianggap cukup besar tersebut hanya berlaku untuk tiga bulan, yang akan diperpanjang jika memasuki bulan keempat.
Pedagang Pasar Induk Jakabaring, Yani mengatakan, pedagang diwajibkan memenuhi target penyediaan tonase sayur dan buah sebanyak dua ton per hari. Hingga saat ini, baru sekitar tujuh lapak saja yang memilih membayar uang sewa tersebut. Sedangkan, puluhan pedagang lainnya terancam meninggalkan lapak yang sudah mereka tempati sejak 10 tahun terakhir.
“Kami kian terbebani. Belum lagi ditambah biaya Rp120 per kilogram untuk komoditas yang kami jual. Jadi hitung saja jika kami menyediakan barang dagangan di atas 2 ton itu untuk per hari,” ungkapnya. Saat ini, menurut Yani, sudah sekitar empat lapak yang ditutup dan pedagangnya di larang berdagang disana. Lapak tersebut dipasang garis merah oleh pihak pengelola, sehingga pedagang yang biasanya berdagang di lapak tersebut harus “angkat kaki” dan memilih lokasi berdagang lainnya.
“Mengenai kemungkinan kerja sama pengelola dengan Pemprov dan bukan dengan Pemkot, kami kurang tahu. Kami hanya mengadukan nasib kami kesini, karena setahu saya, kami direlokasi dari Pasar 16 Ilir atas arahan PD Pasar,” katanya. Usai menyampaikan orasi singkat sekitar 15 menit, lima orang perwakilan pendemo diterima pihak Pemkot Palembang yang diwakili Asisten I Walikota Palembang Shinta Raharja.
Dalam kesempatan itu, Shin ta mengatakan aduan dari pedagang ini akan mereka tindak lanjuti dan Pemkot jelas tidak akan lepas tangan. Pengelola yang meru pakan p ihak swasta memang terus menerus berkoordinasi dengan pihak PD Pasar Palembang Jaya dan Disperindagkop Palembang. Hanya saja, mengenai pengelolaan dengan sistem BOT (Build, Operate, and Transfer) saat ini masih akan dicek apakah hal tersebut dilakukan PT SSA dengan Pemkot Palembang atau dengan Pemprov Sumsel.
“Kami akan meneliti dulu mengenai BOT yang dilakukan. Untuk itu kami akan koordinasikan dengan Pemprov mengenai hal ini,” katanya. Meski demikian, pengaduan dan keinginan para pedagang agar Pemkot Palembang segera melakukan pemanggilan PT SSA untuk menjelaskan duduk perkaranya, akan segera mereka tindak lanjuti.
“Sembari melakukan pengecekan mengenai BOT tersebut, kami akan mencoba menindaklanjuti laporan ini. Yang jelas tidak akan kami mentahkan begitu saja (aduan ini),” janjinya.
Sierra Syailendra
(ftr)