Lahirkan Pesepakbola Andalan Timnas
A
A
A
DULU dari ajang Marah Halim Cup lahir pesepakbola profesional. Bahkan, Sumut dulu disebut kiblat sepak bola nasional dan ASEAN.
Nama-nama, seperti Nobon, Taufik Lubis, Parlin Siagian, Badiaraja Manurung, Zulham Effendi, Zulkarnaen Lubis, Ponirin Meka, Jamaludin Hutauruk, dan lainnya, tak bisa memungkiri jika mereka dikenal karena Marah Halim Cup. Berbeda generasi muncul pula Ronny Pasla, Ricky Yacob, Jaya Hartono, Liestiadi, Markus Haris Maulana, dan sekarang Paulo Oktavianus Sitanggang.
Belum ada yang muncul mengikuti jejak mereka telah merasakan menjadi pasukan merah putih. Sejak Marah Halim Cup tak bergulir lagi, perlahan tapi pasti, prestasi sepak bola Sumut menurun. Bahkan, tak mampu berbicara di level tertinggi sepak bola nasional. Tim-tim sepak bola Sumut hanya ambil bagian di Divisi Utama.
Tahun ini, empat wakil Sumut ambil bagian di kasta kedua tertinggi sepak bola nasional itu, yakni PSMS Medan, Pro Duta FC, PS Kwarta, dan Bintang Jaya. Keempatnya tergabung di Grup I bersama Persiraja Banda Aceh, PSBL Langsa, PSAP Sigli, dan PSPS Riau.
Mendominasi di grup tersebut bukan jaminan tim Sumut dengan mudah lolos dari fase grup. Hanya Pro Duta yang melaju ke babak 16 besar bersama PSPS Riau. Sementara tim Sumut lainnya terhenti di babak penyisihan grup. Terlebih lagi, PS Kwarta terjerembab ke Liga Nusantara musim depan. Langkah Pro Duta pun tak berjalan mulus.
Tim berjuluk Kuda Pegasus itu hanya menapaki kaki hingga babak 16 besar. Praktis, tak satu pun tim Sumut lolos kasta tertinggi kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2015. Prestasi apik memang sempat diraih tim Sumut pada era perserikatan. Pada masa itu, PSMS menjelma menjadi tim berjuluk The Killer . Pada masa itu, Ayam Kinantan sukses merengkuh juara pada musim 1967, 1971, 1975, 1953, dan 1985.
PSMS juga berhak memiliki Piala Emas Bang Yos setelah sukses memenangkan turnamen tiga kali berturut-turut, yakni tahun 2005 dua kali dan 2006. Sementara pada ajang prestisius Marah Halim Cup, PSMS sukses menjuarai dua kali berturut-turut, yakni pada 1972 dan 1973.
Mantan pemain PSMS dan timnas, Parlin Siagian mengatakan, sejak Marah Halim Cup tidak bergulir, tim-tim sepak bola Sumut, khususnya PSMS, tidak lagi ditakuti lawan. Perlahan julukan PSMS sebagai tim The Killer sirna seiring dengan tidak ada prestasi yang diraih. Terutama setelah era perserikatan diubah menjadi Liga Indonesia. “Masa sekarang ini sepak bola Sumut mencapai titik nadir,” ungkapnya.
Menurut Parlin, digelarnya kembali Marah Halim Cup setelah bangun dari tidur panjang selama 20 tahun menjadi sebuah momentum bangkitnya sepak bola Sumut. Parlin yang menjadi bagian dari sejarah sepak bola Sumut merasakan betul manfaat dari Marah Halim Cup. Dari ajang ini, Parlin menjelma menjadi pemain disegani lawan.
Dari ajang ini pula Parlin kemudian dilirik masuk skuad Garuda dan menjadikan PSMS serta Indonesia disegani lawan. “Saya termasuk pemain yang diorbitkan dari Marah Halim Cup. Dari Marah Halim Cup I sampai ke-VIII, tahun 1982, saya bermain tiap Marah Halim Cup digelar. Jadi, dengan kembalinya digelar Marah Halim Cup Januari 2015 nanti, tentu saya apresiasi. Ini harus benarbenar dimanfaatkan dengan baik semua pihak terkait. Jadikan ini sebuah momentum, pikirkan masa depan sepak bola Sumut,” katanya.
Ia pun mengkritiki kemunduran PSMS Medan. Prestasi klub yang lahir 1950 itu, sebagai bukti bagian dari perkembangan sepak bola di Sumut. Prestasi PSMS pun tak lagi terukir saat kompetisi masih tergabung dalam perserikatan. Tim bermarkas di Kebun Bunga itu kini hanya menjadi konstestan Divisi Utama. Capaian kompetisi 2014, tim berjuluk Ayam Kinantan itu tak mampu lolos dari babak penyisihan grup.
“Kondisi PSMS sekarang terpuruk, kita harus cari benang merah mengetahui di mana kesalahannya. Kita punya kompetisi kelas internasional yang bisa menjadi kompetisi dan seleksi pemain. Turnamen ini dulu, banyak lahir pesepakbola handal yang menjadi masa depan. Ini saatnya masa- masa itu dibangkitkan kembali,” katanya.
PSMS yang menjadi wakil tuan rumah di ajang Marah Halim Cup 2015 diharapkan mampu menunjukkan tajinya. Marah Halim Cup harus menjadi momentum menunjukkan bahwa PSMS itu masih ada. PSMS saat ini tengah mempersiapkan skuadnya menatap Marah Halim Cup dengan memantapkan 25 pemain yang akan tampil di ajang itu.
Diperkuat sejumlah mantan punggawa, pelatih kepala PSMS, Legirin, yakin jika Ayam Kinantan mampu memberikan perlawanan sengit bagi tiga tim lainnya. Dengan sejumlah pemain yang merupakan anak hilang, antara lain Saktiawan Sinaga, Wijay, Fajar Andika, Irwanto, Mahyadi Panggabean, dan Legimin Raharjo, Legirin yakni timnya mampu menunjukkan keperkasaannya di ajang Marah Halim Cup 2015.
Reuninya mantan punggawa PSMS tersebut rupanya belum membuat pelatih lisensi B AFC itu puas. Legirin pun membidik tiga pemain asing memperkuat tim yang berdiri 1950 itu, yakni Oyedepo George, Mbida Mesi Parfaid, dan Emilie Mbamba.
Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Sumut, Kamaluddin Harahap meyakini, ajang Marah Halim Cup memiliki determinasi tersendiri dibandingkan dengan ajang lainnya. Lahirnya kembali Marah Halim Cup menjadi harapan besar masyarakat akan kebangkitan sepak bola Sumut.
“Meski sudah lama tidak digelar, saya yakin kompetisi ini punya brand tersendiri dibandingkan dengan kompetisi lainnya. Marah Halim Cup juga sebagai pembinaan sepak bola internasional. Siapa yang tidak bangga pembinaan sepak bola skala internasional satusatunya ada di Sumut,” katanya.
Pemilik Nama Kecewa
Kevakuman Marah Halim Cup selama hampir 20 tahun memang membuat sang pemilik nama Marah Halim Harahap “murka”. Kemurkaannya itu membuat Marah Halim lupa bahwa ajang itu merupakan bagian dari sejarah perjalanan sepak bola nasional.
Saat panitia Marah Halim Cup 2015 ingin mendatangi Mara Halim, pria berusia senja itu, ternyata sudah lupa dengan turnamen yang memakai namanya. Tapi kelupaannya itu bukan karena pikun, namun lantaran dia sangat menyesalkan kenapa Marah Halim Cup bisa vakum hingga 20 tahun.
“Saya sampaikan maksud kedatangan panitia kepada Beliau (Marah Halim) bahwa mereka bermaksud meminta restu menggelar kembali Marah Halim Cup. Tapi Beliau marah dan seakan lupa. Maksudnya menyindir. Keluarga juga berpikir kenapa sangat lama digelar, hampir 20 tahun tidak dilaksanakan lagi,” ungkap cucu Marah Halim, Mukhsin Pohan. Meski marah dan menyindir, Gubernur Sumut periode 1967-1978 itu tetap merestui digelarnya kembali turnamen Marah Halim Cup.
Karena tak bisa dipungkiri turnamen ini memiliki andil besar dalam perkembangan sepak bola Sumut. Marah Halim Cup ini pula yang mengangkat harkat dan martabat sepak bola Sumut disegani di dalam dan luar negeri. Marah Halim pun meminta turnamen ini tidak hanya dilaksanakan sekali, tapi digelar rutin setiap tahun. Menurut Marah Halim, jika memang serius menggelar Marah Halim Cup, organisasi harus dibenahi.
Maklum, Marah Halim dulu sangat kerja keras membangkitkan dan mendorong prestasi sepak bola Sumut. Ketika menggelar turnamen tersebut, Marah Halim menyediakan piala setinggi 1,5 meter yang dibalut dengan 6 kg emas. Piala tersebut dipesan dari London, Inggris, pada 1972 seharga Rp6 juta.
Haris dasril
Nama-nama, seperti Nobon, Taufik Lubis, Parlin Siagian, Badiaraja Manurung, Zulham Effendi, Zulkarnaen Lubis, Ponirin Meka, Jamaludin Hutauruk, dan lainnya, tak bisa memungkiri jika mereka dikenal karena Marah Halim Cup. Berbeda generasi muncul pula Ronny Pasla, Ricky Yacob, Jaya Hartono, Liestiadi, Markus Haris Maulana, dan sekarang Paulo Oktavianus Sitanggang.
Belum ada yang muncul mengikuti jejak mereka telah merasakan menjadi pasukan merah putih. Sejak Marah Halim Cup tak bergulir lagi, perlahan tapi pasti, prestasi sepak bola Sumut menurun. Bahkan, tak mampu berbicara di level tertinggi sepak bola nasional. Tim-tim sepak bola Sumut hanya ambil bagian di Divisi Utama.
Tahun ini, empat wakil Sumut ambil bagian di kasta kedua tertinggi sepak bola nasional itu, yakni PSMS Medan, Pro Duta FC, PS Kwarta, dan Bintang Jaya. Keempatnya tergabung di Grup I bersama Persiraja Banda Aceh, PSBL Langsa, PSAP Sigli, dan PSPS Riau.
Mendominasi di grup tersebut bukan jaminan tim Sumut dengan mudah lolos dari fase grup. Hanya Pro Duta yang melaju ke babak 16 besar bersama PSPS Riau. Sementara tim Sumut lainnya terhenti di babak penyisihan grup. Terlebih lagi, PS Kwarta terjerembab ke Liga Nusantara musim depan. Langkah Pro Duta pun tak berjalan mulus.
Tim berjuluk Kuda Pegasus itu hanya menapaki kaki hingga babak 16 besar. Praktis, tak satu pun tim Sumut lolos kasta tertinggi kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2015. Prestasi apik memang sempat diraih tim Sumut pada era perserikatan. Pada masa itu, PSMS menjelma menjadi tim berjuluk The Killer . Pada masa itu, Ayam Kinantan sukses merengkuh juara pada musim 1967, 1971, 1975, 1953, dan 1985.
PSMS juga berhak memiliki Piala Emas Bang Yos setelah sukses memenangkan turnamen tiga kali berturut-turut, yakni tahun 2005 dua kali dan 2006. Sementara pada ajang prestisius Marah Halim Cup, PSMS sukses menjuarai dua kali berturut-turut, yakni pada 1972 dan 1973.
Mantan pemain PSMS dan timnas, Parlin Siagian mengatakan, sejak Marah Halim Cup tidak bergulir, tim-tim sepak bola Sumut, khususnya PSMS, tidak lagi ditakuti lawan. Perlahan julukan PSMS sebagai tim The Killer sirna seiring dengan tidak ada prestasi yang diraih. Terutama setelah era perserikatan diubah menjadi Liga Indonesia. “Masa sekarang ini sepak bola Sumut mencapai titik nadir,” ungkapnya.
Menurut Parlin, digelarnya kembali Marah Halim Cup setelah bangun dari tidur panjang selama 20 tahun menjadi sebuah momentum bangkitnya sepak bola Sumut. Parlin yang menjadi bagian dari sejarah sepak bola Sumut merasakan betul manfaat dari Marah Halim Cup. Dari ajang ini, Parlin menjelma menjadi pemain disegani lawan.
Dari ajang ini pula Parlin kemudian dilirik masuk skuad Garuda dan menjadikan PSMS serta Indonesia disegani lawan. “Saya termasuk pemain yang diorbitkan dari Marah Halim Cup. Dari Marah Halim Cup I sampai ke-VIII, tahun 1982, saya bermain tiap Marah Halim Cup digelar. Jadi, dengan kembalinya digelar Marah Halim Cup Januari 2015 nanti, tentu saya apresiasi. Ini harus benarbenar dimanfaatkan dengan baik semua pihak terkait. Jadikan ini sebuah momentum, pikirkan masa depan sepak bola Sumut,” katanya.
Ia pun mengkritiki kemunduran PSMS Medan. Prestasi klub yang lahir 1950 itu, sebagai bukti bagian dari perkembangan sepak bola di Sumut. Prestasi PSMS pun tak lagi terukir saat kompetisi masih tergabung dalam perserikatan. Tim bermarkas di Kebun Bunga itu kini hanya menjadi konstestan Divisi Utama. Capaian kompetisi 2014, tim berjuluk Ayam Kinantan itu tak mampu lolos dari babak penyisihan grup.
“Kondisi PSMS sekarang terpuruk, kita harus cari benang merah mengetahui di mana kesalahannya. Kita punya kompetisi kelas internasional yang bisa menjadi kompetisi dan seleksi pemain. Turnamen ini dulu, banyak lahir pesepakbola handal yang menjadi masa depan. Ini saatnya masa- masa itu dibangkitkan kembali,” katanya.
PSMS yang menjadi wakil tuan rumah di ajang Marah Halim Cup 2015 diharapkan mampu menunjukkan tajinya. Marah Halim Cup harus menjadi momentum menunjukkan bahwa PSMS itu masih ada. PSMS saat ini tengah mempersiapkan skuadnya menatap Marah Halim Cup dengan memantapkan 25 pemain yang akan tampil di ajang itu.
Diperkuat sejumlah mantan punggawa, pelatih kepala PSMS, Legirin, yakin jika Ayam Kinantan mampu memberikan perlawanan sengit bagi tiga tim lainnya. Dengan sejumlah pemain yang merupakan anak hilang, antara lain Saktiawan Sinaga, Wijay, Fajar Andika, Irwanto, Mahyadi Panggabean, dan Legimin Raharjo, Legirin yakni timnya mampu menunjukkan keperkasaannya di ajang Marah Halim Cup 2015.
Reuninya mantan punggawa PSMS tersebut rupanya belum membuat pelatih lisensi B AFC itu puas. Legirin pun membidik tiga pemain asing memperkuat tim yang berdiri 1950 itu, yakni Oyedepo George, Mbida Mesi Parfaid, dan Emilie Mbamba.
Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Sumut, Kamaluddin Harahap meyakini, ajang Marah Halim Cup memiliki determinasi tersendiri dibandingkan dengan ajang lainnya. Lahirnya kembali Marah Halim Cup menjadi harapan besar masyarakat akan kebangkitan sepak bola Sumut.
“Meski sudah lama tidak digelar, saya yakin kompetisi ini punya brand tersendiri dibandingkan dengan kompetisi lainnya. Marah Halim Cup juga sebagai pembinaan sepak bola internasional. Siapa yang tidak bangga pembinaan sepak bola skala internasional satusatunya ada di Sumut,” katanya.
Pemilik Nama Kecewa
Kevakuman Marah Halim Cup selama hampir 20 tahun memang membuat sang pemilik nama Marah Halim Harahap “murka”. Kemurkaannya itu membuat Marah Halim lupa bahwa ajang itu merupakan bagian dari sejarah perjalanan sepak bola nasional.
Saat panitia Marah Halim Cup 2015 ingin mendatangi Mara Halim, pria berusia senja itu, ternyata sudah lupa dengan turnamen yang memakai namanya. Tapi kelupaannya itu bukan karena pikun, namun lantaran dia sangat menyesalkan kenapa Marah Halim Cup bisa vakum hingga 20 tahun.
“Saya sampaikan maksud kedatangan panitia kepada Beliau (Marah Halim) bahwa mereka bermaksud meminta restu menggelar kembali Marah Halim Cup. Tapi Beliau marah dan seakan lupa. Maksudnya menyindir. Keluarga juga berpikir kenapa sangat lama digelar, hampir 20 tahun tidak dilaksanakan lagi,” ungkap cucu Marah Halim, Mukhsin Pohan. Meski marah dan menyindir, Gubernur Sumut periode 1967-1978 itu tetap merestui digelarnya kembali turnamen Marah Halim Cup.
Karena tak bisa dipungkiri turnamen ini memiliki andil besar dalam perkembangan sepak bola Sumut. Marah Halim Cup ini pula yang mengangkat harkat dan martabat sepak bola Sumut disegani di dalam dan luar negeri. Marah Halim pun meminta turnamen ini tidak hanya dilaksanakan sekali, tapi digelar rutin setiap tahun. Menurut Marah Halim, jika memang serius menggelar Marah Halim Cup, organisasi harus dibenahi.
Maklum, Marah Halim dulu sangat kerja keras membangkitkan dan mendorong prestasi sepak bola Sumut. Ketika menggelar turnamen tersebut, Marah Halim menyediakan piala setinggi 1,5 meter yang dibalut dengan 6 kg emas. Piala tersebut dipesan dari London, Inggris, pada 1972 seharga Rp6 juta.
Haris dasril
(ars)