Pemkab Tolak Keinginan Pedagang
A
A
A
SUKOHARJO - Protes pedagang terkait ukuran los 2 x 2 meter yang dinilai terlalu kecil ditanggapi dingin Pemkab Sukoharjo. Dengan tegas, Pemkab menolak keinginan pedagang yang ingin pindah ke lantai dua agar mendapatkan kios yang memiliki ukuran lebih besar 3 x 4 meter.
Pemkab beralasan sistem zona harga mati sehingga pedagang tidak bisa pindah dari zona yang telah ditentukan. “Sejak awal sudah jadi kesepakatan bersama, di mana sistem zona harga mati. Kalau pedagang pindah ke lantai dua, sama saja sistem zona tidak dipakai lagi,” kata Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya kemarin.
Ukuran los 2 x 2 meter merupakan ukuran standar sebuah los. Untuk itu, pedagang diminta tetap menempati los sesuai hasil pengundian. Pedagang juga diminta menaati sistem zona yang sudah jadi aturan dan sudah disepakati bersama. “Lha wong belum ditempati kok sudah protes. Dicoba dulu ditempati. Pedagang juga harus bisa menyesuaikan dengan ukuran los yang ada. Penataan dagangan juga harus diubah. Jangan kembali seperti saat pasar belum dibangun,” tandasnya.
Wardoyo menambahkan, dengan ukuran los yang ada, pedagang menata dagangannya lebih rapi. Dengan kata lain, pedagang harus bisa menata dagangan sedemikian rupa dengan lokasi yang ada. Kalau sistem penataan dagangan kembali seperti saat pasar sebelum dibangun, tentu saja los yang ada tidak akan muat.
Soal penataan dagangan tersebut, Wardoyo meminta Disperindag membatu pedagang dalam hal pengaturan. “Intinya, pedagang tidak bisa pindah. Harus sesuai zona yang ada,” ucapnya. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sukoharjo Anton Bambang Haryanto menyatakan ukuran los 2 x 2 sudah sesuai standar ukuran sebuah los.
Dia mencontohkan ukuran los di Pasar Bulu, Semarang yang juga 2 x 2 meter. Anton meminta pedagang gerabatan menata dagangannya. Pedagang dinilai menginginkan lokasi yang lebih luas karena sekaligus akan dijadikan gudang menyimpan stok dagangan. “Los itu untuk berjualan saja. Jangan dijadikan gudang penyimpan stok. Kalau semua stok dagangan di taruh los, pasti tidak akan cukup,” tandasnya.
Terkait masalah itu, Anton siap membantu pedagang melakukan penataan barang dagangan dengan los yang ada. Dia yakin jika barang dagangan ditata dengan sistem baru maka los yang ada pasti akan cukup sehingga tidak perlu pindah ke lokasi baru yang justru melanggar sistem zona. Anton juga meminta pedagang mencoba terlebih dahulu. Nanti petugas Disperindag dan pengurus pasar akan membantu menata dagangan.
Salah satu solusi yang ditawarkan kepada pedagang dengan menggunakan rak. Jadi, barang dagangan tidak digelar secara horizontal sehingga membutuhkan lahan yang luas. Disinggung tentang kesanggupan pedagang untuk membayar biaya balik nama dari los ke kios jika diperbolehkan pindah ke lantai dua, Anton justru bertanya-tanya tentang kesanggupan pedagang tersebut.
“Dulu pedagang keberatan dengan biaya balik nama sehingga diberi keringanan bisa diangsur 10 kali. Lha ini, kok malah sanggup membayar biaya balik nama Rp6 juta sekaligus,” ujarnya. Untuk itu, pedagang diminta menempati lokasi baru terlebih dahulu.
Saat penempatan itulah petugas akan memberikan pendampingan pada pedagang. Termasuk wacana melakukan modifikasi los. Jika nanti modifikasi tidak mengubah bangunan secara umum maka dimungkinkan modifikasi los tersebut bisa dilakukan. Mengenai keluhan pedagang emas yang memiliki dua izin tapi tidak mendapatkan kios berdampingan, Anton menilai bukan kesalahan petugas yang mengundi.
Pasalnya, sejak awal petugas sudah mengumumkan kepada pedagang yang memiliki dua izin meski atas nama anak atau suami/istri diminta maju dan melaporkan ke petugas pengundian. Saat itulah pedagang yang memiliki izin lebih dua pasti mendapatkan kios berdampingan. “Berarti pedagang itu tidak maju dan melaporkan sehingga mendapatkan kios yang tidak berdampingan,” katanya.
Karena sudah terlanjur diundi, Disperindag hanya bisa memfasilitasi dengan melakukan negosiasi dengan pedagang lain agar bisa bertukar kios. Kalau pedagang yang lain tidak mau bertukar kios, Anton menegaskan bukan kesalahan dinas karena undian sudah dilakukan.
Sumarno
Pemkab beralasan sistem zona harga mati sehingga pedagang tidak bisa pindah dari zona yang telah ditentukan. “Sejak awal sudah jadi kesepakatan bersama, di mana sistem zona harga mati. Kalau pedagang pindah ke lantai dua, sama saja sistem zona tidak dipakai lagi,” kata Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya kemarin.
Ukuran los 2 x 2 meter merupakan ukuran standar sebuah los. Untuk itu, pedagang diminta tetap menempati los sesuai hasil pengundian. Pedagang juga diminta menaati sistem zona yang sudah jadi aturan dan sudah disepakati bersama. “Lha wong belum ditempati kok sudah protes. Dicoba dulu ditempati. Pedagang juga harus bisa menyesuaikan dengan ukuran los yang ada. Penataan dagangan juga harus diubah. Jangan kembali seperti saat pasar belum dibangun,” tandasnya.
Wardoyo menambahkan, dengan ukuran los yang ada, pedagang menata dagangannya lebih rapi. Dengan kata lain, pedagang harus bisa menata dagangan sedemikian rupa dengan lokasi yang ada. Kalau sistem penataan dagangan kembali seperti saat pasar sebelum dibangun, tentu saja los yang ada tidak akan muat.
Soal penataan dagangan tersebut, Wardoyo meminta Disperindag membatu pedagang dalam hal pengaturan. “Intinya, pedagang tidak bisa pindah. Harus sesuai zona yang ada,” ucapnya. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sukoharjo Anton Bambang Haryanto menyatakan ukuran los 2 x 2 sudah sesuai standar ukuran sebuah los.
Dia mencontohkan ukuran los di Pasar Bulu, Semarang yang juga 2 x 2 meter. Anton meminta pedagang gerabatan menata dagangannya. Pedagang dinilai menginginkan lokasi yang lebih luas karena sekaligus akan dijadikan gudang menyimpan stok dagangan. “Los itu untuk berjualan saja. Jangan dijadikan gudang penyimpan stok. Kalau semua stok dagangan di taruh los, pasti tidak akan cukup,” tandasnya.
Terkait masalah itu, Anton siap membantu pedagang melakukan penataan barang dagangan dengan los yang ada. Dia yakin jika barang dagangan ditata dengan sistem baru maka los yang ada pasti akan cukup sehingga tidak perlu pindah ke lokasi baru yang justru melanggar sistem zona. Anton juga meminta pedagang mencoba terlebih dahulu. Nanti petugas Disperindag dan pengurus pasar akan membantu menata dagangan.
Salah satu solusi yang ditawarkan kepada pedagang dengan menggunakan rak. Jadi, barang dagangan tidak digelar secara horizontal sehingga membutuhkan lahan yang luas. Disinggung tentang kesanggupan pedagang untuk membayar biaya balik nama dari los ke kios jika diperbolehkan pindah ke lantai dua, Anton justru bertanya-tanya tentang kesanggupan pedagang tersebut.
“Dulu pedagang keberatan dengan biaya balik nama sehingga diberi keringanan bisa diangsur 10 kali. Lha ini, kok malah sanggup membayar biaya balik nama Rp6 juta sekaligus,” ujarnya. Untuk itu, pedagang diminta menempati lokasi baru terlebih dahulu.
Saat penempatan itulah petugas akan memberikan pendampingan pada pedagang. Termasuk wacana melakukan modifikasi los. Jika nanti modifikasi tidak mengubah bangunan secara umum maka dimungkinkan modifikasi los tersebut bisa dilakukan. Mengenai keluhan pedagang emas yang memiliki dua izin tapi tidak mendapatkan kios berdampingan, Anton menilai bukan kesalahan petugas yang mengundi.
Pasalnya, sejak awal petugas sudah mengumumkan kepada pedagang yang memiliki dua izin meski atas nama anak atau suami/istri diminta maju dan melaporkan ke petugas pengundian. Saat itulah pedagang yang memiliki izin lebih dua pasti mendapatkan kios berdampingan. “Berarti pedagang itu tidak maju dan melaporkan sehingga mendapatkan kios yang tidak berdampingan,” katanya.
Karena sudah terlanjur diundi, Disperindag hanya bisa memfasilitasi dengan melakukan negosiasi dengan pedagang lain agar bisa bertukar kios. Kalau pedagang yang lain tidak mau bertukar kios, Anton menegaskan bukan kesalahan dinas karena undian sudah dilakukan.
Sumarno
(ftr)