Hanya Rp300.000 dan Mudah Digunakan Warga
A
A
A
YOGYAKARTA - Berkeinginan memenuhi permintaan warga daerah rawan tanah longsor, Dosen Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Sunarno membuat alat sistem peringatan dini longsor.
Tidak hanya sederhana, alat ini bahkan bisa dioperasikan masyarakat dengan mudah tanpa perlu bantuan para ahli. “Ide pembuatan alat ini awalnya dari permintaan masyarakat Kulonprogo yang tinggal di wilayah rawan longsor. Permintaan warga ini sudah sejak satu tahun lalu. Dan yang saya banggakan alat ini terbukti mampu melindungi warga di sana dari ancaman longsor,” ungkap Sunarno, kemarin.
Menurut Sunarno, selama pembuatan alat peringatan dini longsor itu, dirinya bersama tim hanya menghabiskan biaya Rp300.000. Bahan alat sengaja dibuat sederhana dan mudah agar masyarakat bisa membuatnya sendiri. Alat buatannya tersebut hanya tersusun dari megaphoneatau sirene, tali nilon, meteran tukang, senar pancing, isolator plastik, dan bandul timah/batu. “Masyarakat bisa membuat sendiri alat peringatan dini longsor semacam ini dengan hanya mengandalkan sirene dari megaphone,” kata Sunarno.
Dipaparkan Sunarno, alat buatannya saat ini sudah dipasang di tiga titik yang berada di Dusun Keceme, Gerbosari, Samigaluh, Kulonprogo, dan Desa Ngalang, Gedangsari, Gunungkidul. Untuk masyarakat di wilayah DIY yang membutuhkan alat itu bisa meminta langsung pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY. Alasannya, pihaknya telah bekerja sama dengan BPBD untuk penyebarluasan alat tersebut. “Tapi kalau ada masyarakat membutuhkan tenaga saya untuk memasang alat ini secara langsung, saya bersedia membantu,” kata Sunarno.
Sunarno menceritakan saat alat peringatan dini longsor di pasang di Kulonprogo dan Gunungkidul, tim hanya mengandalkan megaphone sebagai sirene. Alat itu bahkan hanya membutuhkan waktu lima menit saat pemasangan di lokasi. Setahun berselang, alat tersebut dikembangkannya dengan membuat sirene buatan bengkel lokal.
“Yang menarik, bunyi sirenenya hanya bersumber dari tegangan listrik baterai yang bisa tahan selama enam bulan. Baterai bisa bertahan lama karena hanya difungsikan jika ada proses pergerakan tanah saja,” ujarnya. Cara kerja sistem peringatan dini longsor ini juga terbilang sederhana dan mudah dipahami.
Sirene yang dipasang di rumah warga terhubung oleh seutas tali nilon. Sebelumnya harus dipastikan tombol alarm sirene dalam posisi menyala dan tali nilon berfungsi sebagai pemicu agar sirene berbunyi. “Tali disambungkan dengan isolator dari bahan mika tipis yang terletak di antara baterai dan penutup baterai. Apabila tali pemicu alarm ini tertarik maka sirene akan berbunyi,” kata Sunarno.
Dia mendesain setiap pergerakan rekahan tanah dengan jarak 2 cm, maka akan memicu tegangan pada tali nilon yang dipasang di antara pohon di lereng bukit. Tali yang mengalami peregangan kemudian memicu ikut tertariknya tali nilon yang terhubung dengan sirene. Kemudian meteran tukang dipasang vertikal pada pohon dan bangunan digunakan untuk mengetahui jarak rekahan. Ini ditunjukkan oleh per - Ωgerakan bandul yang tertarik ke atas oleh senar pancing.
“Jika ada pergerakan tanah, bandul akan tertarik ke atas akibat ujung tali ditambatkan pada pohon atau patok yang juga ikut bergerak. Ujung tali lain yang terhubung dengan sirene langsung otomatis membuat sirene berbunyi sebagai tanda potensi terjadinya longsor,” katanya.
Ratih Keswara
Tidak hanya sederhana, alat ini bahkan bisa dioperasikan masyarakat dengan mudah tanpa perlu bantuan para ahli. “Ide pembuatan alat ini awalnya dari permintaan masyarakat Kulonprogo yang tinggal di wilayah rawan longsor. Permintaan warga ini sudah sejak satu tahun lalu. Dan yang saya banggakan alat ini terbukti mampu melindungi warga di sana dari ancaman longsor,” ungkap Sunarno, kemarin.
Menurut Sunarno, selama pembuatan alat peringatan dini longsor itu, dirinya bersama tim hanya menghabiskan biaya Rp300.000. Bahan alat sengaja dibuat sederhana dan mudah agar masyarakat bisa membuatnya sendiri. Alat buatannya tersebut hanya tersusun dari megaphoneatau sirene, tali nilon, meteran tukang, senar pancing, isolator plastik, dan bandul timah/batu. “Masyarakat bisa membuat sendiri alat peringatan dini longsor semacam ini dengan hanya mengandalkan sirene dari megaphone,” kata Sunarno.
Dipaparkan Sunarno, alat buatannya saat ini sudah dipasang di tiga titik yang berada di Dusun Keceme, Gerbosari, Samigaluh, Kulonprogo, dan Desa Ngalang, Gedangsari, Gunungkidul. Untuk masyarakat di wilayah DIY yang membutuhkan alat itu bisa meminta langsung pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY. Alasannya, pihaknya telah bekerja sama dengan BPBD untuk penyebarluasan alat tersebut. “Tapi kalau ada masyarakat membutuhkan tenaga saya untuk memasang alat ini secara langsung, saya bersedia membantu,” kata Sunarno.
Sunarno menceritakan saat alat peringatan dini longsor di pasang di Kulonprogo dan Gunungkidul, tim hanya mengandalkan megaphone sebagai sirene. Alat itu bahkan hanya membutuhkan waktu lima menit saat pemasangan di lokasi. Setahun berselang, alat tersebut dikembangkannya dengan membuat sirene buatan bengkel lokal.
“Yang menarik, bunyi sirenenya hanya bersumber dari tegangan listrik baterai yang bisa tahan selama enam bulan. Baterai bisa bertahan lama karena hanya difungsikan jika ada proses pergerakan tanah saja,” ujarnya. Cara kerja sistem peringatan dini longsor ini juga terbilang sederhana dan mudah dipahami.
Sirene yang dipasang di rumah warga terhubung oleh seutas tali nilon. Sebelumnya harus dipastikan tombol alarm sirene dalam posisi menyala dan tali nilon berfungsi sebagai pemicu agar sirene berbunyi. “Tali disambungkan dengan isolator dari bahan mika tipis yang terletak di antara baterai dan penutup baterai. Apabila tali pemicu alarm ini tertarik maka sirene akan berbunyi,” kata Sunarno.
Dia mendesain setiap pergerakan rekahan tanah dengan jarak 2 cm, maka akan memicu tegangan pada tali nilon yang dipasang di antara pohon di lereng bukit. Tali yang mengalami peregangan kemudian memicu ikut tertariknya tali nilon yang terhubung dengan sirene. Kemudian meteran tukang dipasang vertikal pada pohon dan bangunan digunakan untuk mengetahui jarak rekahan. Ini ditunjukkan oleh per - Ωgerakan bandul yang tertarik ke atas oleh senar pancing.
“Jika ada pergerakan tanah, bandul akan tertarik ke atas akibat ujung tali ditambatkan pada pohon atau patok yang juga ikut bergerak. Ujung tali lain yang terhubung dengan sirene langsung otomatis membuat sirene berbunyi sebagai tanda potensi terjadinya longsor,” katanya.
Ratih Keswara
(ftr)