Tengkorak Kepala Lepas, Ahadi Gugat Pemerintah Rp960 Juta
A
A
A
BATAM - Ahadi Hutasoit (53) mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Batam atas kecelakaan yang dialaminya, akibat jalan berlubang. Kecelakaan tersebut membuatnya cedera cukup parah, hingga tulang tengkorak sebelah kanan lepas.
Usai menjalani persidangan di PN Batam, tadi siang, Ahadi menceritakan, kecelakaan yang dialaminya dengan anak perempuannya Nina (11), pada 26 Januari lalu.
Menurut pria yang bermukim di Jalan Flamboyan Blok 6 Nagoya tersebut, kala itu dirinya hendak menuju ke Batam Centre.
"Sampai di depan Hotel Sydney, depan halte, saya jatuh karena ada lubang. Kejadiannya itu siang sekitar jam setengah 2 siang. Saya naik motor sama anak saya," katanya, kepada wartawan, Selasa (23/12/2014).
Akibat kecelakaan tersebut, Ahadi mengalami koma selama enam hari, dan harus menjalani perawatan intensif di RS Awal Bros selama satu bulan. Cedera yang dialaminya sangat parah. Tulang tengkorak sebelah kanan patah, dan harus dioperasi.
Tulang tengkorak yang patah tersebut menjadi kenang-kenangan bagi Ahadi, dan selalu dibawanya dalam persidangan. Tidak hanya itu, tulang bahu kiri Ahadi juga mengalami patah.
"Rasa sakitnya masih terasa sampai sekarang. Saya tidak diperbolehkan jongkok atau menunduk, karena tulang tengkorak yang sudah lepas ini. Kalau jongkok atau menunduk, saya langsung pingsan," kata Ahadi lagi.
Cedera yang cukup parah tersebut membuat Ahadi memutuskan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam. Gugatan tersebut dilayangkannya kepada Kementrian Dalam Negeri dan Polri, karena dianggap lalai.
"Kementrian Dalam Negeri yang membawahi semuanya, termasuk pemda sini. Pemerintah tidak menutupi anggaran-anggaran yang sudah dialokasikan untuk perawatan jalan. Bisa kita lihat, banyak jalan-jalan berlubang yang dibiarkan," terangnya.
Gugatan juga dilayangkan Ahadi ke Polri, karena Ahadi menganggap anggota Polri tidak menjalankan tugas secara maksimal.
"Harusnya setiap pos-pos polisi itu ada petugas yang berjaga-jaga. Tapi waktu saya jatuh itu, tidak ada satupun polisi yang berjaga-jaga di simpang Gelael Sungai Panas itu. Padahal lokasi saya jatuh hanya sekitar 30 meter dari pos polisi," kata Ahadi.
Ahadi mengaku, dirinya mengajukan gugatan sebesar Rp960 juta. Gugatan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
"Kalau sesuai undang-undang, cacat tetap mendapat ganti rugi hingga Rp5 miliar. Tapi saya tidak mau mengambil keuntungan dari kecelakaan tersebut. Angka Rp960 juta itu saya ajukan hanya untuk biaya berobat saya. Karena sampai sekarang, saya sudah menghabiskan setengah miliar untuk biaya berobat," kata Ahadi.
Sebelumnya, lanjut Ahadi, pihaknya telah mendapat bantuan Rp170 juta dari Pemkot Batam. Uang tersebut telah diterima dan digunakannya untuk biaya berobat. Namun, bantuan tersebut tidak mampu menghentikan langkahnya mengajukan gugatan.
"Saya cuma tidak mau ada masyarakat lain, baik itu pejabat, anak pejabat, atau masyarakat biasa yang mengalami kecelakaan seperti saya. Makanya saya mengajukan gugatan, agar pemerintah lebih memperhatikan infrastruktur yanga ada," pungkasnya.
Usai menjalani persidangan di PN Batam, tadi siang, Ahadi menceritakan, kecelakaan yang dialaminya dengan anak perempuannya Nina (11), pada 26 Januari lalu.
Menurut pria yang bermukim di Jalan Flamboyan Blok 6 Nagoya tersebut, kala itu dirinya hendak menuju ke Batam Centre.
"Sampai di depan Hotel Sydney, depan halte, saya jatuh karena ada lubang. Kejadiannya itu siang sekitar jam setengah 2 siang. Saya naik motor sama anak saya," katanya, kepada wartawan, Selasa (23/12/2014).
Akibat kecelakaan tersebut, Ahadi mengalami koma selama enam hari, dan harus menjalani perawatan intensif di RS Awal Bros selama satu bulan. Cedera yang dialaminya sangat parah. Tulang tengkorak sebelah kanan patah, dan harus dioperasi.
Tulang tengkorak yang patah tersebut menjadi kenang-kenangan bagi Ahadi, dan selalu dibawanya dalam persidangan. Tidak hanya itu, tulang bahu kiri Ahadi juga mengalami patah.
"Rasa sakitnya masih terasa sampai sekarang. Saya tidak diperbolehkan jongkok atau menunduk, karena tulang tengkorak yang sudah lepas ini. Kalau jongkok atau menunduk, saya langsung pingsan," kata Ahadi lagi.
Cedera yang cukup parah tersebut membuat Ahadi memutuskan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam. Gugatan tersebut dilayangkannya kepada Kementrian Dalam Negeri dan Polri, karena dianggap lalai.
"Kementrian Dalam Negeri yang membawahi semuanya, termasuk pemda sini. Pemerintah tidak menutupi anggaran-anggaran yang sudah dialokasikan untuk perawatan jalan. Bisa kita lihat, banyak jalan-jalan berlubang yang dibiarkan," terangnya.
Gugatan juga dilayangkan Ahadi ke Polri, karena Ahadi menganggap anggota Polri tidak menjalankan tugas secara maksimal.
"Harusnya setiap pos-pos polisi itu ada petugas yang berjaga-jaga. Tapi waktu saya jatuh itu, tidak ada satupun polisi yang berjaga-jaga di simpang Gelael Sungai Panas itu. Padahal lokasi saya jatuh hanya sekitar 30 meter dari pos polisi," kata Ahadi.
Ahadi mengaku, dirinya mengajukan gugatan sebesar Rp960 juta. Gugatan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
"Kalau sesuai undang-undang, cacat tetap mendapat ganti rugi hingga Rp5 miliar. Tapi saya tidak mau mengambil keuntungan dari kecelakaan tersebut. Angka Rp960 juta itu saya ajukan hanya untuk biaya berobat saya. Karena sampai sekarang, saya sudah menghabiskan setengah miliar untuk biaya berobat," kata Ahadi.
Sebelumnya, lanjut Ahadi, pihaknya telah mendapat bantuan Rp170 juta dari Pemkot Batam. Uang tersebut telah diterima dan digunakannya untuk biaya berobat. Namun, bantuan tersebut tidak mampu menghentikan langkahnya mengajukan gugatan.
"Saya cuma tidak mau ada masyarakat lain, baik itu pejabat, anak pejabat, atau masyarakat biasa yang mengalami kecelakaan seperti saya. Makanya saya mengajukan gugatan, agar pemerintah lebih memperhatikan infrastruktur yanga ada," pungkasnya.
(san)