Bupati Yakin Ujian tertulis Untuk Redam Gejolak

Senin, 22 Desember 2014 - 10:13 WIB
Bupati Yakin Ujian tertulis...
Bupati Yakin Ujian tertulis Untuk Redam Gejolak
A A A
KULONPROGO - Meski sempat ditentang oleh Asosiasi Kepala Dukuh Kulonprogo “Madukoro”, pengisian jabatan kepala dukuh tetap akan menggunakan sistem seleksi ujian tertulis.

Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo, meyakini cara itu ampuh untuk meredam gejolak di masyarakat. “Mekanisme ujian seperti ini diharapkan bisa meredam gejolak di masyarakat,” ujar Hasto pada rapat paripurna pembahasan empat Raperda Desa, akhir pekan kemarin.

Bagi dukuh yang tidak diterima di masyarakat, tentu akan menjadi tantangan tersendiri. Dia dituntut bisa bekerja sama dengan masyarakatnya. Jadi, kepala dukuh yang bersangkutan akan melakukan segala upaya agar dia bisa mengayomi dan diterima masyarakat.

Calon dukuh yang berhak mengikuti ujian, kata Hasto, adalah calon yang telah lolos seleksi administrasi dan telah diumumkan kepada masya-rakat serta telah ditetapkan oleh kepala desa untuk mengikuti ujian tertulis. Calon yang lulus dan memperoleh nilai tertinggi adalah calon yang memperoleh nilai tertinggi di atas passing grade.

Di samping itu, calon dukuh harus berkomitmen selalu bertakwa kepada Tuhan, memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945, serta memelihara dan mempertahankan keutuhan NKRI. “Tidak kalah penting berkelakuan baik, jujur dan adil, yang harus dimanifestasikan dalam ucapan, sikap, dan perilaku,” ujar Hasto.

Panitia pengisian perangkat desa juga harus mengakomodasi unsur dari perangkat desa, lembaga kemasyarakatan desa, dan unsur masyarakat. Penentuan susunan panitia dilaksanakan musyawarah mufakat secara proporsional dengan melibatkan lebih banyak peran serta masyarakat.

Panitia juga harus bersikap netral dan transparan, dan sebelum melaksanakan tugasnya dilantik dan diambil sumpahnya oleh kepala desa. Sebanyak empat eaperda yang mengatur tentang desa untuk menindaklanjuti diberlakukannya Undang-Undang no 6 tahun 2014 tentang Desa, yakni Raperda tentang Kepala Desa, Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, Tata Cara Pengisian Perangkat Desa, serta Keuangan Desa.

Dari keempat raperda tersebut, Raperda Keuangan Desa perlu dibahas lebih jauh, karena belum ada aturan jelas dari pemerintah pusat maupun Pemda DIY. “Yang krusial, pendapatan perangkat desa dari tanah pelungguh akan diganti dengan gaji. Hasil penjaringan aspirasi yang dilakukan pansus, banyak perangkat desa yang tidak setuju dengan penggantian itu,” ucap Ketua Pansus, Suprapto.

Status tanah kas desa dan pelungguh di DIY cukup istimewa. Tanah tersebut bukan milik pemkab tetapi milik Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. Pansus juga masih menunggu terbitnya peraturan gubernur (pergub) yang mengatur masalah tanah ini.

Sementara Kabag Pembangunan Desa Banjararum, Warudi, menyatakan, perangkat Desa Banjararum lebih memilih menggarap tanah pelungguh daripada digaji. Pendapatan perangkat desa lebih besar dari menggarap lahan dibandingkan gaji.

Dia contohkan kepala desa Banjararum dengan menggarap tanah pelungguh seluas 3,6 hektare ditambah tambahan kesejahteraan perangkat desa (TKPD) Rp1,05 juta, maka pendapatan setiap bulan mencapai sekitar Rp4,5 juta.

Kalau digaji dengan persentase dana bukan pendapatan asli desa (PADes) diperkirakan hanya menerima Rp3 juta per bulan.

Kuntadi
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6736 seconds (0.1#10.140)