UGM Fokus ke Socio-Entrepeneur
A
A
A
YOGYAKARTA - Menghadapi persaingan dunia, UGM berencana memfokuskan rencana akademiknya pada socio-entrepeneur.
Ditunjang dengan rencana riset dan pembelajaran yang telah dijalankan selama ini, lulusan UGM diyakini mampu berdaya saing global namun tetap mengacu pada kepentingan masyarakat luas.
“Rendahnya tingkat daya saing dan kualitas SDM Indonesia menjadi tugas berat bagi dunia pendidikan tinggi. Daya saing bangsa tentu harus ditingkatkan dengan melakukan perubahan paradigma pendidikan. Salah satu kebijakan yang diambil UGM adalah melakukan reorientasi akademik dari sebelumnya berorientasi riset menuju socio-Entrepeneur university,” kata Rektor UGM Prof Ir Dwikorita Karnawati PhD kemarin.
Kepada wartawan seusai puncak peringatan Dies Natalis ke-65 UGM di Graha Sabha Pramana UGM, Rita menuturkan dengan perubahan reorientasi rencana akademik tersebut, UGM berupaya ingin lulusan berkualitas yang mampu merumuskan terobosan, tahan banting, berani dan mampu mengelola risiko tapi tetap bisa memahami aspirasi masyarakat.
“Dengan upaya ini, tujuan untuk membangun kesejahteraan bangsa bisa dicapai. Kami memiliki keinginan kuat agar iptek Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negara kita sendiri. Karenanya, kami telah melakukan pemetaan apa sebenarnya kebutuhan iptek di Indonesia,” katanya.
Kebutuhan iptek dalam negeri saat ini terangkum dalam tujuh bidang utama yakni kesehatan, energi, pangan, manufaktur, kemaritiman, sosio-humaniora dan heritage . Untuk itu, orientasi riset UGM ke depan harus difokuskan pada ketujuh bidang tersebut, termasuk riset-riset yang akan dilakukan oleh mahasiswa S-1, S- 2, maupun S-3.
Ketua Majelis Wali Amanat UGM Prof Dr Sofian Effendi menuturkan, perguruan tinggi di Indonesia selama ini seakan terfokus pada upaya mengajarkan disiplin ilmu. Akibatnya, pengembangan ilmu pengetahuan pada akhirnya memiliki jarak dengan kebutuhan atau persoalan yang ada di masyarakat.
“Padahal, perguruan tinggi dengan tugas tridarmanya diharapkan ikut serta memecahkan masalah. Misalnya, persoalan kemiskinan yang hingga kini tak pernah selesai karena model pendekatan dan cara pandangnya hanya dengan satu disiplin keilmuan. Seharusnya menggunakan pendekatan keilmuan interdisiplin atau transdisiplin,” ucapnya.
Guru besar Fakultas Kedokteran UGM Prof Dr Sri Suryawati Apt menerangkan, UGM telah sejak lama berpartisipasi lewat para pakarnya dalam merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan pedoman internasional melalui kiprah mereka. Menurutnya, semua orang boleh cerdas dan terampil tapi tidak akan ada artinya tanpa pengabdian.
“Dengan kekayaan alam maupun potensi masyarakatnya, sangat sayang jika Indonesia tidak mampu menjadi pelopor perkembangan dunia. Indonesia seharusnya mampu menjadi kekuatan baru dunia dan bisa menjadi pusat peradaban dunia,” ucapnya.
Ratih Keswara
Ditunjang dengan rencana riset dan pembelajaran yang telah dijalankan selama ini, lulusan UGM diyakini mampu berdaya saing global namun tetap mengacu pada kepentingan masyarakat luas.
“Rendahnya tingkat daya saing dan kualitas SDM Indonesia menjadi tugas berat bagi dunia pendidikan tinggi. Daya saing bangsa tentu harus ditingkatkan dengan melakukan perubahan paradigma pendidikan. Salah satu kebijakan yang diambil UGM adalah melakukan reorientasi akademik dari sebelumnya berorientasi riset menuju socio-Entrepeneur university,” kata Rektor UGM Prof Ir Dwikorita Karnawati PhD kemarin.
Kepada wartawan seusai puncak peringatan Dies Natalis ke-65 UGM di Graha Sabha Pramana UGM, Rita menuturkan dengan perubahan reorientasi rencana akademik tersebut, UGM berupaya ingin lulusan berkualitas yang mampu merumuskan terobosan, tahan banting, berani dan mampu mengelola risiko tapi tetap bisa memahami aspirasi masyarakat.
“Dengan upaya ini, tujuan untuk membangun kesejahteraan bangsa bisa dicapai. Kami memiliki keinginan kuat agar iptek Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negara kita sendiri. Karenanya, kami telah melakukan pemetaan apa sebenarnya kebutuhan iptek di Indonesia,” katanya.
Kebutuhan iptek dalam negeri saat ini terangkum dalam tujuh bidang utama yakni kesehatan, energi, pangan, manufaktur, kemaritiman, sosio-humaniora dan heritage . Untuk itu, orientasi riset UGM ke depan harus difokuskan pada ketujuh bidang tersebut, termasuk riset-riset yang akan dilakukan oleh mahasiswa S-1, S- 2, maupun S-3.
Ketua Majelis Wali Amanat UGM Prof Dr Sofian Effendi menuturkan, perguruan tinggi di Indonesia selama ini seakan terfokus pada upaya mengajarkan disiplin ilmu. Akibatnya, pengembangan ilmu pengetahuan pada akhirnya memiliki jarak dengan kebutuhan atau persoalan yang ada di masyarakat.
“Padahal, perguruan tinggi dengan tugas tridarmanya diharapkan ikut serta memecahkan masalah. Misalnya, persoalan kemiskinan yang hingga kini tak pernah selesai karena model pendekatan dan cara pandangnya hanya dengan satu disiplin keilmuan. Seharusnya menggunakan pendekatan keilmuan interdisiplin atau transdisiplin,” ucapnya.
Guru besar Fakultas Kedokteran UGM Prof Dr Sri Suryawati Apt menerangkan, UGM telah sejak lama berpartisipasi lewat para pakarnya dalam merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan pedoman internasional melalui kiprah mereka. Menurutnya, semua orang boleh cerdas dan terampil tapi tidak akan ada artinya tanpa pengabdian.
“Dengan kekayaan alam maupun potensi masyarakatnya, sangat sayang jika Indonesia tidak mampu menjadi pelopor perkembangan dunia. Indonesia seharusnya mampu menjadi kekuatan baru dunia dan bisa menjadi pusat peradaban dunia,” ucapnya.
Ratih Keswara
(ftr)