Harus Sesuaikan Kebutuhan Siswa
A
A
A
Kebulatan tekad dalam meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) bu kan hanya mendorong, guru seni tari Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Yogyakarta,
Yulia Fitriana, 30, lebih memperdalam keilmuan dalam mengajar, namun juga tetap berusaha eksis dalam dunia pendidikan itu. Termasuk membuatnya semakin peka terhadap keadaan anak-anak yang sering dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang tersebut dan dituntut untuk selalu sabar dalam menghadapi tingkah polah anak didiknya yang terkadang tidak memahami apa yang telah diterangkannya.
"Karena kebanyakan yang saya ajari anak-anak tunarungu, jadi perlu kesabaran ekstra sa at menerangkan materi. Apalagi tidak serta merta materi yang diberikan harus langsung di pahami oleh siswa, sehingga guru dituntut untuk lebih memahami anak didik," ungkap perempuan kelahiran 4 Juli 1984, yang sudah mengajar di SLB selama empat tahun ini.
Hal inilah yang dijadikannya sebagai cambuk untuk terus belajar bagaimana memahami karakter anak didik, agar materi pembelajaran seni tari dapat diserap dengan baik. Sehingga, sebagai seorang guru, dituntut untuk tidak selalu berpegang pada kurikulum yang ditetapkan secara nasional sebab belum tentu siswa dapat mengikuti kurikulum yang berlaku.
"Intinya, guru harus selalu paham dengan siswanya, kurikulum yang berlaku harus di poles sedemikian rupa agar dapat diikuti siswa," kata lulusan pendidikan seni Tari UNY 2006 itu.
Dia berharap, ke depan perhatian pemerintah terhadap kualitas pendidikan luar biasa semakin meningkat. Sehingga melahirkan generasi yang mumpuni dan mandiri meski secara fisik tidaklah sempurna.
Priyo Setyawan
Yulia Fitriana, 30, lebih memperdalam keilmuan dalam mengajar, namun juga tetap berusaha eksis dalam dunia pendidikan itu. Termasuk membuatnya semakin peka terhadap keadaan anak-anak yang sering dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang tersebut dan dituntut untuk selalu sabar dalam menghadapi tingkah polah anak didiknya yang terkadang tidak memahami apa yang telah diterangkannya.
"Karena kebanyakan yang saya ajari anak-anak tunarungu, jadi perlu kesabaran ekstra sa at menerangkan materi. Apalagi tidak serta merta materi yang diberikan harus langsung di pahami oleh siswa, sehingga guru dituntut untuk lebih memahami anak didik," ungkap perempuan kelahiran 4 Juli 1984, yang sudah mengajar di SLB selama empat tahun ini.
Hal inilah yang dijadikannya sebagai cambuk untuk terus belajar bagaimana memahami karakter anak didik, agar materi pembelajaran seni tari dapat diserap dengan baik. Sehingga, sebagai seorang guru, dituntut untuk tidak selalu berpegang pada kurikulum yang ditetapkan secara nasional sebab belum tentu siswa dapat mengikuti kurikulum yang berlaku.
"Intinya, guru harus selalu paham dengan siswanya, kurikulum yang berlaku harus di poles sedemikian rupa agar dapat diikuti siswa," kata lulusan pendidikan seni Tari UNY 2006 itu.
Dia berharap, ke depan perhatian pemerintah terhadap kualitas pendidikan luar biasa semakin meningkat. Sehingga melahirkan generasi yang mumpuni dan mandiri meski secara fisik tidaklah sempurna.
Priyo Setyawan
(ftr)