Pohon Kopi Selamatkan Hidup Toplani

Selasa, 16 Desember 2014 - 13:06 WIB
Pohon Kopi Selamatkan Hidup Toplani
Pohon Kopi Selamatkan Hidup Toplani
A A A
BANJARNEGARA - Pohon identik sebagai pelindung alam dan seisinya. Dalam musibah bencana longsor di Dusun Jemblung, Sam pang, Karang kobar, Banjarnegara, beberapa orang merasakan hal itu.

Toplani, 72, merupakan salah satu warga Jemblung yang luput dari maut dalam musibah itu. Dia tertolong oleh pohon kopi. Ceritanya, sore itu (Jumat, 12/12), dia sedang berada di dalam rumahnya.

Tanpa diduga, tebing yang berada jauh di belakang rumahnya itu runtuh. Material longsoran menyapu rumah dan seluruh keluarganya. “Tiba-tiba tanah dan lumpur turun, saya posisi di depan rumah mau masuk lagi untuk nolong istri dan anak cucu saya sudah terlambat. Rumah sudah diterjang tanah dan lumpur,” tutur Toplani, kemarin.

Dia berusaha berlari sekuat tenaga menghindari kejaran tanah dan lumpur di belakangnya. Namun apa daya, usianya yang sudah tua tak kuasa berlari hingga tersapu lum pur. “Saya dipojokkan lumpur ke talud. Kemudian saya lihat ada po hon kopi. Saya berpegangan sekuat tenaga di pohon kopi itu. Posisi itu saya masih terus diombang-am bingkan lumpur,” katanya.

Setelah arus lumpur mulai reda, Top lani berusaha merangkak naik menuju dataran yang lebih tinggi . Lokasinya sejauh sekitar 10 meter. “Setiap merangkak ya kaki ambles di lumpur. Bawon (sebutan dia kepada Khotimah - korban selamat yang hamil 9 bulan) juga minta tolong saya,” katanya.

Toplani meminta Khotimah mengikutinya. Setelah mencapai daratan yang lebih tinggi, dia meminta bantuan warga untuk menolong Khotimah. “Kemudian warga menolong Bawon menggunakan bambu dan balok kayu,” ucapnya. Terkait upaya relokasi yang ditawarkan pemerintah, Toplani tidak mempermasalahkan jika nanti harus direlokasi. Namun, Toplani berharap relokasi tak jauh dari kebun miliknya.

“Tidak apa-apa, yang penting tidak jauh-jauh. Kalau masih mampu, saya masih ingin bercocok tanam, jagung, lombok, pisang, dan lain-lain,” ujarnya. Atap rumah Toplani yang berada di sebelah barat rumah Khotimah, tidak sepenuhnya tertimbun longsor. Bangunan bagian bawah rusak berat oleh material longsor. Namun atap genting, masih kelihatan.

Sejumlah barang dari rumah Toplani juga masih diselamatkan, mulai dari jam dinding, boneka cucunya, hingga kartu keluarga anaknya. Sementara Sutinem, 41, anak dari Toplani mengungkapkan, akibat bencana itu, 12 anggota keluarganya hilang. Termasuk di antaranya anak bungsunya bernama Irfan, 18.

“Saya dan suami posisi merantau jadi buruh tani di Cirebon (Jawa Barat). Dapat kabar bencana langsung pulang. Saya cek hanya tinggal bapak saya ini (Toplani), ibu, kakak dan kakak ipar, adik, dan istrinya, keponakan, ada 12 meninggal semua, termasuk anak kedua saya,” ujarnya.

Meski demikian, Sutinem masih berharap anaknya ditemukan dalam keadaan selamat. Namun jika memang meninggal, dia berharap jenazahnya bisa ditemukan. “Tapi kalau memang sudah meninggal ya saya ikhlas. Tapi paling tidak jenazahnya ketemu, jadi bisa dimakamkan dengan layak,” ucapnya.

Korban longsor yang beruntung lainnya adalah Hutomo Aktif Suprianto, 59. Meski sempat tergulung oleh lumpur bersama material lainnya hingga sejauh 300 meter, dia masih bisa selamat dari maut. “Awal nya ada suara gemuruh, warga pada berlarian keluar rumah dan berteriak ayo cari selamat. Lumpur dan tanah itu seperti disiramkan dari atas,” katanya.

Tomo mengaku sudah berusaha lari dari kejaran material longsoran untuk mencari dataran lebih tinggi, namun dia tetap terjebak. “Saya didorong material tanah itu ke tebing. Kemudian terbawa arus hingga sekitar 300 meter dari lokasi awal, digulung-gulung sampai ke tepi sungai seperti molen ,” tuturnya.

Lumpur menyudutkannya hingga tangan kirinya terjepit sebuah pohon yang terseret longsoran dari atas. Hampir seluruh tubuhnya tertimbun lumpur dan hanya kepalanya yang muncul ke permukaan. “Untungnya posisi terakhir kepala berada di atas. Jadi saya masih bisa bernapas. Saya hanya berpikir pokoknya saya belum mau mati. Kemudian saya usap lumpur di wajah saya,” katanya.

Harapan hidupnya kembali muncul melihat banyak warga desa tetangganya memberikan pertolongan “Saya teriak minta tolong. Tapi nggak langsung nolong . Sebab posisi sungai sebagian tertutup lumpur dan sungainya dalam,” ujarnya. Tomo akhirnya berhasil dievakuasi warga Slatri. Tomo hanya mengalami luka ringan. Namun istri dan keponakannya sekeluarga tewas.

“Saya cuma lecet-lecet. Tapi istri dan keponakan beserta istri dan anaknya meninggal. Kebetulan keponakan saya dan anak istri nya sedang berkunjung ke rumah. Istri sudah saya makamkan, keponakan belum ketemu,” tuturnya lirih.

Dia berharap ada perhatian dari pemerintah. Sebab peka - rangannya sudah rata dengan tanah. “Untuk warga seperti kami mohon diperhatikan. Nggak enak juga kan kalau saya numpang anak saya terus. Sementara lahan saya sudah hilang,” katanya.

Prahayuda Febrianto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8206 seconds (0.1#10.140)