BNPB: Bencana Longsor Akibat Ulah Manusia
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan, umumnya bencana longsor, banjir, ataupun kebakaran hutan, akibat ulah manusia.
"80 persen bencana banjir, longsor, atau kebakaran hutan, itu ada campur tangan manusia, bukan faktor alam," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, di Jakarta, Senin (15/12/2014).
Sementara bencana alam akibat faktor alam, kata Sutopo, di antaranya adalah gempa bumi atau tsunami. Terkait bencana longsor di Banjarnegara, BNPB mengalisa bencana itu terjadi karena material penyusun Bukit Telagalele, bukit yang berada persis di atas Dusun Jemblung mengalami pelapukan.
"Material penyusun Bukit Telagalele adalah endapan vulkanik tua, sehingga solum tanah tebal dan ada pelapukan," tuturnya.
Adapun kemiringan lereng di Bukit Telagalele, kata dia, lebih dari 60 persen. Dia mengungkapkan, mahkota longsor berada tepat di kemiringan lereng 60 persen‎ hingga 80 persen.
Sebelumnya juga terjadi hujan besar pada 10-12 Desember yang lalu. Cuaca itu menyebabkan tanah jenuh dengan air. Apalagi saat hujan deras pada 10-11 Desember itu, sempat terjadi longsor kecil di salah satu sisi Bukti Telagalele.
"Tanaman di atas bukti adalah tanaman semusim, seperti palawija dan tanaman tahunan yang tidak rapat. Budidaya pertanian dengan tidak mengindahkan konservasi tanah dan air, di mana tidak ada terasering pada lereng tersebut," pungkasnya.
"80 persen bencana banjir, longsor, atau kebakaran hutan, itu ada campur tangan manusia, bukan faktor alam," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, di Jakarta, Senin (15/12/2014).
Sementara bencana alam akibat faktor alam, kata Sutopo, di antaranya adalah gempa bumi atau tsunami. Terkait bencana longsor di Banjarnegara, BNPB mengalisa bencana itu terjadi karena material penyusun Bukit Telagalele, bukit yang berada persis di atas Dusun Jemblung mengalami pelapukan.
"Material penyusun Bukit Telagalele adalah endapan vulkanik tua, sehingga solum tanah tebal dan ada pelapukan," tuturnya.
Adapun kemiringan lereng di Bukit Telagalele, kata dia, lebih dari 60 persen. Dia mengungkapkan, mahkota longsor berada tepat di kemiringan lereng 60 persen‎ hingga 80 persen.
Sebelumnya juga terjadi hujan besar pada 10-12 Desember yang lalu. Cuaca itu menyebabkan tanah jenuh dengan air. Apalagi saat hujan deras pada 10-11 Desember itu, sempat terjadi longsor kecil di salah satu sisi Bukti Telagalele.
"Tanaman di atas bukti adalah tanaman semusim, seperti palawija dan tanaman tahunan yang tidak rapat. Budidaya pertanian dengan tidak mengindahkan konservasi tanah dan air, di mana tidak ada terasering pada lereng tersebut," pungkasnya.
(san)