Longsor Banjarnegara Diakibatkan Tidak Stabilnya Lereng
A
A
A
SEMARANG - Pakar geologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Dwiyanto Joko Suprapto mengatakan, Longsor Banjarnegara diakibatkan tidak stabilnya lereng. Hal itu diakibatkan banyaknya lereng-lereng cukup curam sehingga memengaruhi kekuatan tanah.
"Kalau dari segi tanah, sebenarnya bagus dengan tanah merah seperti itu, karena faktor kecuraman lereng saja sehingga membuat kekuatan tanah di tempat itu tidak kuat sehingga lerengnya tidak stabil ketika curah hujan tinggi turun," ujarnya, Minggu (14/12/2014).
Dia menyebut, terjadinya tanah longsor dipengaruhi banyak faktor. Selain jenis tanah, juga kondisi lereng dan kekuatan tanahnya.
Faktor lainnya seperti tingginya curah hujan, faktor manusia yang membuat pemukiman dengan memangkas bukit sehingga menjadi curam dan membuatnya tidak stabil.
"Tanah yang paling mudah longsor itu jenis lempung murni, yakni tanah yang berasal dari pelapukan batu lempung. Tak harus curam betul bisa cepat longsor. Curah hujan juga perlu diwaspadai, jika curah hujan mencapai 80 mm perjam, itu jelas bahaya," katanya.
Di wilayah Jateng, seluruh wilayah yang memiliki daerah lereng berpotensi besar terjadi longsor. Terutama di kawasan-kawasan daerah terpencil.
Selain belum tersentuh teknologi untuk penguatan tanah, juga dikarenakan proses pemetaan yang masih bersifat umum dan belum spesifik.
"Sehingga untuk mengetahui dan melakukan penanggulangan sebelum terjadi bencana sulit dilakukan," tukasnya.
Dwiyanto menambahkan, sebenarnya ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk memperkuat kekuatan tanah agar tidak mudah longsor.
Diantaranya dengan metode suntik semen atau juga disebut dengan sistem grouting, sistem dinding pasang batu, hingga pengeprasan lereng agar tidak terlalu curam.
"Semua sistem yang dipakai juga harus sesuai dengan kondisi lapangan. Misal, untuk dinding pasang batu hanya sebatas bisa memperkuat lereng dengan ketinggian lima meter. Untuk ketinggian di atasnya, harus pakai metode lain, suntik semen atau bagian yang curam dikepras agar tidak curam dan membahayakan. Sedangkan untuk penanaman pohon, itu tidak berpengaruh banyak, karena akar pohon tidak bisa memperkuat kekuatan tanah," paparnya.
Dia juga menyoroti langkah penanggulangan tanah longsor yang selama ini tidak matang. Menurutnya, pemerintah perlu membuat organisasi atau badan khusus yang menangani masalah tanah longsor.
"Nah, wadah tersebut itu nanti yang bekerja dari mulai pemetaan secara rinci dan mendiskusikan langkah-langkah untuk mencegah timbulnya longsor, metode apa yang harus dipakai dan lainnya. Selama ini yang ada adalah tindakan setelah longsor terjadi, pencegahannya yang masih kurang," ungkapnya.
"Kalau dari segi tanah, sebenarnya bagus dengan tanah merah seperti itu, karena faktor kecuraman lereng saja sehingga membuat kekuatan tanah di tempat itu tidak kuat sehingga lerengnya tidak stabil ketika curah hujan tinggi turun," ujarnya, Minggu (14/12/2014).
Dia menyebut, terjadinya tanah longsor dipengaruhi banyak faktor. Selain jenis tanah, juga kondisi lereng dan kekuatan tanahnya.
Faktor lainnya seperti tingginya curah hujan, faktor manusia yang membuat pemukiman dengan memangkas bukit sehingga menjadi curam dan membuatnya tidak stabil.
"Tanah yang paling mudah longsor itu jenis lempung murni, yakni tanah yang berasal dari pelapukan batu lempung. Tak harus curam betul bisa cepat longsor. Curah hujan juga perlu diwaspadai, jika curah hujan mencapai 80 mm perjam, itu jelas bahaya," katanya.
Di wilayah Jateng, seluruh wilayah yang memiliki daerah lereng berpotensi besar terjadi longsor. Terutama di kawasan-kawasan daerah terpencil.
Selain belum tersentuh teknologi untuk penguatan tanah, juga dikarenakan proses pemetaan yang masih bersifat umum dan belum spesifik.
"Sehingga untuk mengetahui dan melakukan penanggulangan sebelum terjadi bencana sulit dilakukan," tukasnya.
Dwiyanto menambahkan, sebenarnya ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk memperkuat kekuatan tanah agar tidak mudah longsor.
Diantaranya dengan metode suntik semen atau juga disebut dengan sistem grouting, sistem dinding pasang batu, hingga pengeprasan lereng agar tidak terlalu curam.
"Semua sistem yang dipakai juga harus sesuai dengan kondisi lapangan. Misal, untuk dinding pasang batu hanya sebatas bisa memperkuat lereng dengan ketinggian lima meter. Untuk ketinggian di atasnya, harus pakai metode lain, suntik semen atau bagian yang curam dikepras agar tidak curam dan membahayakan. Sedangkan untuk penanaman pohon, itu tidak berpengaruh banyak, karena akar pohon tidak bisa memperkuat kekuatan tanah," paparnya.
Dia juga menyoroti langkah penanggulangan tanah longsor yang selama ini tidak matang. Menurutnya, pemerintah perlu membuat organisasi atau badan khusus yang menangani masalah tanah longsor.
"Nah, wadah tersebut itu nanti yang bekerja dari mulai pemetaan secara rinci dan mendiskusikan langkah-langkah untuk mencegah timbulnya longsor, metode apa yang harus dipakai dan lainnya. Selama ini yang ada adalah tindakan setelah longsor terjadi, pencegahannya yang masih kurang," ungkapnya.
(sms)