Warga Empat Desa Protes PLTA
A
A
A
BANDUNG BARAT - Ratusan warga yang berasal dari empat desa di dua kecamatan di Kabupaten Bandung Barat melakukan aksi penolakan pembangunan proyek access road PLTA Upper Cisokan.
Mereka yang melakukan protes adalah warga Desa Cijambu dan Sirnagalih, Kecamatan Cipongkor, bersama warga Desa Sukaresmi dan Cibitung, Kecamatan Rongga. Mereka menganggap proyek pembangunan PLTA itu merugikan masyarakat dengan memunculkan 487 kasus. Meskipun proyek pengerjaan di lapangan sudah di lengkapi dengan berbagai persyaratan administrasi, namun tidak menutup kemungkinan dalam pengerjaanya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat.
Bahkan warga mempertanyakan antara dokumen dengan pelaksanaan proyek yang diduga tidak sesuai. “Untuk membuktikannya perlu dilakukan evaluasi yang menyeluruh antara dokumen pe rencanaan dengan fakta di lapangan,” ucap Koordinator aksi Indra Agustina.
Menurutnya dampak di bangunnya access roaddi Kecamatan Cipongkor ada 117 kasus seperti kerusakan rumah, sawah, tanaman, gagal panen, terganggunya saluran air bersih dan irigasi. Juga terjadi polusi dan getaran yang menyebabkan rumah retak, longsor yang menimbun kolam ikan, tanaman padi, banjir, lumpur dan sebagainya.
Hal yang sama juga dialami warga Kecamatan Rongga yang dari identifikasi terdapat 310 kasus. “Tentunya dampak negatif yang dirasakan ma syarakat ha rus segera di selesaikan, jangan di biarkan warga men derita,” tegas dia. Terkait masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, ratusan masyarakat perwakilan dari empat desa dua kecamatan, menuntut agar dilakukan perbaikan lingkungan, baik aset pribadi, sarana umum dan kesehatan warga akibat proyek.
Termasuk melakukan evaluasi PT Bran tas Abibraya yang tidak meng indahkan aspek sosial dan lingkungan dalam mengerjakan proyek. Pemerintah juga dituntut harus melindungi masyarakat, dan melakukan kaji ulang terhadap izin Amdal Upper Cisokan pada 2007, Larap 2010, serta EMP di 2011.
Sementara itu, Asisten Pengendalian Kontrak PT PLN, Dito Fahrizal menyatakan, dengan adanya tuntutan warga maka pihaknya akan berkoordinasi dengan perusahaan PT Bran tas yang mengerjakan proyek tersebut. Koordinasi dilakukan sambil menyertakan data-data yang berasal dari warga untuk dibahas lebih lanjut. “Kami akan sampaikan semuanya terkait tuntutan yang berasal dari warga,” katanya.
Namun Dito tidak menjamin bahwa semua tuntutan warga akan dipenuhi, karena yang berwenang mengatasi persoalan ini adalah pihak perusahaan.
Raden Bagja Mulyana
Mereka yang melakukan protes adalah warga Desa Cijambu dan Sirnagalih, Kecamatan Cipongkor, bersama warga Desa Sukaresmi dan Cibitung, Kecamatan Rongga. Mereka menganggap proyek pembangunan PLTA itu merugikan masyarakat dengan memunculkan 487 kasus. Meskipun proyek pengerjaan di lapangan sudah di lengkapi dengan berbagai persyaratan administrasi, namun tidak menutup kemungkinan dalam pengerjaanya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat.
Bahkan warga mempertanyakan antara dokumen dengan pelaksanaan proyek yang diduga tidak sesuai. “Untuk membuktikannya perlu dilakukan evaluasi yang menyeluruh antara dokumen pe rencanaan dengan fakta di lapangan,” ucap Koordinator aksi Indra Agustina.
Menurutnya dampak di bangunnya access roaddi Kecamatan Cipongkor ada 117 kasus seperti kerusakan rumah, sawah, tanaman, gagal panen, terganggunya saluran air bersih dan irigasi. Juga terjadi polusi dan getaran yang menyebabkan rumah retak, longsor yang menimbun kolam ikan, tanaman padi, banjir, lumpur dan sebagainya.
Hal yang sama juga dialami warga Kecamatan Rongga yang dari identifikasi terdapat 310 kasus. “Tentunya dampak negatif yang dirasakan ma syarakat ha rus segera di selesaikan, jangan di biarkan warga men derita,” tegas dia. Terkait masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, ratusan masyarakat perwakilan dari empat desa dua kecamatan, menuntut agar dilakukan perbaikan lingkungan, baik aset pribadi, sarana umum dan kesehatan warga akibat proyek.
Termasuk melakukan evaluasi PT Bran tas Abibraya yang tidak meng indahkan aspek sosial dan lingkungan dalam mengerjakan proyek. Pemerintah juga dituntut harus melindungi masyarakat, dan melakukan kaji ulang terhadap izin Amdal Upper Cisokan pada 2007, Larap 2010, serta EMP di 2011.
Sementara itu, Asisten Pengendalian Kontrak PT PLN, Dito Fahrizal menyatakan, dengan adanya tuntutan warga maka pihaknya akan berkoordinasi dengan perusahaan PT Bran tas yang mengerjakan proyek tersebut. Koordinasi dilakukan sambil menyertakan data-data yang berasal dari warga untuk dibahas lebih lanjut. “Kami akan sampaikan semuanya terkait tuntutan yang berasal dari warga,” katanya.
Namun Dito tidak menjamin bahwa semua tuntutan warga akan dipenuhi, karena yang berwenang mengatasi persoalan ini adalah pihak perusahaan.
Raden Bagja Mulyana
(ftr)