Amsterdam van Java di Timur Jabar

Kamis, 04 Desember 2014 - 10:40 WIB
Amsterdam van Java di...
Amsterdam van Java di Timur Jabar
A A A
Jika Bandung terkenal dengan sebutan Parijs van Java, rasanya tak berlebihan jika Kota Cirebon disebut Amsterdam van Java.

Sebutan ini agaknya sesuai dengan letak geografis Kota Cirebon di pesisir utara Laut Jawa. Letak geografis inilah yang membuat Kota Cirebon pernah menjadi kawasan perdagangan internasional. Pelabuhan merupakan bagian terpenting kota ini yang menjadi pusat interaksi para pedagang dari luar negeri, seperti negara-negara Eropa maupun China, dahulu kala.

Setidaknya, peran pelabuhan yang mengembangkan daerah menjadi kawasan per dagangan inilah persamaan yang di miliki Kota Cirebon dengan Amsterdam. “Peran Pelabuhan Cirebon dulu sebagai pusat perdagangan terhitung besar bagi Cirebon. Seperti halnya Amsterdam yang dulu juga pelabuhannya berperan besar dalam masa keemasan Belanda. Dari segi itu, Kota Cirebon bisa juga disebut Amsterdam van Java,” ungkap Budayawan Cirebon Nurdin M Noer kepada KORAN SINDO.

Besarnya peran Pelabuhan Cirebon sendiri, diintisarikan dari buku Citra Kota Cirebon Dalam Arsip terbitan Arsip Nasional Republik Indonesia, dimulai ke tika kekuatan perdagangan Eropa berusaha mengirim armada ke perairan Nusantara sekitar akhir abad ke-16. Mereka mencoba memeroleh bagian dari perdagangan rempah-rempah.

Kekuatan perdagangan Eropa kala itu dikenal Vereenigde Oost Indische Compagnie(VOC). Saat itu, Cirebon sendiri masih berbentuk kerajaan. Dalam perjalanannya, tercipta hubungan ekonomi antara Cirebon dan VOC. VOC pernah mendapat hak monopoli atas impor kapas dan candu, ekspor lada, kayu, gula, beras, dan produk lain yang dikehendaki VOC.

Perdagangan pribumi Cirebon sendiri harus mendapat lisensi dari VOC dan sangat dibatasi. Dalam pendudukannya di Nusantara, VOC melakukan peningkatan pengaruhnya di Jawa Barat. Dari kerajaan, setelah 1705, VOC menempatkan daerah-daerah di Jabar di bawah seorang residen, salah satunya Residensi Cirebon. Konsep karesidenan berlaku pula pada masa Republik Indonesia.

Salah seorang gubernur Jabar yang dilantik pascapembagian wilayah Indonesia ke dalam delapan provinsi, salah satunya Jabar, yakni Soetardjo Kartohadi koesoemo membagi Jabar ke dalam lima karesidenan. Kelimanya masing-masing Banten, Priangan, Jakarta, Bogor, dan Cirebon. Karesidenan Cirebon terdiri dari Kabupaten Kuningan, Majalengka, Cirebon, Indramayu, dan Kota Otonom Cirebon.

Residen Cirebon pertama pada masa Republik Indonesia yakni Murdjani. Pada akhirnya, di 1957 status pemerintahan Cirebon berubah menjadi Kota Praja dengan luas wilayah 3.300 hektare dari sebelumnya 2.450 hektare. Setelah ditetapkan sebagai kotamadya pada 1965 dan luasnya terus mengalami pertambahan. Saat ini, Kota Cirebon dibagi dalam lima kecamatan, yakni Kejaksan, Lemahwungkuk, Kesambi, Pekalipan, dan Harjamukti.

Sejalan dengan perkembangan Kota Cirebon kini, yang hendak memfokuskan diri sebagai pusat perdagangan dan jasa di kawasan timur Jabar, Pelabuhan Cirebon pun berbenah. Berniat mengulang kejayaan pelabuhan Cirebon dulu, PT Pelindo II sebagai pengelolanya menyiapkan langkah-langkah perbaikan. “Pelabuhan Cirebon kini berperan sebagai pelabuhan pengumpan untuk mendukung aktivitas bongkar muat yang lebih besar di Tanjung Priok,” kata Manajer Operasional PT Pelindo II Cirebon Yossianus Marciano.

Dia menjelaskan, berbeda dengan Tanjung Priok, kedalaman perairan Cirebon tak memungkinkan kapalkapal besar berlabuh di Pelabuhan Cirebon. Itu sebabnya, aktivitas di Pelabuhan Cirebon pun terbatas. Menurut dia, pergeseran peran pelabuhan Cirebon kini dengan dulu berkaitan pula dengan evolusi kapal-kapal yang dioperasionalkan.

Kapal-kapal dulu terhitung kecil dan terhalang kedalaman perairan Cirebon masa itu. Ini juga dipengaruhi pendangkalan di sekitar perairan Cirebon. Salah satu target untuk itu berupa rencana reklamasi pantai di perairan Cirebon. Pengembangan ini kelak memungkinkan aktivitas pengangkutan di Pelabuhan Cirebon tak melulu batu bara, seperti yang sekarang terjadi, melainkan pula barang lain seperti kedelai, jagung, hingga angkutan orang.

Bahkan, target selanjutnya menjadikan Pelabuhan Cirebon sebagai objek wisata menarik di Kota Cirebon. Untuk ini pula, pihaknya sempat melakukan sterilisasi di areal Pelabuhan Cirebon. Sterilisasi dilakukan dengan melarang siapapun dan apapun yang hendak masuk tanpa izin ke dalam areal pelabuhan.

Namun, Wali Kota Cirebon Ano Sutrisno meyakinkan, seluruh kekayaan daerah yang sejatinya bisa menjadi potensi pengembangan kota akan dioptimalkannya. Semuanya hanya untuk bermuara pada satu hal, kesejahteraan masyarakat Kota Cirebon.

“Apa saja yang dimiliki Kota Cirebon masih dimungkinkan untuk terus dikembangkan, mulai dari pelabuhannya, sejarah yang terkandungnya, setiap kawasannya, dan hal lain. Tujuannya satu, tercapainya kesejahteraan warga Kota Cirebon,” tegas dia.

erika lia
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0785 seconds (0.1#10.140)