Tunggakan Raskin di Sumut Rp8,5 Miliar
A
A
A
MEDAN - Tunggakan pembayaran beras miskin (raskin) di Sumatera Utara pada 2014 mencapai Rp8,5 miliar. Sementara penyalurannya hingga 30 November, sudah 133.025.025 kg atau 99,04% dari pagu yang diberikan sebanyak 134.319.600 kg.
“Sementara total tunggakan sejak 1998 sebesar Rp9.576.961.000. Tunggakan yang sulit ditagihkan tahun 1998-2000, karena oknum yang bersangkutan sudah meninggal dan telah terjerat kasus hukum,” ungkap Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional (Divre) I Sumut, Fasikal Khairul Zaman, pada paparannya dengan Komisi B DPRD Sumut di gedung Dewan, Jalan Imam Bonjol, Medan, Selasa (2/12).
Bulog sendiri sudah melakukan upaya kerja sama dengan aparat penegak hukum dalam proses penyelesaian tunggakan. Selain itu, Bulog mengusulkan dilakukan pemutihan khusus tahun 1998-2000 ke Kementerian Keuangan.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut, Sabrina, mengatakan, tunggakan raskin di tahun-tahun sebelumnya sudah ditangani penegak hukum dan ada yang sudah divonis.
Pemprov Sumut sejauh ini hanya bisa menyurati pemerintah kabupaten/ kota yang masih menunggak pembayaran raskin. “Kami mengimbau tunggakan segera dibayarkan, terutama di tahun berjalan 2014 yang sudah mencapai Rp8,5 miliar. Kami juga sudah merekomendasikan kepada wali kota dan bupati untuk memecat aparat di bawahnya yang menyelewengkan raskin,” ujarnya.
Namun, tidak bisa dipungkiri persoalan tunggakan selalu menjadi masalah setiap tahunnya. Meskipun oknum yang bertanggung jawab sudah dihukum dan diberhentikan, masalah tetap terulang kembali. Bahkan, sampai ada kepala daerah kabupaten/kota yang meminjam uang untuk menalangi sementara tunggakan tersebut. “Mereka malu daerahnya menunggak raskin,” ucap Sabrina.
Selain masalah tunggakan, data rumah tangga sasaran (RTS) juga sering menjadi kendala di lapangan. Masih ada yang kurang tepat penyalurannya, sehingga ada masyarakat miskin yang belum mendapatkan raskin.
Namun, karena daerah hanya mendapatkan data berdasarkan nama dan alamat penerima raskin dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), mereka tidak bisa mengubahnya begitu saja, apalagi menggantikannya. “Dulu memang data itu dari daerah berjenjang ke pusat. Tapi karena sempat ada temuan penyelewengan data penerima raskin di daerah, maka diambil alih oleh pusat,” kata Sabrina.
Sejauh ini, mereka hanya bisa meminta masyarakat desa melakukan musyawarah untuk mendata penerima raskin dan diajukan ke pemerintah pusat. Meskipun ada yang sudah berubah, masih banyak yang belum diakomodasi.
Sejumlah anggota Komisi B DPRD Sumut sebelumnya mengungkapkan, beberapa warga miskin yang mereka temui saat reses banyak mengeluh karena tidak mendapatkan raskin. Sementara yang dianggap mampu justru mendapatkannya. Karena itu, umumnya mereka bertanya soal distribusi dan pendataan penerima raskin yang selama ini dianggap kurang valid.
“Ada lima orang yang protes kepada saya saat reses mempertanyakan kenapa mereka tidak dapat raskin. Makanya kami pertanyakan di forum ini,” kata anggota DPRD Sumut Fraksi PDIP, Wasner Sianturi.
M Rinaldi Khair
“Sementara total tunggakan sejak 1998 sebesar Rp9.576.961.000. Tunggakan yang sulit ditagihkan tahun 1998-2000, karena oknum yang bersangkutan sudah meninggal dan telah terjerat kasus hukum,” ungkap Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional (Divre) I Sumut, Fasikal Khairul Zaman, pada paparannya dengan Komisi B DPRD Sumut di gedung Dewan, Jalan Imam Bonjol, Medan, Selasa (2/12).
Bulog sendiri sudah melakukan upaya kerja sama dengan aparat penegak hukum dalam proses penyelesaian tunggakan. Selain itu, Bulog mengusulkan dilakukan pemutihan khusus tahun 1998-2000 ke Kementerian Keuangan.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut, Sabrina, mengatakan, tunggakan raskin di tahun-tahun sebelumnya sudah ditangani penegak hukum dan ada yang sudah divonis.
Pemprov Sumut sejauh ini hanya bisa menyurati pemerintah kabupaten/ kota yang masih menunggak pembayaran raskin. “Kami mengimbau tunggakan segera dibayarkan, terutama di tahun berjalan 2014 yang sudah mencapai Rp8,5 miliar. Kami juga sudah merekomendasikan kepada wali kota dan bupati untuk memecat aparat di bawahnya yang menyelewengkan raskin,” ujarnya.
Namun, tidak bisa dipungkiri persoalan tunggakan selalu menjadi masalah setiap tahunnya. Meskipun oknum yang bertanggung jawab sudah dihukum dan diberhentikan, masalah tetap terulang kembali. Bahkan, sampai ada kepala daerah kabupaten/kota yang meminjam uang untuk menalangi sementara tunggakan tersebut. “Mereka malu daerahnya menunggak raskin,” ucap Sabrina.
Selain masalah tunggakan, data rumah tangga sasaran (RTS) juga sering menjadi kendala di lapangan. Masih ada yang kurang tepat penyalurannya, sehingga ada masyarakat miskin yang belum mendapatkan raskin.
Namun, karena daerah hanya mendapatkan data berdasarkan nama dan alamat penerima raskin dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), mereka tidak bisa mengubahnya begitu saja, apalagi menggantikannya. “Dulu memang data itu dari daerah berjenjang ke pusat. Tapi karena sempat ada temuan penyelewengan data penerima raskin di daerah, maka diambil alih oleh pusat,” kata Sabrina.
Sejauh ini, mereka hanya bisa meminta masyarakat desa melakukan musyawarah untuk mendata penerima raskin dan diajukan ke pemerintah pusat. Meskipun ada yang sudah berubah, masih banyak yang belum diakomodasi.
Sejumlah anggota Komisi B DPRD Sumut sebelumnya mengungkapkan, beberapa warga miskin yang mereka temui saat reses banyak mengeluh karena tidak mendapatkan raskin. Sementara yang dianggap mampu justru mendapatkannya. Karena itu, umumnya mereka bertanya soal distribusi dan pendataan penerima raskin yang selama ini dianggap kurang valid.
“Ada lima orang yang protes kepada saya saat reses mempertanyakan kenapa mereka tidak dapat raskin. Makanya kami pertanyakan di forum ini,” kata anggota DPRD Sumut Fraksi PDIP, Wasner Sianturi.
M Rinaldi Khair
(ftr)