Sejak Kecil Radang Otak, Dina Butuh Bantuan
A
A
A
KAJEN - Setiap orang tua berharap anak mereka lahir dan tumbuh sempurna tanpa kekurangan sedikit pun.
Namun, apa daya jika akhirnya sang anak menderita suatu penyakit yang tidak diinginkan. Seperti yang dialami Abdul Syukur, 28, dan Indahwati, 24, warga Dukuh Tengah, Desa Tangkil Tengah, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan. Anak semata wayangnya bernama Dina Sofa Istifadah menderita radang otak.
Sehingga sejak kecil hingga gadis yang kini berusia enam tahun itu, dia hanya tergolek di tempat tidur. Padahal, anak seusianya setidaknya sudah mengenyam pendidikan sekolah dasar. “Sakit itu sudah sejak bayi. Sekarang usianya enam tahun. Jadi, selama ini juga belum sekolah, seharusnya ya sudah kelas TK besar atau kelas 1 SD,” kata Indahwati.
Sakit itu bermula saat anaknya mengalami panas tinggi dan kejang-kejang pada usia sekitar delapan bulan. Anaknya itu juga nyaris koma. “Pernah sampai hampir koma, jadi kami bawa ke RS Pekajangan. Alhamdulillah setelah ditangani bisa selamat. Namun, keadaannya seperti ini (lumpuh dan tidak bisa bicara). Kata dokternya saat itu kena radang otak,” ungkapnya.
Selama ini Dina hanya beberapa kali mendapatkan perawatan medis karena tidak ada biaya untuk memeriksakan kesehatan sang anak tersebut. “Kadang cuma periksa ke dokter. Sebab, kami tidak punya biayanya. Kemarin sempat dirawat juga di RSUD Kraton beberapa hari, itu juga biaya Jamkesmas. Katanya dokter nggak bisa sembuh, tapi tetap disuruh berdoa untuk kesembuhannya,” papar Indahwati.
Meski begitu, Indahwati akan terus berupaya demi kesembuhan sang buah hati. Dia optimistis penyakit anaknya itu bisa disembuhkan. “Rencana mau kami coba pengobatan alternatif juga. Tapi kalau misal ada bantuan operasi untuk Dina, tetap akan saya terima. Yang penting anak saya bisa sembuh seperti anak yang lain,” ucapnya.
Abdul Syukur mengaku tidak memiliki uang membawa anaknya berobat. Dia hanya bekerja sebagai kuli bangunan. “Penghasilan saya sehari ya standar upah untuk kuli bangunan di sini yakni Rp50.000. Kalau pas tidak ada garapan, ya saya nganggur di rumah. Istri juga ibu rumah tangga biasa. Sehingga untuk biaya hidup sehari-hari juga kadang masih kurang,” ungkapnya.
Dina bersama kedua orang tuanya hanya tinggal di rumah sederhana berukuran 4 x 9 meter, berdinding bata, dan berlantaikan tanah. Mereka merupakan keluarga kurang mampu sehingga membutuhkan uluran tangan yang berpunya untuk biaya kesembuhan buah hatinya.
Prahayuda Febrianto
Namun, apa daya jika akhirnya sang anak menderita suatu penyakit yang tidak diinginkan. Seperti yang dialami Abdul Syukur, 28, dan Indahwati, 24, warga Dukuh Tengah, Desa Tangkil Tengah, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan. Anak semata wayangnya bernama Dina Sofa Istifadah menderita radang otak.
Sehingga sejak kecil hingga gadis yang kini berusia enam tahun itu, dia hanya tergolek di tempat tidur. Padahal, anak seusianya setidaknya sudah mengenyam pendidikan sekolah dasar. “Sakit itu sudah sejak bayi. Sekarang usianya enam tahun. Jadi, selama ini juga belum sekolah, seharusnya ya sudah kelas TK besar atau kelas 1 SD,” kata Indahwati.
Sakit itu bermula saat anaknya mengalami panas tinggi dan kejang-kejang pada usia sekitar delapan bulan. Anaknya itu juga nyaris koma. “Pernah sampai hampir koma, jadi kami bawa ke RS Pekajangan. Alhamdulillah setelah ditangani bisa selamat. Namun, keadaannya seperti ini (lumpuh dan tidak bisa bicara). Kata dokternya saat itu kena radang otak,” ungkapnya.
Selama ini Dina hanya beberapa kali mendapatkan perawatan medis karena tidak ada biaya untuk memeriksakan kesehatan sang anak tersebut. “Kadang cuma periksa ke dokter. Sebab, kami tidak punya biayanya. Kemarin sempat dirawat juga di RSUD Kraton beberapa hari, itu juga biaya Jamkesmas. Katanya dokter nggak bisa sembuh, tapi tetap disuruh berdoa untuk kesembuhannya,” papar Indahwati.
Meski begitu, Indahwati akan terus berupaya demi kesembuhan sang buah hati. Dia optimistis penyakit anaknya itu bisa disembuhkan. “Rencana mau kami coba pengobatan alternatif juga. Tapi kalau misal ada bantuan operasi untuk Dina, tetap akan saya terima. Yang penting anak saya bisa sembuh seperti anak yang lain,” ucapnya.
Abdul Syukur mengaku tidak memiliki uang membawa anaknya berobat. Dia hanya bekerja sebagai kuli bangunan. “Penghasilan saya sehari ya standar upah untuk kuli bangunan di sini yakni Rp50.000. Kalau pas tidak ada garapan, ya saya nganggur di rumah. Istri juga ibu rumah tangga biasa. Sehingga untuk biaya hidup sehari-hari juga kadang masih kurang,” ungkapnya.
Dina bersama kedua orang tuanya hanya tinggal di rumah sederhana berukuran 4 x 9 meter, berdinding bata, dan berlantaikan tanah. Mereka merupakan keluarga kurang mampu sehingga membutuhkan uluran tangan yang berpunya untuk biaya kesembuhan buah hatinya.
Prahayuda Febrianto
(ftr)