Trans Mebidang Proyek Mubazir
A
A
A
MEDAN - Realisasi angkutan massal di Sumatera Utara (Sumut) melalui Trans Mebidang (Medan-Binjai-Deliserdang) masih jauh panggang dari api. Program ini pun terancam jadi proyek mubazir.
Hingga kini, kesiapan ketiga pemerintah kabupaten/kota masih diragukan lantaran sejauh ini sarana yang dibutuhkan belum tersedia. Bahkan, Kepala Dinas Perhubungan Sumut, Anthoni Siahaan, belum dapat memastikan kapan Trans Mebidang bisa dioperasionalkan. Padahal, Trans Mebidang merupakan program yang harusnya dijalankan tahun ini.
“Harapannya tahun ini juga bisa dioperasionalkan. Menteri akan segera mengirimkan 28 bus lagi.” “Tapi saya belum tahu kapan pastinya. Sebenarnya kami targetkan tahun ini, tapi kita tidak tahu masalahnya apa di kementerian (Kementerian Perhubungan). Yang jelas, anggarannya diadakan tahun ini dan harus tahun ini dioperasionalkan. Kalau tahun depan akan jadi masalah,” ujarnya, kemarin.
Sementara itu, hingga kini ketiga pemerintah kabupaten/kota belum menyiapkan sarana yang dibutuhkan untuk Trans Mebidang. Kota Medan misalnya, belum ada tanda-tanda perbaikan atau pembangunan baru halte untuk Trans Mebidang.
Setiap kali disinggung dengan pembangunan halte, Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan, Renward Parapat, selalu berdalih pembangunannya akan selesai akhir tahun ini. “Pokoknya akhir tahun sudah selesai,” ujarnya singkat. Berdasarkan pantauan KORAN SINDO MEDAN, hingga kini memang belum ada tanda-tanda perbaikan atau pembangunan halte sebagai sarana yang dibutuhkan Trans Mebidang.
Sementara itu, Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, mengatakan, sebenarnya angkutan massal merupakan salah satu solusi atas dampak harga bahan bakar minyak (BBM) yang baru saja dinaikkan Presiden Joko Widodo. Artinya, pengurangan subsidi BBM sangat tepat dijadikan momentum bagi pemerintah untuk pengadaan transportasi publik yang murah dan mudah diakses masyarakat.
“Berdasarkan informasi yang saya terima, saat ini ketersediaan bus DAMRI yang bisa langsung membawa penumpang dari Binjai ke Medan hanya tiga armada, dan Medan ke Lubukpakam hanya delapan armada. Saya menerima informasi juga penumpang banyak berdiri. Artinya, angkutan publik seperti DAMRI ini sangat dibutuhkan dan harusnya kenaikan harga BBM dijadikan momentum untuk menambah angkutan publik. Trans Mebidang ini tepat sekali,” tuturnya.
Namun, kesiapan pemerintah sepertinya kurang. Pasalnya, sampai saat ini tidak ada tanda-tanda pengerjaan pembangunan halte yang dibutuhkan untuk operasional Trans Mebidang. “Kesannya proyek ini hanya menghabiskan anggaran saja. Lihatlah halte-halte yang ada di pinggir jalan sepanjang jalan di Medan, itu baru saja dibangun sudah rusak. Ini mau ada Trans Mebidang, tapi belum ada tanda-tanda persiapannya. Kita jadi pesimistis, takutnya ini hanya jadi proyek gagal. Padahal, masyarakat sudah menunggu angkutan massal yang nyaman dan murah,” ucapnya.
Menurutnya, untuk mewujudkan angkutan massal ini pemerintah harus punya komitmen kuat. “Tapi sepertinya pemerintah kurang serius, sehingga pelaksanaannya tidak jelas,” ujarnya. Sejumlah masyarakat juga pesimistis angkutan massal tersebut bisa terwujud tahun ini.
Apalagi sosialisasi Dinas Perhubungan sangat minim. Aisah, 29, warga Tanjung Sari, Medan, misalnya, mengaku sosialisasi dari pemerintah terkait program ini belum pernah dia dengar. Dia berharap pemerintah serius mengoperasionalkan angkutan massal ini, terlebih sekarang ongkos angkutan umum sudah naik.
“Angkutan umum sekarang ongkosnya sudah mahal, mau ke Binjai angkotnya sudah lain, mau ke Langkat angkotnya lain lagi. Pokoknya sekali naik, ongkosnya bertambah lagi. Kalau sudah ada bus yang langsung, lebih efisien,”ujarnya. Hal yang sama dikatakan Puji Lestari, 25, warga Deliserdang.
Sebagai karyawan salah satu perusahaan di Medan, dia berharap bus Trans Mebidang bisa terwujud. Sebab, untuk menuju Medan harus mengeluarkan ongkos angkutan umum sebesar Rp20.000 setiap harinya. Apalagi sekarang ongkos sudah naik, tentu pengeluaran jauh lebih besar, tidak sebanding dengan gaji yang dia terima per bulan.
Eko agustyo fb
Hingga kini, kesiapan ketiga pemerintah kabupaten/kota masih diragukan lantaran sejauh ini sarana yang dibutuhkan belum tersedia. Bahkan, Kepala Dinas Perhubungan Sumut, Anthoni Siahaan, belum dapat memastikan kapan Trans Mebidang bisa dioperasionalkan. Padahal, Trans Mebidang merupakan program yang harusnya dijalankan tahun ini.
“Harapannya tahun ini juga bisa dioperasionalkan. Menteri akan segera mengirimkan 28 bus lagi.” “Tapi saya belum tahu kapan pastinya. Sebenarnya kami targetkan tahun ini, tapi kita tidak tahu masalahnya apa di kementerian (Kementerian Perhubungan). Yang jelas, anggarannya diadakan tahun ini dan harus tahun ini dioperasionalkan. Kalau tahun depan akan jadi masalah,” ujarnya, kemarin.
Sementara itu, hingga kini ketiga pemerintah kabupaten/kota belum menyiapkan sarana yang dibutuhkan untuk Trans Mebidang. Kota Medan misalnya, belum ada tanda-tanda perbaikan atau pembangunan baru halte untuk Trans Mebidang.
Setiap kali disinggung dengan pembangunan halte, Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan, Renward Parapat, selalu berdalih pembangunannya akan selesai akhir tahun ini. “Pokoknya akhir tahun sudah selesai,” ujarnya singkat. Berdasarkan pantauan KORAN SINDO MEDAN, hingga kini memang belum ada tanda-tanda perbaikan atau pembangunan halte sebagai sarana yang dibutuhkan Trans Mebidang.
Sementara itu, Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, mengatakan, sebenarnya angkutan massal merupakan salah satu solusi atas dampak harga bahan bakar minyak (BBM) yang baru saja dinaikkan Presiden Joko Widodo. Artinya, pengurangan subsidi BBM sangat tepat dijadikan momentum bagi pemerintah untuk pengadaan transportasi publik yang murah dan mudah diakses masyarakat.
“Berdasarkan informasi yang saya terima, saat ini ketersediaan bus DAMRI yang bisa langsung membawa penumpang dari Binjai ke Medan hanya tiga armada, dan Medan ke Lubukpakam hanya delapan armada. Saya menerima informasi juga penumpang banyak berdiri. Artinya, angkutan publik seperti DAMRI ini sangat dibutuhkan dan harusnya kenaikan harga BBM dijadikan momentum untuk menambah angkutan publik. Trans Mebidang ini tepat sekali,” tuturnya.
Namun, kesiapan pemerintah sepertinya kurang. Pasalnya, sampai saat ini tidak ada tanda-tanda pengerjaan pembangunan halte yang dibutuhkan untuk operasional Trans Mebidang. “Kesannya proyek ini hanya menghabiskan anggaran saja. Lihatlah halte-halte yang ada di pinggir jalan sepanjang jalan di Medan, itu baru saja dibangun sudah rusak. Ini mau ada Trans Mebidang, tapi belum ada tanda-tanda persiapannya. Kita jadi pesimistis, takutnya ini hanya jadi proyek gagal. Padahal, masyarakat sudah menunggu angkutan massal yang nyaman dan murah,” ucapnya.
Menurutnya, untuk mewujudkan angkutan massal ini pemerintah harus punya komitmen kuat. “Tapi sepertinya pemerintah kurang serius, sehingga pelaksanaannya tidak jelas,” ujarnya. Sejumlah masyarakat juga pesimistis angkutan massal tersebut bisa terwujud tahun ini.
Apalagi sosialisasi Dinas Perhubungan sangat minim. Aisah, 29, warga Tanjung Sari, Medan, misalnya, mengaku sosialisasi dari pemerintah terkait program ini belum pernah dia dengar. Dia berharap pemerintah serius mengoperasionalkan angkutan massal ini, terlebih sekarang ongkos angkutan umum sudah naik.
“Angkutan umum sekarang ongkosnya sudah mahal, mau ke Binjai angkotnya sudah lain, mau ke Langkat angkotnya lain lagi. Pokoknya sekali naik, ongkosnya bertambah lagi. Kalau sudah ada bus yang langsung, lebih efisien,”ujarnya. Hal yang sama dikatakan Puji Lestari, 25, warga Deliserdang.
Sebagai karyawan salah satu perusahaan di Medan, dia berharap bus Trans Mebidang bisa terwujud. Sebab, untuk menuju Medan harus mengeluarkan ongkos angkutan umum sebesar Rp20.000 setiap harinya. Apalagi sekarang ongkos sudah naik, tentu pengeluaran jauh lebih besar, tidak sebanding dengan gaji yang dia terima per bulan.
Eko agustyo fb
(bbg)