Bupati Sukabumi Usulkan KHL Rp1,9 Juta
A
A
A
SUKABUMI - Bupati Sukabumi Sukmawijaya mengusulkan nilai kebutuhan hidup layak (KHL) mencapai kurang lebih Rp1,9 juta. Besaran tersebut akan menjadi dasar utama penentuan upah minimum kabupaten (UMK) untuk tahun 2015.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi Aam Amar Halim menerangkan besaran KHL yang telah diusulkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat itu merupakan hasil pertimbangan Bupati Sukmawijaya. Pasalnya, pada saat proses penetapan KHL di tingkat dewan pengupahan daerah sempat berjalan alot.
Kondisi itu disebabkan adanya perbedaan antara hasil survei KHL versi organisasi buruh yakni Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dengan hasil survei versi dewan pengupahan. SPSI mendesak agar besaran KHL yang harus diusulkan kepada pemerintah daerah sebesar kurang lebih Rp2 juta.
Angka tersebut merupakan hasil survei lapangan yang dilakukan SPSI di empat pasar tradisional. Sementara, dewan pengupahan daerah ngotot besaran KHL sekitar Rp1,742.881.
"Karena deadlock, maka penetapan KHL diserahkan sepenuhnya kepada Pak Bupati. Hasilnya, besaran KHL ditetapkan Rp1,9 juta. Angka inilah yang sudah diusulkan kepada Pak Gubernur beberapa hari lalu," ujar Aam.
Sementara itu, Pimpinan Cabang Konfederasi SP TSK-SPSI Mochammad Popon menerangkan, organisasinya sangat menolak besaran angka KHL versi dewan pengupahan daerah. Alasannya, saat proses penentuan KHL, dewan pengupahan hanya melakukan survei di tiga pasar. Karena itu, besaran KHL yang diputuskan sangat minim.
Sementara, SPSI melakukan survei di empat pasar sehingga besaran kebutuhan hidup layak berada pada angka Rp2 juta.
"Kini besaran KHL sudah ditetapkan oleh Bupati. Kami (SPSI) sangat mendukung sekali keputusan Beliau, sebab angka KHL yang diusulkan kepada Pemda Provinsi Jabar jauh lebih tinggi dari angka KHL versi dewan pengupahan," tegas Popon.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi Aam Amar Halim menerangkan besaran KHL yang telah diusulkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat itu merupakan hasil pertimbangan Bupati Sukmawijaya. Pasalnya, pada saat proses penetapan KHL di tingkat dewan pengupahan daerah sempat berjalan alot.
Kondisi itu disebabkan adanya perbedaan antara hasil survei KHL versi organisasi buruh yakni Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dengan hasil survei versi dewan pengupahan. SPSI mendesak agar besaran KHL yang harus diusulkan kepada pemerintah daerah sebesar kurang lebih Rp2 juta.
Angka tersebut merupakan hasil survei lapangan yang dilakukan SPSI di empat pasar tradisional. Sementara, dewan pengupahan daerah ngotot besaran KHL sekitar Rp1,742.881.
"Karena deadlock, maka penetapan KHL diserahkan sepenuhnya kepada Pak Bupati. Hasilnya, besaran KHL ditetapkan Rp1,9 juta. Angka inilah yang sudah diusulkan kepada Pak Gubernur beberapa hari lalu," ujar Aam.
Sementara itu, Pimpinan Cabang Konfederasi SP TSK-SPSI Mochammad Popon menerangkan, organisasinya sangat menolak besaran angka KHL versi dewan pengupahan daerah. Alasannya, saat proses penentuan KHL, dewan pengupahan hanya melakukan survei di tiga pasar. Karena itu, besaran KHL yang diputuskan sangat minim.
Sementara, SPSI melakukan survei di empat pasar sehingga besaran kebutuhan hidup layak berada pada angka Rp2 juta.
"Kini besaran KHL sudah ditetapkan oleh Bupati. Kami (SPSI) sangat mendukung sekali keputusan Beliau, sebab angka KHL yang diusulkan kepada Pemda Provinsi Jabar jauh lebih tinggi dari angka KHL versi dewan pengupahan," tegas Popon.
(zik)