Stop Penurunan Muka Tanah

Senin, 10 November 2014 - 15:06 WIB
Stop Penurunan Muka...
Stop Penurunan Muka Tanah
A A A
SEMARANG - Rob dan banjir masih menjadi ancaman bagi warga Kota Semarang, khususnya di wilayah bawah.

Beragam program penanggulangan yang telah dilakukan belum sepenuhnya membebaskan masyarakat dari ancaman bencana tersebut. Di beberapa wilayah di Kota Semarang, banjir dan rob selalu datang hampir setiap tahun. Sebut saja di Kecamatan Tugu, Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Semarang Utara, Kecamatan Semarang Timur, Pedurungan, Gayamsari dan Kecamatan Genuk.

Pengadaan pompa dan kolam retensi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang hanya solusi jangka pendek untuk menangani rob dan banjir. Hal itu karena penyebabnya tidak semata masalah drainase, tapi juga muka tanah yang sudah berada di bawah air pasang laut. Penurunan muka tanah ini lah yang menjadi faktor utama penyebab rob dan banjir. Penurunan muka tanah bisa menimbulkan dampak yang besar.

Semarang diprediksi dalam 10 tahun bisa tenggelam, khususnya kawasan Kota Lama. Laju penurunan muka tanah di Semarang 20 sentimeter per tahun.Karena itu, permasalahan ini harus segera di atasi. Penurunan muka tanah merupakan akibat ulah manusia sehingga izin pengambilan air tanah harus diperketat. Penggunaan ABT mengarah pada eksploitasi sehingga harus dibatasi.

Penggunaan ABT hanya boleh di daerah yang belum terlayani PDAM. Sekretaris Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Energi Sumber Daya Mineral (PSDA ESDM) Kota Semarang Rosyid Hudoyo mengatakan tahun ini hanya 27 dari 40 pemohon pemanfaatan ABT yang diizinkan.

Semua karena daerahnya belum terjangkau layanan PDAM, seperti di Patemon, Tambakrejo, Tambakaji, Wonosari, Jangli, Mijen, Manyaran, Mangunharjo, dan Beringin. Pemanfaatan ABT itu pun hanya dibatasi 3 tahun. Setiap tahun izin harus diperpanjang. Jika sudah ada layanan PDAM perpanjangan tidak diberikan.

Sementara daerah yang sudah terlayani PDAM permohonan ABT pasti ditolak. Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Semarang GunawanSaptogirimengatakan, pihaknya kini tengah mengembangkan rain water harvesting (pemanenan air hujan) sebagai upaya mengurangi penggunaan air tanah oleh masyarakat.

Metode ini cukup sederhana, butiran air hujan yang jatuh ditangkap penangkap air hujan, yang bisa berupa atap bangunan. Air hujan lalu dialirkan talang atau pipa-pipa ke tempat penampungan. Meski sederhana, alat ini memberi manfaat yang nyata. Pemanenan air hujan ini dapat mengendalikan banjir karena air hujan tak langsung ke saluran.

“Selama musim hujan air melimpah, bisa ditampung dalam sebuah bak penampungan agar dapat digunakan pada musim kemarau,” ucapnya. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyatakan, Pemkot Semarang sudah membuat pengaturan air bawah tanah, yakni Perda No 2/2013 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah (ABT). Izin penggunaan air tanah telah diperketat dan tak ada tebang pilih dalam penerapannya.

Pengambilan air tanah yang digunakan untuk usaha wajib memiliki izin. Bahkan untuk usaha kecil, seperti untuk tempat cuci kendaraan, tempat koskosan, atau usaha-usaha lain yang memanfaatkan air bawah tanah. “Untuk mengatasi penurunan muka tanah, masyarakat khususnya industri dan hotel harus bisa mengeliminasi penggunaan air bawah tanah. Usaha kita, PDAM harus bisa memenuhi kebutuhan air di masyarakat,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Wiwin Subiyono mengakui bahwa pihaknya sudah mengesahkan Perda tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Perda ini diharapkan menjadi payung hukum bagi pemkot untuk menindak dan mengendalikan aktivitas pengambilan air bawah tanah di Kota ATLAS. Perda ini bisa menjadi jawaban atas persoalan lingkungan di kota ini khususnya yang terkait dengan pengambilan air bawah tanah.

“Perda ini merupakan konsekuensi dari pelimpahan wewenang ABT yang dulu ditangani pemprov, sekarang menjadi tanggung jawab pemkot,” ujarnya. Wiwin Subiyono membenarkan selama ini banyak persoalan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas pengambilan air bawah tanah. Salah satunya penurunan muka tanah yang mengakibatkan banjir.

Hotel, restoran, dan bangunan-bangunan lain yang punya basement masuk kategori penggunaan air permukaan tanah. Keberadaan basement berstatus mengurangi volume air tanah. Sebab, ada kegiatan penggalian tanah yang begitu dalam. “Penggalian tanah yang dalam akan berdampak pada air bawah tanah,” ucapnya.

Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi mendesak pemkot segera membuat perwal dari Perda Sistem Induk Drainse. Perda tersebut sebagai upaya dalam mengendalikan masalah banjir, rob, penurunan muka tanah, dan lainnya oleh pemerintah. Sebelum musim hujan tiba diharapkan perwal tersebut sudah jadi.

M abduh
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0740 seconds (0.1#10.140)