APBPSU Ingin Jadikan Medan Kota Wisata Batu Akik
A
A
A
FENOMENA mengoleksi batu akik di kalangan masyarakat khususnya di Sumatera Utara (Sumut) tidak lagi hanya sebagai kegemaran belaka.
Kini, maraknya penjual dan pembeli yang tidak pernah sepi memunculkan ambisi baru para kolektor yang biasanya juga menjual dengan menjadikan Kota Medan sebagai Kota Wisata Batu Akik. Cita-cita itu sepertinya bukanlah isapan jempol semata. Kini, sekitar 100 lebih pengusaha dan kolektor batu akik atau yang biasa disebut orang Medan sebagai batu cincin telah membuat kesepakatan menyewa sebagian besar stan di lantai II Plaza Palladium, Jalan Kapten Maulana Lubis yang pembukaan resmi (grand opening) dilakukan tanggal 1 Desember mendatang.
Para pedagang dan pengoleksi batu akik tersebut berada dalam wadah organisasi Asosiasi Pecinta Batu Permata Sumatera Utara (APBPSU) dan diketuai M Batubara itu akan membuka usaha yang memudahkan para pengoleksi untuk menambah koleksimiliknya, lantaranusahabatu akik dari hulu ke hilir berada di tempat itu. Wakil Sekretaris APBPSU, Forneman, 37, mengatakan, mulai dari menggosok sampai membuat barang jadi ada di sana.
Menjual barang-barang antik hingga menyepuh cincin batu akik. Khusus di Sumut ini yang penjualnya sampai ratusan baru di Palladium. Selama ini beberapa penjual menjual di tempat yang kurang representatif. Dengan lokasi di dalam plaza kan membuat nama penjual batu ini jadi lebih baik. Medan juga tidak lagi hanya sebagai kota wisata kuliner, tapi juga batu akik, serta didukung pemerintahnya” ujar Forneman, belum lama ini.
Sedangkan dari sisi ekonomi, APBPSU berharap kehadiran pedagang batu akik tersebut di pusat perbelanjaan modern akan meningkatkan taraf hidup para penjualnya dan bahkan bisa dikunjungi wisatawan baik dalam maupun luar negeri. “Dengan batu, masyarakat bisa bersatu tanpa memandang kelas atau tidak lagi ada kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin karena penggemar batu ini dari kalangan menengah ke bawah hingga kalangan atas,” ungkapnya.
Denganhadirnyasentra penjualan batu akik tersebut menurutnya tidak lagi hanya terfokus pada Rawa Bening di Jakarta yang menjadi satu-satunya tempat penjualan batu akik. Neyman yang memiliki ratusan koleksi batu akik mulai dari permata hingga batu Sungai Dareh tersebut juga menegaskan, dengan adanya stan batu akik di Plaza Grand Palladium, masyarakat yang menjadi pengoleksi pemula batu akik tidak akan tertipu, lantaran pedagang di plaza itu merupakan bagian dari APBPSU.
“Ya, kami sebagai organisasi yang memiliki sertifikat dari Kesbanglinmas Sumut, menjadi satu organisasi yang sah dan tentunya kami tidak menjual barang-barang palsu,” kata pria yang juga ikut mengontrak salah satu stan di plaza tersebut.
Sementara itu, bagi orang yang menjadi pengoleksi pemula, dia menganjurkan banyak membaca referensi soal batu mulia. Lalu, bertanya kepada yang ahli sebelum akhirnya memutuskan untuk membelinya. “Pemula kami dianjurkan jangan membeli dulu. Bagusnya melihat majalah referensi agar saat dia mampu membeli tidak kecolongan dengan membeli harga mahal tapi tertipu kualitas batunya. Saya juga seperti itu, bertanya kepada yang lebih berpengalaman. Ada garansi yang diberikan baru kita berani membelinya,” ungkap pria yang mulai menggemari batu akik sejak 15 tahun lalu itu.
Selain mengurangi kesenjangan sosial, para pemakai batu akik menurut Neyman akan memancarkan aura positif dan menghilangkan stres, depresim, hingga hal-hal psikologis yang tidak baik lainnya. Neyman menceritakan, sekitar 15 tahun lalu, Medan belum memiliki pasar batu mulia, para pghobi dan kolektor juga terbatas pada orang yang berkantong tebal lantaran batu akik hanya bisa dibeli di toko-toko emas. Yang dulu terdengar hanya di Rawa Bening dan pembelinya juga tidak semarak sekarang.
“Namun dengan bergulirnya waktu, batu permata ini mulai digandrungi semua umur. Jadi mereka menganggap batu itu sekarang sebagai aksesori untuk menambah penampilan. Jadi, tidak lagi sebagai mitos yang terkesan berbau mistis untuk pelet dan ilmu pengasihan dan sejenisnya,” katanya. Menanggapi kehadiran sentra batu akik di Kota Medan, Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, menyambut baik hal tersebut.
Menurutnya, di tengah aneka wisata yang bisa dinikmati wisatawan saat berkunjung ke Kota Medan, sentra batu akik yang berada di sebelah Kantor Wali Kota Medan itu bisa menjadi salah satu alternatif. “Ya, adanya sentra belanja batu akik itu sebuah terobosan yang bagus dan menambah khazanah pariwisata di Kota Medan, terutama bagi masyarakat yang menggemari dan mengoleksinya,” ungkap Eldin.
Menurut Eldin, Medan tidak lagi terkenal sebagai tempat wisata dengan bangunan bersejarah dan kuliner serta berbagai tempat menarik yang bisa dikunjungi, tetapi juga sebagai ikon pasar batu akik.
Syukri amal
Kini, maraknya penjual dan pembeli yang tidak pernah sepi memunculkan ambisi baru para kolektor yang biasanya juga menjual dengan menjadikan Kota Medan sebagai Kota Wisata Batu Akik. Cita-cita itu sepertinya bukanlah isapan jempol semata. Kini, sekitar 100 lebih pengusaha dan kolektor batu akik atau yang biasa disebut orang Medan sebagai batu cincin telah membuat kesepakatan menyewa sebagian besar stan di lantai II Plaza Palladium, Jalan Kapten Maulana Lubis yang pembukaan resmi (grand opening) dilakukan tanggal 1 Desember mendatang.
Para pedagang dan pengoleksi batu akik tersebut berada dalam wadah organisasi Asosiasi Pecinta Batu Permata Sumatera Utara (APBPSU) dan diketuai M Batubara itu akan membuka usaha yang memudahkan para pengoleksi untuk menambah koleksimiliknya, lantaranusahabatu akik dari hulu ke hilir berada di tempat itu. Wakil Sekretaris APBPSU, Forneman, 37, mengatakan, mulai dari menggosok sampai membuat barang jadi ada di sana.
Menjual barang-barang antik hingga menyepuh cincin batu akik. Khusus di Sumut ini yang penjualnya sampai ratusan baru di Palladium. Selama ini beberapa penjual menjual di tempat yang kurang representatif. Dengan lokasi di dalam plaza kan membuat nama penjual batu ini jadi lebih baik. Medan juga tidak lagi hanya sebagai kota wisata kuliner, tapi juga batu akik, serta didukung pemerintahnya” ujar Forneman, belum lama ini.
Sedangkan dari sisi ekonomi, APBPSU berharap kehadiran pedagang batu akik tersebut di pusat perbelanjaan modern akan meningkatkan taraf hidup para penjualnya dan bahkan bisa dikunjungi wisatawan baik dalam maupun luar negeri. “Dengan batu, masyarakat bisa bersatu tanpa memandang kelas atau tidak lagi ada kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin karena penggemar batu ini dari kalangan menengah ke bawah hingga kalangan atas,” ungkapnya.
Denganhadirnyasentra penjualan batu akik tersebut menurutnya tidak lagi hanya terfokus pada Rawa Bening di Jakarta yang menjadi satu-satunya tempat penjualan batu akik. Neyman yang memiliki ratusan koleksi batu akik mulai dari permata hingga batu Sungai Dareh tersebut juga menegaskan, dengan adanya stan batu akik di Plaza Grand Palladium, masyarakat yang menjadi pengoleksi pemula batu akik tidak akan tertipu, lantaran pedagang di plaza itu merupakan bagian dari APBPSU.
“Ya, kami sebagai organisasi yang memiliki sertifikat dari Kesbanglinmas Sumut, menjadi satu organisasi yang sah dan tentunya kami tidak menjual barang-barang palsu,” kata pria yang juga ikut mengontrak salah satu stan di plaza tersebut.
Sementara itu, bagi orang yang menjadi pengoleksi pemula, dia menganjurkan banyak membaca referensi soal batu mulia. Lalu, bertanya kepada yang ahli sebelum akhirnya memutuskan untuk membelinya. “Pemula kami dianjurkan jangan membeli dulu. Bagusnya melihat majalah referensi agar saat dia mampu membeli tidak kecolongan dengan membeli harga mahal tapi tertipu kualitas batunya. Saya juga seperti itu, bertanya kepada yang lebih berpengalaman. Ada garansi yang diberikan baru kita berani membelinya,” ungkap pria yang mulai menggemari batu akik sejak 15 tahun lalu itu.
Selain mengurangi kesenjangan sosial, para pemakai batu akik menurut Neyman akan memancarkan aura positif dan menghilangkan stres, depresim, hingga hal-hal psikologis yang tidak baik lainnya. Neyman menceritakan, sekitar 15 tahun lalu, Medan belum memiliki pasar batu mulia, para pghobi dan kolektor juga terbatas pada orang yang berkantong tebal lantaran batu akik hanya bisa dibeli di toko-toko emas. Yang dulu terdengar hanya di Rawa Bening dan pembelinya juga tidak semarak sekarang.
“Namun dengan bergulirnya waktu, batu permata ini mulai digandrungi semua umur. Jadi mereka menganggap batu itu sekarang sebagai aksesori untuk menambah penampilan. Jadi, tidak lagi sebagai mitos yang terkesan berbau mistis untuk pelet dan ilmu pengasihan dan sejenisnya,” katanya. Menanggapi kehadiran sentra batu akik di Kota Medan, Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, menyambut baik hal tersebut.
Menurutnya, di tengah aneka wisata yang bisa dinikmati wisatawan saat berkunjung ke Kota Medan, sentra batu akik yang berada di sebelah Kantor Wali Kota Medan itu bisa menjadi salah satu alternatif. “Ya, adanya sentra belanja batu akik itu sebuah terobosan yang bagus dan menambah khazanah pariwisata di Kota Medan, terutama bagi masyarakat yang menggemari dan mengoleksinya,” ungkap Eldin.
Menurut Eldin, Medan tidak lagi terkenal sebagai tempat wisata dengan bangunan bersejarah dan kuliner serta berbagai tempat menarik yang bisa dikunjungi, tetapi juga sebagai ikon pasar batu akik.
Syukri amal
(ars)