Manfaatkan Abu Vulkanik untuk Bahan Baku Lukisan
A
A
A
Nama Moris Siregar mulai melambung sebagai pelukis setelah memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) untuk kategori lukisan berbahan limbah sawit berukuran 4x12 meter pada Agustus lalu.
Moris juga pernah membuat sejumlah lukisan unik, di antaranya lukisan berbahan limbah teh, lukisan berbahan limbah cangkang telur, dan lukisan berbahan abu rokok. Kini, Moris berkreasi membuat lukisan berbahan abu vulkanik. Hasilnya, tidak kalah indahnya dibandingkan lukisan berbahan limbah yang dia hasilkan sebelumnya. Moris berencana menyumbangkan hasil penjualan lukisan berbahan abu vulkanik itu kepada pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung.
“Ide ini muncul ketika saya menyaksikan televisi yang menayangkan kondisi para pengungsi Gunung Sinabung. Seketika itu, langsung muncul ide membuat lukisan berbahan abu vulkanik. Ide itu muncul dibarengi rasa kemanusiaan saya untuk menyumbangkan hasil penjualan lukisan berbahan abu vulkanik tersebut,” ungkap Moris kepada KORAN SINDO MEDAN saat ditemui di sela-sela pameran properti, di Hotel Santika, Medan, kemarin.
Untuk membuat satu lukisan, Moris membutuhkan 300 gram abu vulkanik. Abu vulkanik tersebut kemudian dicairkan sehingga menghasilkan warna hitam dan abu-abu. “Sebelumnya saya sudah membeli abu vulkanik langsung ke Desa Tiga Nderket sebanyak enam goni. Seluruh abu vulkanik itu saya hargai Rp50.000. Padahal saat itu, harga abu vulkanik per goninya hanya Rp3.000 sampai Rp5.000,” paparnya.
Untuk menghasilkan warna hitam, Moris mencampurkan abu vulkanik dengan bubuk arang. Sedangkan warna abu-abu cukup dengan memperbanyak lem perekat di dalam campuran abu vulkanik tersebut. Abu vulkaniknya dicairkan dan diolah sehingga mirip cat. Setelah itu dilukis di atas kanvas.
“Tingkat kesulitannya memang tidak terlalu rumit. Hanya saja, tekstur abu vulkanik agak kasar. Satu lukisan bisa diselesaikan dalam satu hari,” paparnya. Sebagai langkah awal memasarkan karyanya itu, Moris memilih turut terlibat dalam pameran properti yang berlangsung di Hotel Santika Medan. Seluruh lukisan yang dipamerkan bertemakan Gunung Sinabung, di antaranya Desa Berastepu Sinabung, Stary Night In Berastagi, Berteduh, dan Open Your Eyes .
Rencananya, Moris bersama rekan-rekan pelukis lainnya akan membuat 50 lukisan lagi. Lukisan tersebut akan dijual dari orang ke orang. “Selama ini, kami sudah menggandeng sejumlah sponsor. Langkah awalnya lukisan itu akan kami jual ke sponsor-sponsor tersebut. Paling tidak, kami menjualnya ke orang-orang yang sudah kami kenal dulu. Untungnya, saat pembukaan pameran properti tadi, sejumlah pejabat sudah memesan lukisan ini. Sebab, lukisan ini sangat cocok dipajang di perkantoran, lobi hotel, bahkan ruang tamu di rumah,” papar warga Medan Helvetia tersebut.
Dia membanderol lukisan untuk ukuran 100x80 cm seharga Rp1 juta hingga Rp3 juta. Nantinya, 70% dari hasil penjualan lukisan tersebut akan disumbangkan kepada pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung. Sementara sisanya akan dikembalikan ke pelukis sebagai modal membeli bahan-bahan perlengkapan lukisan seperti kain kanvas.
Dicky Irawan
Medan
Moris juga pernah membuat sejumlah lukisan unik, di antaranya lukisan berbahan limbah teh, lukisan berbahan limbah cangkang telur, dan lukisan berbahan abu rokok. Kini, Moris berkreasi membuat lukisan berbahan abu vulkanik. Hasilnya, tidak kalah indahnya dibandingkan lukisan berbahan limbah yang dia hasilkan sebelumnya. Moris berencana menyumbangkan hasil penjualan lukisan berbahan abu vulkanik itu kepada pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung.
“Ide ini muncul ketika saya menyaksikan televisi yang menayangkan kondisi para pengungsi Gunung Sinabung. Seketika itu, langsung muncul ide membuat lukisan berbahan abu vulkanik. Ide itu muncul dibarengi rasa kemanusiaan saya untuk menyumbangkan hasil penjualan lukisan berbahan abu vulkanik tersebut,” ungkap Moris kepada KORAN SINDO MEDAN saat ditemui di sela-sela pameran properti, di Hotel Santika, Medan, kemarin.
Untuk membuat satu lukisan, Moris membutuhkan 300 gram abu vulkanik. Abu vulkanik tersebut kemudian dicairkan sehingga menghasilkan warna hitam dan abu-abu. “Sebelumnya saya sudah membeli abu vulkanik langsung ke Desa Tiga Nderket sebanyak enam goni. Seluruh abu vulkanik itu saya hargai Rp50.000. Padahal saat itu, harga abu vulkanik per goninya hanya Rp3.000 sampai Rp5.000,” paparnya.
Untuk menghasilkan warna hitam, Moris mencampurkan abu vulkanik dengan bubuk arang. Sedangkan warna abu-abu cukup dengan memperbanyak lem perekat di dalam campuran abu vulkanik tersebut. Abu vulkaniknya dicairkan dan diolah sehingga mirip cat. Setelah itu dilukis di atas kanvas.
“Tingkat kesulitannya memang tidak terlalu rumit. Hanya saja, tekstur abu vulkanik agak kasar. Satu lukisan bisa diselesaikan dalam satu hari,” paparnya. Sebagai langkah awal memasarkan karyanya itu, Moris memilih turut terlibat dalam pameran properti yang berlangsung di Hotel Santika Medan. Seluruh lukisan yang dipamerkan bertemakan Gunung Sinabung, di antaranya Desa Berastepu Sinabung, Stary Night In Berastagi, Berteduh, dan Open Your Eyes .
Rencananya, Moris bersama rekan-rekan pelukis lainnya akan membuat 50 lukisan lagi. Lukisan tersebut akan dijual dari orang ke orang. “Selama ini, kami sudah menggandeng sejumlah sponsor. Langkah awalnya lukisan itu akan kami jual ke sponsor-sponsor tersebut. Paling tidak, kami menjualnya ke orang-orang yang sudah kami kenal dulu. Untungnya, saat pembukaan pameran properti tadi, sejumlah pejabat sudah memesan lukisan ini. Sebab, lukisan ini sangat cocok dipajang di perkantoran, lobi hotel, bahkan ruang tamu di rumah,” papar warga Medan Helvetia tersebut.
Dia membanderol lukisan untuk ukuran 100x80 cm seharga Rp1 juta hingga Rp3 juta. Nantinya, 70% dari hasil penjualan lukisan tersebut akan disumbangkan kepada pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung. Sementara sisanya akan dikembalikan ke pelukis sebagai modal membeli bahan-bahan perlengkapan lukisan seperti kain kanvas.
Dicky Irawan
Medan
(ars)