Manfaatkan Limbah Kayu, Raup Omzet Jutaan Rupiah
A
A
A
SEMARANG - Meski lokasi berada di bantaran Kali Semarang yang kumuh, Kampung Sumeneban, Kecamatan Semarang Tengah, menyimpan potensi tersendiri.
Puluhan masyarakat di kampung yang terletak di belakang Pasar Johar Semarang itu ternyata memiliki kreativitas dalam bidang kerajinan kayu yang luar biasa.
Bukan sembarang kreativitas, mereka juga mampu memanfaatkan limbah kayu menjadi kerajinan unik dan bernilai ekonomis. Dari tangan dingin mereka, limbah-limbah kayu bekas industri furniture itu mampu disulap menjadi puzzle ataupun meja belajar anak.
Salah satu pengrajin, Amir (60) mengatakan, sudah menekuni usaha pembuatan meja pulvis atau meja belajar anak sejak sepuluh tahun terakhir. Kini, dalam sebulan ia mampu menjual 1.000 meja belajar anak itu ke berbagai daerah di Indonesia.
"Awalnya hanya iseng, melihat limbah furniture yang kebanyakan dibuang. Setelah coba-coba, akhirnya kepikiran untuk memanfaatkannya sebagai meja belajar," kata dia, Rabu (5/11/2014).
Amir mengaku tidak memiliki kemampuan di bidang pertukangan. Semuanya dilakukan secara otodidak dan pelan-pelan. "Ndak punya basic tukang, tapi terus belajar. Sekarang dalam sehari mampu menghasilkan 50 meja belajar siap jual," imbuhnya sambil tersenyum.
Untuk penjualannya, Amir membanderol Rp20 ribu untuk setiap meja belajar kecil itu. Harga itu bisa lebih murah jika pembelian dilakukan dalam partai besar. "Biasanya pedagang kulakan langsung ke sini. Kalau banyak, saya biasa jual Rp15 ribu per buah," paparnya.
Dalam satu bulan, Amir mengaku mampu menjual 1.000 meja belajar itu. Omzet yang didapatkannya berkisar 5-10 juta. "Kalau lagi ramai bisa lebih banyak. Rata-rata Rp5 juta per bulan," pungkasnya.
Selain Amir, ada puluhan warga kampung Sumeneban yang menekuni usaha kerajinan kayu. Salah satunya Adi Sugiarto, 43. Berbeda dengan Amir, Adi lebih berkonsentrasi dalam pembuatan mainan anak berupa puzzle dari kayu.
"Bahannya dari tripleks, kemudian ditempel gambar-gambar yang disukai anak-anak kemudian dipotong-potong membentuk puzzle. Dalam sehari saya mampu menghasilkan 50 lebih puzzle," ujarnya.
Puzzle-puzzle itu dijual ke berbagai daerah di Indonesia. Selain Semarang dan sekitarnya, banyak pembeli dari Jakarta, Bandung, DIY, bahkan Bali yang meminati produknya itu.
"Awalnya hanya coba-coba, ternyata banyak yang minat dan menghasilkan. Bahkan saya sering tak mampu memenuhi pesanan dari pembeli," imbuhnya.
Dalam sebulan, dia mampu menjual lebih dari 1.000 puzzle hasil kreasinya itu. Untuk setiap puzzle, ia membanderol dengan harga Rp4.000. "Omzet perbulan sekitar 6 juta. Tapi kalau sepi ya paling Rp2-4 juta saja," paparnya.
Puluhan masyarakat di kampung yang terletak di belakang Pasar Johar Semarang itu ternyata memiliki kreativitas dalam bidang kerajinan kayu yang luar biasa.
Bukan sembarang kreativitas, mereka juga mampu memanfaatkan limbah kayu menjadi kerajinan unik dan bernilai ekonomis. Dari tangan dingin mereka, limbah-limbah kayu bekas industri furniture itu mampu disulap menjadi puzzle ataupun meja belajar anak.
Salah satu pengrajin, Amir (60) mengatakan, sudah menekuni usaha pembuatan meja pulvis atau meja belajar anak sejak sepuluh tahun terakhir. Kini, dalam sebulan ia mampu menjual 1.000 meja belajar anak itu ke berbagai daerah di Indonesia.
"Awalnya hanya iseng, melihat limbah furniture yang kebanyakan dibuang. Setelah coba-coba, akhirnya kepikiran untuk memanfaatkannya sebagai meja belajar," kata dia, Rabu (5/11/2014).
Amir mengaku tidak memiliki kemampuan di bidang pertukangan. Semuanya dilakukan secara otodidak dan pelan-pelan. "Ndak punya basic tukang, tapi terus belajar. Sekarang dalam sehari mampu menghasilkan 50 meja belajar siap jual," imbuhnya sambil tersenyum.
Untuk penjualannya, Amir membanderol Rp20 ribu untuk setiap meja belajar kecil itu. Harga itu bisa lebih murah jika pembelian dilakukan dalam partai besar. "Biasanya pedagang kulakan langsung ke sini. Kalau banyak, saya biasa jual Rp15 ribu per buah," paparnya.
Dalam satu bulan, Amir mengaku mampu menjual 1.000 meja belajar itu. Omzet yang didapatkannya berkisar 5-10 juta. "Kalau lagi ramai bisa lebih banyak. Rata-rata Rp5 juta per bulan," pungkasnya.
Selain Amir, ada puluhan warga kampung Sumeneban yang menekuni usaha kerajinan kayu. Salah satunya Adi Sugiarto, 43. Berbeda dengan Amir, Adi lebih berkonsentrasi dalam pembuatan mainan anak berupa puzzle dari kayu.
"Bahannya dari tripleks, kemudian ditempel gambar-gambar yang disukai anak-anak kemudian dipotong-potong membentuk puzzle. Dalam sehari saya mampu menghasilkan 50 lebih puzzle," ujarnya.
Puzzle-puzzle itu dijual ke berbagai daerah di Indonesia. Selain Semarang dan sekitarnya, banyak pembeli dari Jakarta, Bandung, DIY, bahkan Bali yang meminati produknya itu.
"Awalnya hanya coba-coba, ternyata banyak yang minat dan menghasilkan. Bahkan saya sering tak mampu memenuhi pesanan dari pembeli," imbuhnya.
Dalam sebulan, dia mampu menjual lebih dari 1.000 puzzle hasil kreasinya itu. Untuk setiap puzzle, ia membanderol dengan harga Rp4.000. "Omzet perbulan sekitar 6 juta. Tapi kalau sepi ya paling Rp2-4 juta saja," paparnya.
(lis)