Gubernur: Jabar Siaga Ebola

Selasa, 04 November 2014 - 11:37 WIB
Gubernur: Jabar Siaga...
Gubernur: Jabar Siaga Ebola
A A A
BANDUNG - Wabah penyakit ebola yang telah menyebar ke beberapa negara, membuat Pemprov Jabar menyiapkan segala hal sebagai bentuk antisipasi. Apalagi, suspect Ebola ditemukan di Kediri dan Madiun, Jatim.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar telah diperintahkan untuk siaga dalam menghadapi penyebaran virus mematikan itu. “Kami telah koordinasikan dengan berbagai pihak. Saya juga perintahkan Dinkes untuk siaga,” kata Heryawan kemarin.

Dia berharap di Jabar tidak ada suspect Ebola seperti di Jatim. Warga diimbau untuk sementara waktu menghindari bepergian kawasan Afrika barat, seperti Guinea, Liberia, Siera Leon, Sudan, dan Nigeria.

Sedangkan untuk kawasan Timur Tengah, lantaran dikunjungi orang dari berbagai bangsa, pemerintah setempat telah melakukan berbagai antisipasi. “Untuk kemaslahatan, negara sumber ebola dilarang umroh dan haji. Ya lebih bagus,” ujar Gubernur yang akrab disapa Aher ini.

Disinggung mengenai TKI yang bekerja di negara endemis ebola, Heryawan pun meminta agar dipantau terus. Pemantauan itu terutama dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). “Perlu dipantau ketika ada yang pulang dari luar negeri. Harus ada perlakuan khusus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” tutur Aher.

Dia mengungkapkan, segera berkoordinasi dengan pengelola bandara untuk meng antisipasi penyebaran virus ebola. Pemprov Jabar mendukung pemeriksaan kesehatan di bandara terhadap penumpang yang baru datang dari kawasan terdampak (Afrika barat). “Sebuah kehati-hatian pemeriksaan khusus harus ada. Mungkin kalau yang selewat, turis biasa. Tapi kalau TKI kan beda ya,” ungkap Gubernur.

Kepala Dinkes Jabar Alma Lucyati mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai antisipasi terhadap masuknya ebola ke Indonesia. Salah satu antisipasi yang dilakukan adalah, menyiapkan sarana dan prasarana, tujuh rumah sakit (RS) yang siap untuk menangani kasus ebola, diantaranya, RS Hasan Sadikin dan Rotinsulu Bandung, RSUD Garut, Gunung Jati Cirebon, Sukabumi, dan Subang. “Yang jelas, RS yang kami siapkan dulu untuk menangani SARS,” kata Alma.

Selain itu, ujar Kadinkes, pihaknya juga menyiapkan tenaga medis di seluruh kabupaten/kota di Jabar. Dinas kesehatan di daerah juga diminta lebih waspada dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahayanya virus ebola.

Alma mengungkapkan, pemeriksaan laboratorium terhadap suspect ebola dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sejauh ini, belum ada indikasi warga Jabar terinveksi ebola. Sejak awal virus ebola merebak, Kemenkes telah mengingatkan semua daerah untuk siaga.

Menurut Alma, penyakit ebola ini disebabkan oleh virus yang merusak sistem darah. Orang yang terjangkit virus ebola, darahnya akan keluar dari hidung, telinga, dan lain-lain. Virus ini, ditularkan oleh cairan, keringat, lendir, darah, dan urin penderita. “Orang akan tertular kalau bersentuhan langsung dengan penderita ebola. Penyakit akan cepat berkembang pada lingkungan kotor, termasuk ebola,” ungkap Alma.

Dia berharap masyarakat yang mengalami gejala tertentu dan baru pulang dari negara endemis, mengaku, dan tak menutup-nutupi. “Kami mohon warga kooperatif untuk sama-sama melakukan pencegahan,” imbau dia.

Kepala Sub Bagian Humas dan Protokoler RSHS Nurul Wulandhani mengatakan, pihaknya telah siaga dengan menyiapkan ruangan isola Flamboy an dan tim dokter khusus penanganan dan penyebaran virus berbahaya ini. Tim Penanganan Kasus Infeksi Khusus ini telah terbentuk sejak 2011.

Flamboyan selama ini digunakan untuk mengisolasi pasien yang diduga terjangkit virus mematikan, seperti flu burung, middle east respiratory syn drome coronavirus (MERS), dan severe acute respiratory syndrome (SARS).

Tim ini terdiri dari dokter penyakit dalam, kesehatan anak, radilogi rehabilitas, ahli perawatam intensif, dan beberapa bidang kesehatan lain. “Kami memiliki tim dokter khusus untuk virus-virus mematikan seperti ebola,” kata Nurul.

Sementara itu, RSUD Gunung Jati Kota Cirebon menyiapkan ruang isolasi khusus untuk merawat suspect atau pasien positif terjangkit ebola. Ruang itu terdiri atas dua intensive care unit (ICU) dan dua kamar perawatan. Sebelumnya ruangan ini untuk menghadapi kasus flu burung.

“Ketika tengah ramai penyebaran virus flu burung, pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan membangun ruang isolasi bagi penderita pada 2011. Kami hanya menyediakan lahan,” kata Direktur Utama RSUD Gunung Jati Heru Purwanto kemarin.

Sejak dibangun hingga sekarang, ruang isolasi itu sendiri belum pernah digunakan untuk merawat penderita flu burung. Kini, ruang isolasi tersebut kembali dipersiapkan untuk menghadapi ebola.

Selain mempersiapkan ruang isolasi, pihaknya juga mem persiapkan dokter maupun perawat yang memperoleh pelatihan khusus untuk menangani penyakit tertentu, seperti flu burung dan ebola. Ruang isolasi sendiri dilengkapi peralatan khusus, termasuk pula sistem pendingin, akses keluar masuk, ruang pemandian jenazah (mortuary), monitoring, dan radiologi.

Dirut mengemukakan, suspect ebola akan diisolasi di ruangan ini. “Masyarakat yang baru datang dari Arab dan Afrika, sebaiknya mewaspadai penyebaran virus ini dengan memeriksakan diri jika merasa tak sehat seperti demam,” ujar dia.

Netty Supartiasih, salah seorang dokter di RSUD Gunung Jati mengungkapkan, potensi wabah ebola di Indonesia secara umum, nol. “Virus ebola berasal dari binatang tertentu, seperti unta, babi, kelelawar, dan lain-lain. Pada manusia, penyebaran virus ini bukan melalui udara melainkan kontak langsung dengan penderita, terutama lewat cairan tubuh seperti darah, keringat, dan lain-lain,” kata Netty.

Penderita mengalami gejala mirip malaria dan demam berdarah yang ditandai demam tinggi, pusing, nyeri persendian, dan ruam-ruam. Jika terlambat ditangani, berdampak pada kematian. Pasalnya, virus ebola menyerang organ hati dan ginjal penderita.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Hening Widiatmoko mengatakan, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berangkat ke daerah endemik virus ebola seperti Afrika tidak ada yang menjadi pembantu rumah tangga.

“Sebagian besar TKI yang berangkat ke negara endemik virus ebola merupakan pekerja pertambangan atau konstruksi yang memiliki SOP tertentu dan standar kesehatan yang baik. Jadi sudah ada protap (prosedur tetap) K3 (kesehatan dan keselamatan kerja) nya,” kata Hening kemarin.

Dia mengungkapkan, mencari kerja di luar negeri termasuk di daerah endemik virus ebola merupakan hak siapa pun karena masing-masing orang pasti sudah mempertimbangkan risikonya. Yang pasti, Disnakertrans Jabar berupaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya keamanan kesehatan di negara tujuan kerja.

“Tentu mencegah lebih baik dari pada mengobati. Jangan sampai banyak TKI terkena bahaya. Tidak hanya terjangkit virus ebola, tapi juga keamanan lain seperti negara tujuan kerja merupakan daerah konflik,” ungkap dia.

Terkait jumlah pasti TKI dari Jabar yang ada di negara endemik virus ebola, Hening mengaku, Disnakertrans Jabar tak memiliki data. Saat ini pihaknya mengimbau masyarakat yang hendak mencari kerja ke negara endemik virus ebola untuk mengurungkan niat sementara hingga waktu yang belum bisa di tentukan.

Yugi Prasetyo/ Anne Rufaidah/ Erika Lia
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1926 seconds (0.1#10.140)