BERSENANDUNG DI JALANAN BANDUNG

Senin, 03 November 2014 - 16:33 WIB
BERSENANDUNG DI JALANAN BANDUNG
BERSENANDUNG DI JALANAN BANDUNG
A A A
Syair lagu berjudul Kupaksa untuk Melangkah dari musisi balada kawakan Iwan Fals yang dinyanyikan ulang sejumlah musisi Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) jadi jembatan bagi pengunjung untuk menyelami lebih dalam potret kehidupan penyanyi jalanan di Kota Bandung.

Lantunan syair lagu yang mereka sampaikan merupakan bentuk dari gaya elegan bagaimana mereka mengais rezeki halal dengan suara serak yang menggugah pendengar. Secara kasat mata, penampilan musisi jalanan memang tak bisa dibedakan dengan kebanyakan pengamen yang selama ini dianggap negatif masyarakat.

Meski ada sebagian di antaranya yang berpenampilan necis, namun tak sedikit juga yang sengaja berpenampilan urakan dengan rambut gondrong, kaos lusuh dan celana jins belel. Dengan kepiawaian mereka dalam bermusik, terlebih dalam aksi panggung mereka di Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-24 KPJ bertajuk “Harmony Kerinduan” di Stadion Persib, Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung seolah mampu menghapus penilaian negatif tentang keberadaan musisi jalanan.

Tak hanya dari kalangan penyanyi jalanan senior seperti Ganjar Noor, Ato Sakral, Iwan Palsu, Mas Martha, dan sejumlah penyanyi lainnya. Sejumlah musisi jalanan dari kalangan muda, juga turut serta menyumbangkan aksi panggung yang memukau. Sebut band O’Rock yang piawai membawakan lagu Welcome to the Jungle dari Guns N Roses, dan She’s Gone dari Steel Heart. Memasuki malam hari, aksi panggung pun semakin memanas. Berbagai musisi jalanan yang hadir dalam momen reuni KPJ itu, mulai memadati area penonton, mengapresiasi pertunjukan grup balada Klopas.

Suasana haru dan keceriaan para musisi itu terpancar jelas saat mereka menyanyi dan menari mengikuti alunan lagu-lagu yang disuguhkan Klopas. Band Balada itu mengguncang antusiasme penonton dengan menembangkan sejumlah lagu Iwan Fals seperti lagu Hio, Nyanyian Jiwa, Tikus-Tikus Kantor, Serenada dari Steven & Coconut Treez, dan sejumlah lagu lainnya.

Di sela-sela acara, Wandi, salah seorang anggota KPJ Bandung menuturkan perkembangan penyanyi jalanan saat ini tentu sudah semakin tertata dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bahkan penyanyi jalanan kini tak identik lagi dengan aksi premanisme. “Meski kami di jalanan, tapi keseriusan dalam bermusik terus kami jaga. Soalnya untuk menghibur warga, kualitas bermusik harus tetap dijaga.

Selain itu, kehidupan kami tentu jauh dari aksi premanisme dan kriminal,” jelas Wandi. Meski kini aktivitas mengamennya tak lagi di Kota Bandung, namun jejaring dari KPJ lah yang mengantarkannya mengamen di berbagai kota. Misalnya saja rutinitasnya mengamen di Jalur bus Jati Bening, Bekasi saat ini. “Keberadaan KPJ tentu sangat positif, selain mengangkat citra penyanyi jalanan.

Dengan persaudaraan di KPJ, kami bisa berinteraksi dengan sesama penyanyi jalanan di kota lain,” jelasnya. Ketua KPJ Jabar, Chardi Senja menuturkan keberadaan kelompok ini memang ditujukan untuk menginisiasi potensi musisi yang memiliki karya. Sehingga dengan bakat yang dimilikinya, mereka bisa menjadi bekal kehidupan untuk diri sendiri dan keluarga. Sejauh ini juga, menurutnya KPJ terus berupa menjadi mitra pemerintah yang untuk mengurangi aktivitas mengamen di jalanan.

“Aktivitas mengamen di perempatan jalan, mungkin akan terus ada. Dan mereka tentu bukan anggota kami, tapi selama ini kami berupaya juga membina mereka dengan menawarkan cara mengamen yang nyeni, tidak meresahkan. Karena sebagai penyanyi jalanan, bermain musik juga tidak boleh sembarang,” ungkap Chardi. Tak seperti aktivitas pengamen di jalanan yang meresahkan masyarakat.

Para anggota KPJ memiliki gaya tersendiri dalam mengamen. Misalnya dengan cara mengamen di sejumlah terminal seperti Terminal Leuwi Panjang dan Cicaheum, kafe-kafe, serta hotel-hotel di Kota Bandung.

“Kami setuju bila ada operasi penertiban pengamen di perempatan, karena yang seperti itu memang perlu dibina. Keberadaan KPJ, tentu bukan untuk menambah populasi mengamen di jalan, justru untuk mengurangi angka itu. Karena mengamen tentu bukan hasil mengemis, tapi menjual karya,” jelas Chardi. Pendapat senada disampaikan Ketua KPJ Bandung Yayan Haryanto.

Menurutnya aktivitas mengamen yang meresahkan masyarakat juga menjadi perhatian dirinya. Untuk itu, keberadaan KPJ hingga saat ini untuk mengurangi aksi pengamen yang meresahkan. Berdasarkan data KPJ, jumlah anggota yang aktif saat ini telah mencapai 70 orang. Untuk memperjelas identitas, mereka yang tergabung dalam KPJ juga telah dilengkapi dengan kartu tanda anggota (KTA). “Bila ada aktivitas yang meresahkan, seperti mengamen di perempatan. Itu tentu bukan anggota kami, dan tentu menjadi kewenangan aparat untuk menindaknya dan kami juga tentu mendukung,” jelas Yayan. Secara singkat dia menuturkan, populasi pengamen di jalanan meningkat sejak krisis pada 1998 lalu. Aktivitas mengamen pun saat itu semakin semerawut.

Namun, seiring berjalannya waktu, keberadaan penyanyi jalanan semakin terorganisir. “Untuk mengurangi aksi kriminal, kami juga sering mengingatkan penumpang agar waspada terhadap keberadaan copet. Perkembangan penyanyi jalanan di kota ini, kami terus arahkan dalam jenjang yang lebih baik. Bila sebelumnya di perempatan, kami bina untuk mengamen di bus, yang di bus kami arahkan ke kafe, dan yang di kafe kami arahkan ke hotel,” jelas Yayan.

Soal keberlangsungan acara yang baru saja digarap KPJ, dia menuturkan kegiatan tersebut ditujukan sebagai reuni di antara anggota di KPJ. Selain dari anggota internal di Kota Bandung, tamu-tamu undangan dari berbagai kota, seperti Jabodetabek, Bandung dan sekitarnya, juga turut hadir.

Heru muthahari
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8155 seconds (0.1#10.140)