Air Keruh di RSUD Lamaddukelleng Dikeluhkan Warga
A
A
A
SENGKANG - Kualitas air yang keruh di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lamaddukelleng, membuat sejumlah pasien mengeluh.
Keruhnya air di RSUD Lamaddukkelleng diduga akibat kemarau panjang yang berkepanjangan di Wajo.
Informasi yang dihimpun, menyebutkan, air yang ada di RSUD Lamaddukelleng memang sangat tidak layak. Selain warna airnya coklat pekat terlihat air tersebut tercampur lumpur.
"Airnya sangat tidak layak untuk orang sakit. Jangan orang sakit, orang sehat pun kalau menggunakan air bisa sakit. Masa air kayak coklat susu. Pekat sekali," kata salah seorang keluarga pasien di salah satu bangsal perawatan Heri.
Keluarga pasien lainnya, Indo Unga, mengaku, sudah sebulan dirinya di RSUD Lamaddukelleng, namun tidak ada perubahan terhadap kualitas air.
"Sebulan disini begitu-begitu airnya. Warna coklat tidak layak dikonsumsi. Paling dipakai cuci piring," katanya.
Ketidak layakan air bersih di RSUD Lamaddukelleng juga diakui Fatmawati salah satu perawat di bangsal anak. Menurutnya, airnya sangat tidak layak untuk dikonsumsi.
Fatmawati mengatakan, kondisi seperti ini sangat tidak sehat bagi pasien. Namun, mau tidak mau itu yang dipakai karena itu yang ada.
"Sejak kemarau ini air sangat keruh. Tidak layak sekali buat dipakai," ujarnya.
Direktur PDAM Kabupaten Wajo, Fahruddin mengatakan, kemarau panjang yang terjadi hingga beberapa bulan terakhir membuat debit dan kualitas air Sungai Walanae menipis. Kondisi itupun berdampak pada menurunnya produksi air kepada pelanggan akhir-akhir ini.
"Air yang terdistribusi kepada 8.000 lebih pelanggan Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) ini mulai menipis," katanya.
Penurunan produksi tersebut diakibatkan tingginya kekeruhan air baku yang disedot dari sungai. Air yang diproses PDAM, mulai bercampur dengan lumpur sehingga harus ditapis sebelum didistribusikan kepada pelanggan.
"Proses inilah yang mengakibatkan menurunnya produksi, air banyak dibuang kembali karena mengalami kekeruhan," kata Fahruddin.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, PDAM telah mengusulkan pembangunan intake baru serta pembangunan bak prasedimentasi kepada Balai Besar Pompengan Jeneberang.
"Upaya itu yang dilakukan oleh pemerintah daerah, kita berharap agar pembangunan intake dan bak prasedimentasi bisa terealisasi tahun depan dengan harapan kualitas dan kuantitas air PDAM yang terdistribusi kepada pelanggan bisa lebih baik lagi dari yang ada saat ini," katanya.
Sementara itu, terkait dengan kemarau, sejumlah spesies ikan di Danau Tempe banyak yang mati akibat kepanasan.
Selain itu kondisi air, dari hari ke hari semakin dangkal, bahkan di sejumlah titik debit air danau hanya 50 cm saja.
"Selain ikan yang banyak mati, kami juga jarang keluar untuk menjala ikan, karena perahu yang kami gunakan sering kandas," kata salah seorang nelayan Muh Adri, Minggu (2/11/2014).
Keruhnya air di RSUD Lamaddukkelleng diduga akibat kemarau panjang yang berkepanjangan di Wajo.
Informasi yang dihimpun, menyebutkan, air yang ada di RSUD Lamaddukelleng memang sangat tidak layak. Selain warna airnya coklat pekat terlihat air tersebut tercampur lumpur.
"Airnya sangat tidak layak untuk orang sakit. Jangan orang sakit, orang sehat pun kalau menggunakan air bisa sakit. Masa air kayak coklat susu. Pekat sekali," kata salah seorang keluarga pasien di salah satu bangsal perawatan Heri.
Keluarga pasien lainnya, Indo Unga, mengaku, sudah sebulan dirinya di RSUD Lamaddukelleng, namun tidak ada perubahan terhadap kualitas air.
"Sebulan disini begitu-begitu airnya. Warna coklat tidak layak dikonsumsi. Paling dipakai cuci piring," katanya.
Ketidak layakan air bersih di RSUD Lamaddukelleng juga diakui Fatmawati salah satu perawat di bangsal anak. Menurutnya, airnya sangat tidak layak untuk dikonsumsi.
Fatmawati mengatakan, kondisi seperti ini sangat tidak sehat bagi pasien. Namun, mau tidak mau itu yang dipakai karena itu yang ada.
"Sejak kemarau ini air sangat keruh. Tidak layak sekali buat dipakai," ujarnya.
Direktur PDAM Kabupaten Wajo, Fahruddin mengatakan, kemarau panjang yang terjadi hingga beberapa bulan terakhir membuat debit dan kualitas air Sungai Walanae menipis. Kondisi itupun berdampak pada menurunnya produksi air kepada pelanggan akhir-akhir ini.
"Air yang terdistribusi kepada 8.000 lebih pelanggan Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) ini mulai menipis," katanya.
Penurunan produksi tersebut diakibatkan tingginya kekeruhan air baku yang disedot dari sungai. Air yang diproses PDAM, mulai bercampur dengan lumpur sehingga harus ditapis sebelum didistribusikan kepada pelanggan.
"Proses inilah yang mengakibatkan menurunnya produksi, air banyak dibuang kembali karena mengalami kekeruhan," kata Fahruddin.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, PDAM telah mengusulkan pembangunan intake baru serta pembangunan bak prasedimentasi kepada Balai Besar Pompengan Jeneberang.
"Upaya itu yang dilakukan oleh pemerintah daerah, kita berharap agar pembangunan intake dan bak prasedimentasi bisa terealisasi tahun depan dengan harapan kualitas dan kuantitas air PDAM yang terdistribusi kepada pelanggan bisa lebih baik lagi dari yang ada saat ini," katanya.
Sementara itu, terkait dengan kemarau, sejumlah spesies ikan di Danau Tempe banyak yang mati akibat kepanasan.
Selain itu kondisi air, dari hari ke hari semakin dangkal, bahkan di sejumlah titik debit air danau hanya 50 cm saja.
"Selain ikan yang banyak mati, kami juga jarang keluar untuk menjala ikan, karena perahu yang kami gunakan sering kandas," kata salah seorang nelayan Muh Adri, Minggu (2/11/2014).
(sms)