Penetapan UMK Cirebon Deadlock
A
A
A
CIREBON - Upah minimum kota/kabupaten (UMK) 2015 di Kota Cirebon yang sedianya ditetapkan kemarin, batal akibat selisih pandang antara kaum pekerja dan pengusaha.
Melalui Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), kaum pekerja menuntut besaran UMK di tahun mendatang Rp1.627.250/bulan. Nilai itu lebih besar sekitar 15% dari nilai kebutuhan hidup layak (KHL) 2014 Rp1.415.000/bulan yang telah ditetapkan 21 Oktober 2014 lalu.
Namun, tuntutan itu di hitung terlalu besar bagi kaum pengusaha yang diwakili Asosiasi Pe ngusaha Indonesia (Apindo). Tuntutan tersebut dinilai tak realistis dan mengajukan Rp1.392.500/bulan sebagai angka kemampuan mereka.
“Kalaupun memang mau naik lagi, kami hanya bisa Rp 1.395.000/bulan. Itu sudah optimal dari UMK 2014 karena naiknya sudah 13,49%,” papar Wakil Ketua Apindo Bowo Harry Nugroho seraya menyebut nilai UMK Kota Cirebon tahun lalu Rp1.226.500/bulan.
Menurut dia, persentase kenaikkan nilai UMK 2015 oleh Apindo itu lebih tinggi dibanding persentase kenaikan nilai UMK 2014 yang hanya 13,3% dari UMK 2013. Bagi Apindo sendiri, jika mengamati pasar yang berkembang saat ini, kalau pun ada kenaikan dianggap tak signifikan.
Dia mengakui, hanya sebesar pengajuan itulah kemampuan rata-rata pengusaha mem beri upah bagi pekerjanya. Sementara itu, Wakil Ketua SPSI Kota Cirebon M Fahrozi menerangkan, angka yang diajukan kaum pekerja disesuaikan dengan kondisi saat ini. “Setelah pelantikan presiden, ada agenda menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Kami hanya ingin pekerja sejahtera,” tutur dia.
Akibat belum adanya kesepakatan, rapat yang digelar di salah satu hotel berbintang di kawasan Harjamukti itu pun diskors. Usai istirahat, SPSI pun menurunkan nilai pengajuan UMK 2015 menjadi Rp1.556.500/bulan. Meski begitu, Apindo keukeuh dengan pengajuan mereka di angka Rp1,3juta. Rapat pun gagal menemukan titik kesepakatan hingga harus ditunda lain hari. Rencananya, Selasa (28/10) ini rapat kembali digelar.
Sementara itu, di Kabupaten Garut, Serikat Buruh Garut (SGB) dan Konferensi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KSBI) menggelar aksi demonstrasi. Dalam orasi yang dilakukan di depan Gedung DPRD Kabupaten Garut itu, mereka menuntut UMK Garut pada 2015 mendatang mengalami kenaikkan sebesar Rp2 juta, sementara di 2014 Rp1.080.000. “Sudah saatnya UMK Garut dinaikkan menjadi Rp2 juta agar bisa mengimbangi KHL,” kata koordinator KASBI Garut Jajang kemarin.
Menurutnya, pengimbangan KHL dari UMK telah sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
“Berdasarkan survei dilapangan yang kami lakukan, UMK Garut senilai Rp2 juta itu sudah cukup mengimbangi KHL. Makanya kami menuntut agar pemerintah merealisasikan peraturan yang dibuat oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” ujarnya.
Dia menyayangkan adanya perbedaan pengupahan antar suatu daerah di Jawa Barat, meski lokasinya berdekatan. Mereka pun menuntut agar pemerintah mendengarkan aspirasi yang disampaikan.
Selain menuntut kenaikan UMK, ratusan buruh ini menyampaikan sejumlah pernyataan sikap lain seperti menolak upah murah, hapuskan sistem outsourching, pendidikan gratis bagi seluruh rakyat, hingga kriminalisasi pengurus serikat pekerja atau buruh. Sebelum berdemo di depan kantor dewan, ratusan buruh ini telah melakukan aksi konvoi di sejumlah kawasan perkantoran Garut.
Sementara itu, tuntutan buruh untuk menaikan UMK di 2015 menjadi Rp2 juta dinilai tidak realistis.
Erika lia / Fani ferdiansyah
Melalui Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), kaum pekerja menuntut besaran UMK di tahun mendatang Rp1.627.250/bulan. Nilai itu lebih besar sekitar 15% dari nilai kebutuhan hidup layak (KHL) 2014 Rp1.415.000/bulan yang telah ditetapkan 21 Oktober 2014 lalu.
Namun, tuntutan itu di hitung terlalu besar bagi kaum pengusaha yang diwakili Asosiasi Pe ngusaha Indonesia (Apindo). Tuntutan tersebut dinilai tak realistis dan mengajukan Rp1.392.500/bulan sebagai angka kemampuan mereka.
“Kalaupun memang mau naik lagi, kami hanya bisa Rp 1.395.000/bulan. Itu sudah optimal dari UMK 2014 karena naiknya sudah 13,49%,” papar Wakil Ketua Apindo Bowo Harry Nugroho seraya menyebut nilai UMK Kota Cirebon tahun lalu Rp1.226.500/bulan.
Menurut dia, persentase kenaikkan nilai UMK 2015 oleh Apindo itu lebih tinggi dibanding persentase kenaikan nilai UMK 2014 yang hanya 13,3% dari UMK 2013. Bagi Apindo sendiri, jika mengamati pasar yang berkembang saat ini, kalau pun ada kenaikan dianggap tak signifikan.
Dia mengakui, hanya sebesar pengajuan itulah kemampuan rata-rata pengusaha mem beri upah bagi pekerjanya. Sementara itu, Wakil Ketua SPSI Kota Cirebon M Fahrozi menerangkan, angka yang diajukan kaum pekerja disesuaikan dengan kondisi saat ini. “Setelah pelantikan presiden, ada agenda menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Kami hanya ingin pekerja sejahtera,” tutur dia.
Akibat belum adanya kesepakatan, rapat yang digelar di salah satu hotel berbintang di kawasan Harjamukti itu pun diskors. Usai istirahat, SPSI pun menurunkan nilai pengajuan UMK 2015 menjadi Rp1.556.500/bulan. Meski begitu, Apindo keukeuh dengan pengajuan mereka di angka Rp1,3juta. Rapat pun gagal menemukan titik kesepakatan hingga harus ditunda lain hari. Rencananya, Selasa (28/10) ini rapat kembali digelar.
Sementara itu, di Kabupaten Garut, Serikat Buruh Garut (SGB) dan Konferensi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KSBI) menggelar aksi demonstrasi. Dalam orasi yang dilakukan di depan Gedung DPRD Kabupaten Garut itu, mereka menuntut UMK Garut pada 2015 mendatang mengalami kenaikkan sebesar Rp2 juta, sementara di 2014 Rp1.080.000. “Sudah saatnya UMK Garut dinaikkan menjadi Rp2 juta agar bisa mengimbangi KHL,” kata koordinator KASBI Garut Jajang kemarin.
Menurutnya, pengimbangan KHL dari UMK telah sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
“Berdasarkan survei dilapangan yang kami lakukan, UMK Garut senilai Rp2 juta itu sudah cukup mengimbangi KHL. Makanya kami menuntut agar pemerintah merealisasikan peraturan yang dibuat oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” ujarnya.
Dia menyayangkan adanya perbedaan pengupahan antar suatu daerah di Jawa Barat, meski lokasinya berdekatan. Mereka pun menuntut agar pemerintah mendengarkan aspirasi yang disampaikan.
Selain menuntut kenaikan UMK, ratusan buruh ini menyampaikan sejumlah pernyataan sikap lain seperti menolak upah murah, hapuskan sistem outsourching, pendidikan gratis bagi seluruh rakyat, hingga kriminalisasi pengurus serikat pekerja atau buruh. Sebelum berdemo di depan kantor dewan, ratusan buruh ini telah melakukan aksi konvoi di sejumlah kawasan perkantoran Garut.
Sementara itu, tuntutan buruh untuk menaikan UMK di 2015 menjadi Rp2 juta dinilai tidak realistis.
Erika lia / Fani ferdiansyah
(ftr)