ITB Gelar Indonesia Cyber Crime Summit 2014
A
A
A
BANDUNG - Banyaknya kasus sekaligus kerugian yang diakibatkan oleh serangan siber di Indonesia. Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB bekerjasama dengan lembaga riset Telematika Sharing Vision, menggelar Indonesia Cyber Crime Summit (ICcS) 2014 di Aula Barat ITB, Kamis (9/10/2014).
Ketua Panitia Yusep Rosmansyah yang juga mewakili pimpinan Cyber Security Center STEI ITB mengatakan, cyber crime ini merupakan salah satu isu sentral yang memiliki potensi melemahkan ketahanan Nasional.
"Dampak kejahatan siber di berbagai segi semakin dirasakan segenap elemen bangsa, sehingga kami harus menyuarakan pentingnya perhatian di bidang ini," katanya dalam keterang tertulis yang diterima wartawan, Kamis (9/10/2014).
Menurut dia, ICSS 2014 juga menjadi ajang mencari solusi-solusi praktis peningkatan ketahanan Nasional terhadap serangan kejahatan siber dengan melibatkan aparatur pemerintah terkait, kalangan bisnis, dan pihak akademisi.
Menurut Chief Sharing Vision yang juga Dosen STEI ITB, Dimitri Mahayan, kejahatan dunia maya di tanah air tidak main-main. Tahun 2013 lalu, Indonesia jadi negara urutan pertama dibidik serangan dengan 42 ribu serangan harian.
"Kita telah menjadi negara yang miliki risiko tinggi kemanan teknologi informasi. Risiko lain yakni Cuber Inteligence serta Cyber espionage, seluruhnya merongrong keamanan perusahaan dan negara," timpalnya.
Dari sejumlah survei yang dilakukan Sharing Vision, dari 20 perusahaan menunjukan jika 65% pernah alami 'kecelakaan' security.
Meski demikian tak sedikit perusahaan yang melakukan langkah pengamanan IT. Ada 82% yang telah lakukan itu dan 91% miliki pengaturan atas hak akses di perusahaan.
"Mungkin suatu saat lebih dari 50% aktivitas masyrakat dan kenegaraan dilakukan melalui dunia siber. Saat ini rata-rata Threat Exposure Rate (TER) Indonesia menduduki peringkat pertama dunia dengan persentase sebesar 23,54%," timpalnya.
Beberapa kasus telah terjadi diduga menjadi akibat dari efek buruk penggunaan jejaring sosial dan media online seperti game online, yaitu kekerasan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, kejahatan seksual, maupun kasus penculikan.
Riset Sharing Vision terhadap 151 responden media sosial menunjukan, kasus seperti bertemu akun palsu (22%), pasword diketahui orang lain (13,6%), maupun pencurian akun (9,9%).
Mengacu kejadian di inggris, bahwa di tahun 2012, terjadi pelaporan kejahatan yang terkait dengan facebook sebanyak 40 laporan per menit.
Dari angka-angka itu menunjukan bahwa ada kerentanan yang perlu diperbaiki, khusunya di sisi security. Ketika era semakin maju dan cyber crime merajalela maka sulit jika dilakukan tindakan penanggulangan pada saat kasus telah terlanjur terjadi.
Dalam seminar Indonesia Cyber Crime Summit (ICSS) 2014 di ITB tersebut hadir pembicara lintas organisasi seperti rektor ITB Khmaloka, Direktur Eksekutif. Cyber Security Center ITB, Yudi Satria Gondokaryono, Gubernur Lemhanas Budi Susilo Supanji, dan Direktur Innovation dan Strategic Portofolio Terlkom Group Indra Utoyo.
Hadir pula pakar Hukum Telekomunikasi Danrivanto Budijanto, Direktorat Tipideksus Polri, Wakabareskrim Brigjen Pol A Kamil Razak, Dirjen Aplikasi Informatika Depkominfo Bambang Heru Tjahyono.
Ketua Panitia Yusep Rosmansyah yang juga mewakili pimpinan Cyber Security Center STEI ITB mengatakan, cyber crime ini merupakan salah satu isu sentral yang memiliki potensi melemahkan ketahanan Nasional.
"Dampak kejahatan siber di berbagai segi semakin dirasakan segenap elemen bangsa, sehingga kami harus menyuarakan pentingnya perhatian di bidang ini," katanya dalam keterang tertulis yang diterima wartawan, Kamis (9/10/2014).
Menurut dia, ICSS 2014 juga menjadi ajang mencari solusi-solusi praktis peningkatan ketahanan Nasional terhadap serangan kejahatan siber dengan melibatkan aparatur pemerintah terkait, kalangan bisnis, dan pihak akademisi.
Menurut Chief Sharing Vision yang juga Dosen STEI ITB, Dimitri Mahayan, kejahatan dunia maya di tanah air tidak main-main. Tahun 2013 lalu, Indonesia jadi negara urutan pertama dibidik serangan dengan 42 ribu serangan harian.
"Kita telah menjadi negara yang miliki risiko tinggi kemanan teknologi informasi. Risiko lain yakni Cuber Inteligence serta Cyber espionage, seluruhnya merongrong keamanan perusahaan dan negara," timpalnya.
Dari sejumlah survei yang dilakukan Sharing Vision, dari 20 perusahaan menunjukan jika 65% pernah alami 'kecelakaan' security.
Meski demikian tak sedikit perusahaan yang melakukan langkah pengamanan IT. Ada 82% yang telah lakukan itu dan 91% miliki pengaturan atas hak akses di perusahaan.
"Mungkin suatu saat lebih dari 50% aktivitas masyrakat dan kenegaraan dilakukan melalui dunia siber. Saat ini rata-rata Threat Exposure Rate (TER) Indonesia menduduki peringkat pertama dunia dengan persentase sebesar 23,54%," timpalnya.
Beberapa kasus telah terjadi diduga menjadi akibat dari efek buruk penggunaan jejaring sosial dan media online seperti game online, yaitu kekerasan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, kejahatan seksual, maupun kasus penculikan.
Riset Sharing Vision terhadap 151 responden media sosial menunjukan, kasus seperti bertemu akun palsu (22%), pasword diketahui orang lain (13,6%), maupun pencurian akun (9,9%).
Mengacu kejadian di inggris, bahwa di tahun 2012, terjadi pelaporan kejahatan yang terkait dengan facebook sebanyak 40 laporan per menit.
Dari angka-angka itu menunjukan bahwa ada kerentanan yang perlu diperbaiki, khusunya di sisi security. Ketika era semakin maju dan cyber crime merajalela maka sulit jika dilakukan tindakan penanggulangan pada saat kasus telah terlanjur terjadi.
Dalam seminar Indonesia Cyber Crime Summit (ICSS) 2014 di ITB tersebut hadir pembicara lintas organisasi seperti rektor ITB Khmaloka, Direktur Eksekutif. Cyber Security Center ITB, Yudi Satria Gondokaryono, Gubernur Lemhanas Budi Susilo Supanji, dan Direktur Innovation dan Strategic Portofolio Terlkom Group Indra Utoyo.
Hadir pula pakar Hukum Telekomunikasi Danrivanto Budijanto, Direktorat Tipideksus Polri, Wakabareskrim Brigjen Pol A Kamil Razak, Dirjen Aplikasi Informatika Depkominfo Bambang Heru Tjahyono.
(sms)