Komik Indonesia dan Masa Depannya
A
A
A
BANDUNG - Cara bercerita dengan menggunakan gambar sudah dikenal di kepulauan Nusantara sejak zaman kerajaan. Hal itu terlihat dari gambar pada relief-relief yang terdapat pada candi yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ada pula yang menyebutkan, pada zaman penjajahan, cerita bergambar dijadikan salah satu senjata masyarakat. Kini, cerita bergambar ini lebih dikenal dengan sebutan komik.
Menurut definisi dasarnya, komik adalah semua gambar yang bercerita. Komik itu sequential art, yaitu seni bertutur cerita, dan gambarnya harus berurutan (kalau gambarnya satu itu tidak termasuk komik).
Sebagian dari kita mungkin masih ingat komik Samurai X? atau mungkin Komik Naruto? Atau komik Lucky Luke? Kesemuanya adalah komik-komik luar negeri yang pernah berjaya di Indonesia, tak hanya itu, komik tersebut bahkan pernah menjadi tayangan televisi favorit masyarakat Indonesia.
Menurut Komikus Alex Irzaqi, komik Indonesia masih cenderung pada tema-tema imaginative, yang sesuai dengan pikiran komikusnya sendiri. Istilahnya, tergantung “makanan” komikusnya.
“Jika seorang komikus sering membaca soal komik-komik Jepang, atau Eropa, maka gaya berkomiknya juga tidak akan jauh dari tema-tema atau karakter yang diciptakannya, maupun bentuk gambarnya, seperti komik Jepang atau Eropa,” ungkapnya, ditemui usai menjadi juri di kompetisi komik nasional, Final Day C-Genation 2028:Negeri Komik, Selasa (30/9/2014).
Menurutnya, komik Indonesia saat ini masih sedikit membahas persoalan-persoalan yang ada di sekelilingnya. Kebanyakan komik di Indonesia masih bertahan dengan pembawaan karakteristik yang sering komikusnya baca.
Misalkan saja, ada komikus yang sangat menyukai komik Lord of The Rings, yang menceritakan soal peri-peri. Maka dia pun membuat karakter peri yang mirip dengan karakter peri yang ada di komik tersebut.
“Kalau menurut saya, kenapa tidak kita sebagai komikus Indonesia mulai menggali apakah ada karakter seperti peri dalam mitos atau legenda Indonesia? Semua kan bisa dikonversikan dengan budaya kita, agar kita bisa angkat tentang Indonesianya,” jelasnya.
Menurutnya. bagi komikus yang sudah lama berkecimpung di dunia komik Indonesia, konteks lokalnya sudah mulai diangkat seperti wayang, kebanyakan dari mereka, untuk membuat komik dengan konteks lokal biasanya mereka pasti akan mencoba soal pewayangan dulu, karena hal itu yang paling identik.
“Kalau saya kecenderungannya lebih ke sejarah Indonesia, seperti kerajaan. Saya pelajari sejarahanya dan mengkonversikan lagi pada kekinian, dengan penuturan yang sesederhana mungkin, sehingga mudah dimengerti pembacanya,” jelasnya.
Alex menyebutkan, ciri khas dari komik Indonesia saat ini masih mengacu pada anatomi manga, hal ini terlihat dari bentuk muka, tarikan garis pada rambut, dan bentuk mukanya.
“Jika disinggung apa sih yang jadi ciri khas komik Indonesia? hingga kini, saya pribadi belum mengetahui secara pasti apa yang menjadi ciri khas utama komik Indonesia, karena kita sudah terlalu banyak dipengaruhi oleh komik-komik dari luar negeri. Sebut saja komik dari Amerika, Eropa, Mandarin, dan Jepang," terangnya.
Dia menuturkan, komik Jepang bisa kuat pasarnya di Indonesia seperti ini, karena mereka mampu mengexplore kekhasan komiknya sendiri.
“Sebenarnya mereka (komik Jepang) juga menginfus gaya dari komik negara lain. Akan tetapi mereka tidak terputus proses kreatifnya selama 10 tahun lebih, sehingga tidak heran mereka bisa explore gaya komik mereka sendiri," jelasnya.
Berbeda dengan di Indonesia, karena sempat berhenti. Di tahun 1980-an merupakan akhir dari boomingnya komik Indonesia, karena mulai maraknya gempuran komik dari luar negeri, sehingga komik Indonesia kalah bersaing.
Alex menyebutkan, adanya komik dengan digitalisasi, dianggap sangat membantu komikus Indonesia untuk menuju tahap publishing, meskipun agak sulit distribusinya, sehinga tidak mampu mencapai semua kalangan. Komik lokal pun kerap dianggap masih kurang menjanjikan karena dianggap pasarnya belum terbentuk dengan pasti.
Namun demikian, Alex optimis terhadap besarnya minat masyarakat Indonesia pada dunia perkomikan. “Intinya sebuah komik Indonesia harus memiliki idealisme kebanggaan dan semangat. Sehingga mereka yang membaca komik tersebut bisa bersemangat dan bangga, karena memiliki conten lokal yang kuat,” tegasnya.
Dia berharap, dari segi sumber daya manusianya, komikus Indonesia bisa berkesinambungan dan konsisten mengangkat conten lokal. Terlebih yang mencirikan optimisme kaum muda terhadap budaya dan bangsanya sendiri.
“Intinya dari segi industri, saya berharap komik Indonesia bisa menjadi tuan di negerinya sendiri. Minimalnya, komik Indonesia bisa bersaing dengan pasar komik luar negeri,” tandasnya.
Ada pula yang menyebutkan, pada zaman penjajahan, cerita bergambar dijadikan salah satu senjata masyarakat. Kini, cerita bergambar ini lebih dikenal dengan sebutan komik.
Menurut definisi dasarnya, komik adalah semua gambar yang bercerita. Komik itu sequential art, yaitu seni bertutur cerita, dan gambarnya harus berurutan (kalau gambarnya satu itu tidak termasuk komik).
Sebagian dari kita mungkin masih ingat komik Samurai X? atau mungkin Komik Naruto? Atau komik Lucky Luke? Kesemuanya adalah komik-komik luar negeri yang pernah berjaya di Indonesia, tak hanya itu, komik tersebut bahkan pernah menjadi tayangan televisi favorit masyarakat Indonesia.
Menurut Komikus Alex Irzaqi, komik Indonesia masih cenderung pada tema-tema imaginative, yang sesuai dengan pikiran komikusnya sendiri. Istilahnya, tergantung “makanan” komikusnya.
“Jika seorang komikus sering membaca soal komik-komik Jepang, atau Eropa, maka gaya berkomiknya juga tidak akan jauh dari tema-tema atau karakter yang diciptakannya, maupun bentuk gambarnya, seperti komik Jepang atau Eropa,” ungkapnya, ditemui usai menjadi juri di kompetisi komik nasional, Final Day C-Genation 2028:Negeri Komik, Selasa (30/9/2014).
Menurutnya, komik Indonesia saat ini masih sedikit membahas persoalan-persoalan yang ada di sekelilingnya. Kebanyakan komik di Indonesia masih bertahan dengan pembawaan karakteristik yang sering komikusnya baca.
Misalkan saja, ada komikus yang sangat menyukai komik Lord of The Rings, yang menceritakan soal peri-peri. Maka dia pun membuat karakter peri yang mirip dengan karakter peri yang ada di komik tersebut.
“Kalau menurut saya, kenapa tidak kita sebagai komikus Indonesia mulai menggali apakah ada karakter seperti peri dalam mitos atau legenda Indonesia? Semua kan bisa dikonversikan dengan budaya kita, agar kita bisa angkat tentang Indonesianya,” jelasnya.
Menurutnya. bagi komikus yang sudah lama berkecimpung di dunia komik Indonesia, konteks lokalnya sudah mulai diangkat seperti wayang, kebanyakan dari mereka, untuk membuat komik dengan konteks lokal biasanya mereka pasti akan mencoba soal pewayangan dulu, karena hal itu yang paling identik.
“Kalau saya kecenderungannya lebih ke sejarah Indonesia, seperti kerajaan. Saya pelajari sejarahanya dan mengkonversikan lagi pada kekinian, dengan penuturan yang sesederhana mungkin, sehingga mudah dimengerti pembacanya,” jelasnya.
Alex menyebutkan, ciri khas dari komik Indonesia saat ini masih mengacu pada anatomi manga, hal ini terlihat dari bentuk muka, tarikan garis pada rambut, dan bentuk mukanya.
“Jika disinggung apa sih yang jadi ciri khas komik Indonesia? hingga kini, saya pribadi belum mengetahui secara pasti apa yang menjadi ciri khas utama komik Indonesia, karena kita sudah terlalu banyak dipengaruhi oleh komik-komik dari luar negeri. Sebut saja komik dari Amerika, Eropa, Mandarin, dan Jepang," terangnya.
Dia menuturkan, komik Jepang bisa kuat pasarnya di Indonesia seperti ini, karena mereka mampu mengexplore kekhasan komiknya sendiri.
“Sebenarnya mereka (komik Jepang) juga menginfus gaya dari komik negara lain. Akan tetapi mereka tidak terputus proses kreatifnya selama 10 tahun lebih, sehingga tidak heran mereka bisa explore gaya komik mereka sendiri," jelasnya.
Berbeda dengan di Indonesia, karena sempat berhenti. Di tahun 1980-an merupakan akhir dari boomingnya komik Indonesia, karena mulai maraknya gempuran komik dari luar negeri, sehingga komik Indonesia kalah bersaing.
Alex menyebutkan, adanya komik dengan digitalisasi, dianggap sangat membantu komikus Indonesia untuk menuju tahap publishing, meskipun agak sulit distribusinya, sehinga tidak mampu mencapai semua kalangan. Komik lokal pun kerap dianggap masih kurang menjanjikan karena dianggap pasarnya belum terbentuk dengan pasti.
Namun demikian, Alex optimis terhadap besarnya minat masyarakat Indonesia pada dunia perkomikan. “Intinya sebuah komik Indonesia harus memiliki idealisme kebanggaan dan semangat. Sehingga mereka yang membaca komik tersebut bisa bersemangat dan bangga, karena memiliki conten lokal yang kuat,” tegasnya.
Dia berharap, dari segi sumber daya manusianya, komikus Indonesia bisa berkesinambungan dan konsisten mengangkat conten lokal. Terlebih yang mencirikan optimisme kaum muda terhadap budaya dan bangsanya sendiri.
“Intinya dari segi industri, saya berharap komik Indonesia bisa menjadi tuan di negerinya sendiri. Minimalnya, komik Indonesia bisa bersaing dengan pasar komik luar negeri,” tandasnya.
(san)