Cubit Siswa SD 5 kali, Pak Guru Disidang

Selasa, 19 Agustus 2014 - 05:30 WIB
Cubit Siswa SD 5 kali,...
Cubit Siswa SD 5 kali, Pak Guru Disidang
A A A
KAYUAGUNG - Saherni (50) seorang guru di Kabupaten OKI harus berurusan dengan hukum. Sang guru Matematika SD di Desa Anyar, Kecamatan Kayuagung ini terpaksa duduk menjadi terdakwa penganiayaan terhadap muridnya sendiri dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Senin (18/8/2014).

Sang wali kelas 5 tersebut didakwa telah melakukan penganiayaan terhadap siswinya, Eka Ratu Anggraini (10) dengan cara mencubit perut sang siswi hingga mengalami luka lecet dan menjadi koreng.

Padahal cubitan tersebut dilakukan oleh oknum guru sebagai bentuk hukuman karena tidak bisa mengerjakan soal Matematika.

Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi ini, majelis hakim yang diketuai Frans Efendi Manurung dan hakim anggota Firman Wijaya dan Tri Handayani dengan JPU Arvye Yanuardi serta penasehat hukum terdakwa H Herman memeriksa lima orang saksi termasuk saksi korban Eka.

Para saksi tersebut antara lain Umar dan Susparini yang merupakan kedua orang tua korban, selanjutnya rekan satu kelas korban Tuti dan Eka.

Dalam keterangannya, korban Eka menuturkan awal dirinya dicubit oleh sang guru bersama dengan teman-temannya yang lain lantaran tidak bisa mengerjakan tugas pelajaran Matematika pada Kamis 17 Mei 2014 lalu.

“Soalnya ada lima, tetapi saya tidak bisa mengerjakan satu soal pun sehingga saya dicubit sebanyak lima kali pada bagian perut, sedangkan teman-teman saya yang lain dicubit juga. Sebelumnya memang ada perjanjian jika tidak bisa mengerjakan soal Metematika maka akan dicubit,” kata Eka bersaksi didampingi Susparini.

Menurut Eka, kejadian dia dicubit sang guru bukan kali pertama, melainkan beberapa kali, dimana setiap kali pelajaran Matematika dan ada soal yang tidak bisa dikerjakan maka akan dicubit oleh oknum guru tersebut.

Hanya saja kata dia, tidak mau menceritakan ini kepada ayahnya karena takut. Namun usai dicubit yang terakhir kalinya, korban Eka melihat bagian perutnya yang dicubit tampak lecet dan mengalami luka memar.

Selanjutnya hal tersebut dilaporkan kepada ibunya. Merasa tidak terima anaknya telah dianiaya maka kedua orang tua korban melaporkan peristiwa tersebut kepada pihak kepolisian.
“Luka pada anak saya itu memang karena dicubit, selanjutnya saya bersama ayah Eka melaporkan hal tersebut kepolisi sekaligus juga meminta visum dari dokter,” timpal Susparini.

Kesaksian serupa juga disampaikan Tuti Amelia dan Kartini, menurut kedua siswi yang sudah naik ke kelas enam tersebut mereka memang selalu dicubit oleh oknum guru jika tidak bisa mengerjakan soal Matematika.

Saksi Umar menambahkan, dirinya sengaja melaporkan perbuatan guru terhadap putrinya untuk memberikan efek jera agar sang guru tidak mengulangi perbuatannya.

Karena menurut dia, seorang guru dalam mendidik siswa saat ini tidak perlu lagi menggunakan kekerasan fisik. Apalagi hanya karena siswa salah menjawab soal yang diberikan.

"Wajar kalau siswa salah, namanya masih murid, makanya kami sebagai orang tua menyekolahkan anak, karena ingin anak pintar, nah ini tugas guru, untuk membina bukan dengan cara kekerasan fisik," tandasnya.

Usai persidangan, terdakwa Saherni yang sebelumnya memang tidak ditahan oleh pengadilan mengatakan, dirinya tidak ada sama sekali niat untuk menyakiti apalagi menganiaya para siswanya.

Semua ini dilakukannya semata-mata untuk mendidik para muridnya agar dapat lebih giat lagi.

“Tidak ada niat untuk menyakiti pak, dan saya tidak merasa dendam buktinya anak tersebut tetap saya naikkan ke kelas VI, namun hal ini sepenuhnya saya serahkan kepada tuhan,” katanya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4148 seconds (0.1#10.140)