Dari Padepokan Jadi Pusat Ibadah dan Perjuangan Melawan Penjajah
A
A
A
KENDAL - Innama ya'muru masajidallah man amana billahi wal yaumil akhir. Tulisan dengan huruf arab surat At Taubah ayat 18 itu terpampang jelas di atas gerbang Masjid Darul Falah, Desa Sukolilan, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal.
Gerbang itu di bagian atas berbentuk setengah lingkaran dan di sisinya terdapat hiasan serupa kubah berukuran kecil dengan lafal Allah.
Suara adzan dzuhur berkumandang dari masjid yang diperkirakan berdiri sekitar tahun 1800 Masehi atau abad ke-19.
Satu per satu warga berdatangan untuk melaksanakan salat berjamaah. Usai salat jamaah, warga yang mayoritas berusia renta itu kemudian mengaji al quran di sudut-sudut ruang masjid, termasuk serambi.
Di belakang masjid, terdapat komplek makam sekaligus bangunan yang digunakan untuk para peziarah. Di depan bangunan inilah makam KRT Mertowidjaya, seorang yang diyakini pendiri Masjid Darul Falah ini.
Tokoh yang masih keturunan Keraton Yogyakarta ini juga pernah menjabat sebagai Bupati Kendal tahun 1725-1736 Masehi.
Ketua Takmir Masjid Darul Falah, Asmuni Abdul Fatah mengatakan, bahwa bangunan masjid sudah mengalami pemugaran. Mulanya, bangunan masjid seluruhnya dibuat dari kayu jati, namun karena mulai keropos sehingga harus dilakukan pemugaran.
“Semuanya baru, hanya kayu jati yang masih asli kami gunakan untuk plafon. Selain itu ada empat tiang berbentuk persegi empat masih kami gunakan tapi dilapisi kayu jati baru, sehingga sikunya segi enam. Dan tang itu ada di dalam ruang utama masjid,” ujarnya.
Kendati demikian, bangunan masjid ini masih tampak sejumlah ornamen kuno. Diantaranya bentuk gerbang yang setengah lingkaran dengan penuh tulisan arab, tiang di sisi serambi masjid membentuk jendela seperti kubah. Sehingga meskipun sudah mengalami pemugaran, namun arsitektur tidak terlalu kekinian.
“Bangunan masjid ini tidak ada simbol khusus saat membuatnya, seperti tiang kubah atau yang lainnya,” lanjut dia.
Untuk menyambut bulan Ramadan, pihaknya juga telah mengatur jadwal ibadah. Diantaranya terawih berjamaah, salat lima waktu, serta kuliah tujuh menit (kultum) seusai salat subuh.
Sementara itu, Juru Kunci Makam, Nur Hasan menyampaikan bahwa keberadan masjid ini sangat dekat dengan sejarah KRT Mertowidjaya.
Konon, masjid ini kali pertama didirikan mulanya hanya sebagai tempat semedi (mencari ketenangan) KRT Mertowidjaya usai menjabat dari Bupati Kendal. Kelamaan, tempat ini menjadi padepokan sekaligus pusat penyebaran agama Islam di Kabupaten Kendal, terutama di wilayah Kecamatan Patebon.
“Dan akhirnya padepokan itu menjadi Masjid Darul Falah ini,” ungkapnya.
Selain tokoh Islam, KRT Mertowidjaya juga dikenal sebagai pejuang yang gigih melawan penjajah Belanda.
“Dari masjid inilah beliau menyebarkan agama Islam sekaligus tempat untuk mempersiapkan strategi melawan penjajah,” ucap Hasan.
Diakuinya, dia masih kekurangan data detil terkait sejarah KRT Mertowidjaya. Namun, pihaknya sampai saat ini masih mengumpulkan data untuk mengungkap sejarah tentang Masjid Darul Falah sekaligus pendirinya itu.
“Memang belum terungkap semuanya, tapi kami tetap akan mencari data tentang sejarah ini. Termasuk apakah benar dulu beliau memerangi ilmi hitam yang banyak di wilayah sini. Yang jelas, selain makam KRT Mertiwidjaya juga ada makam Dimat Kendil Wesi. Benda ini diyakini merupakan senjata atau pusaka dari beliau,” tuturnya.
Sampai saat ini, makam ini kerap dikunjungi orang untuk berziarah. Mitosnya, KRT Mertowidjaya selain di Yogyakarta juga masih punya keturunan di wilayah Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. “Peziarah ada dari Yogyakarta, dan Pati,” tandasnya.
Gerbang itu di bagian atas berbentuk setengah lingkaran dan di sisinya terdapat hiasan serupa kubah berukuran kecil dengan lafal Allah.
Suara adzan dzuhur berkumandang dari masjid yang diperkirakan berdiri sekitar tahun 1800 Masehi atau abad ke-19.
Satu per satu warga berdatangan untuk melaksanakan salat berjamaah. Usai salat jamaah, warga yang mayoritas berusia renta itu kemudian mengaji al quran di sudut-sudut ruang masjid, termasuk serambi.
Di belakang masjid, terdapat komplek makam sekaligus bangunan yang digunakan untuk para peziarah. Di depan bangunan inilah makam KRT Mertowidjaya, seorang yang diyakini pendiri Masjid Darul Falah ini.
Tokoh yang masih keturunan Keraton Yogyakarta ini juga pernah menjabat sebagai Bupati Kendal tahun 1725-1736 Masehi.
Ketua Takmir Masjid Darul Falah, Asmuni Abdul Fatah mengatakan, bahwa bangunan masjid sudah mengalami pemugaran. Mulanya, bangunan masjid seluruhnya dibuat dari kayu jati, namun karena mulai keropos sehingga harus dilakukan pemugaran.
“Semuanya baru, hanya kayu jati yang masih asli kami gunakan untuk plafon. Selain itu ada empat tiang berbentuk persegi empat masih kami gunakan tapi dilapisi kayu jati baru, sehingga sikunya segi enam. Dan tang itu ada di dalam ruang utama masjid,” ujarnya.
Kendati demikian, bangunan masjid ini masih tampak sejumlah ornamen kuno. Diantaranya bentuk gerbang yang setengah lingkaran dengan penuh tulisan arab, tiang di sisi serambi masjid membentuk jendela seperti kubah. Sehingga meskipun sudah mengalami pemugaran, namun arsitektur tidak terlalu kekinian.
“Bangunan masjid ini tidak ada simbol khusus saat membuatnya, seperti tiang kubah atau yang lainnya,” lanjut dia.
Untuk menyambut bulan Ramadan, pihaknya juga telah mengatur jadwal ibadah. Diantaranya terawih berjamaah, salat lima waktu, serta kuliah tujuh menit (kultum) seusai salat subuh.
Sementara itu, Juru Kunci Makam, Nur Hasan menyampaikan bahwa keberadan masjid ini sangat dekat dengan sejarah KRT Mertowidjaya.
Konon, masjid ini kali pertama didirikan mulanya hanya sebagai tempat semedi (mencari ketenangan) KRT Mertowidjaya usai menjabat dari Bupati Kendal. Kelamaan, tempat ini menjadi padepokan sekaligus pusat penyebaran agama Islam di Kabupaten Kendal, terutama di wilayah Kecamatan Patebon.
“Dan akhirnya padepokan itu menjadi Masjid Darul Falah ini,” ungkapnya.
Selain tokoh Islam, KRT Mertowidjaya juga dikenal sebagai pejuang yang gigih melawan penjajah Belanda.
“Dari masjid inilah beliau menyebarkan agama Islam sekaligus tempat untuk mempersiapkan strategi melawan penjajah,” ucap Hasan.
Diakuinya, dia masih kekurangan data detil terkait sejarah KRT Mertowidjaya. Namun, pihaknya sampai saat ini masih mengumpulkan data untuk mengungkap sejarah tentang Masjid Darul Falah sekaligus pendirinya itu.
“Memang belum terungkap semuanya, tapi kami tetap akan mencari data tentang sejarah ini. Termasuk apakah benar dulu beliau memerangi ilmi hitam yang banyak di wilayah sini. Yang jelas, selain makam KRT Mertiwidjaya juga ada makam Dimat Kendil Wesi. Benda ini diyakini merupakan senjata atau pusaka dari beliau,” tuturnya.
Sampai saat ini, makam ini kerap dikunjungi orang untuk berziarah. Mitosnya, KRT Mertowidjaya selain di Yogyakarta juga masih punya keturunan di wilayah Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. “Peziarah ada dari Yogyakarta, dan Pati,” tandasnya.
(sms)