Pemkot Solo Diminta Akuisisi Benteng Vastenburg
A
A
A
SOLO - Benteng Vastenburg yang berada di Koridor Jenderal Sudirman Solo, idealnya dimiliki oleh negara. Dengan sistem kepemilikan negara, maka perawatan dan revitalisasi bangunan cagar budaya itu akan mudah dilakukan.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah Sri Ediningsih mengatakan, dari 443 benteng yang ada di Indonesia, hanya Vastenburg yang dimiliki oleh pihak swasta. Sehingga perawatan dan pengelolaan bangunan jaman belanda itu sangat sulit dilakukan.
Alhasil, satu-satunya benteng yang dimiliki Kota Solo itu kondisinya sangat memprihatinkan, jika dibandingkan dengan benteng-benteng lain yang ada di Indonesia.
"Karena tidak dimiliki oleh negara, ya seperti ini, tidak bisa terawat. Padahal ini letaknya di tengah kota, dan bisa jadi magnet wisata," ucapnya, saat melakukan pembersihan Benteng Vastenburg, Jumat (12/6/2014) siang.
Pihaknya berharap, kedepannya Pemerintah Kota (Pemkot) Solo segera melakukan akusisi terhadap benteng itu dari pemiliknya. Hal itu menurutnya dilakukan sesegera mungkin agar kondisi benteng tidak semakin rusak parah.
Akan tetapi, jika pihak pemkot tidak mampu untuk mengakuisi bangunan itu, maka pihaknya berharap agar pemkot mengajukan hak pinjam pakai kepada sang pemilik.
Hak pinjam pakai itu menurutnya lebih menguntungkan bagi Pemkot Solo. Pasalnya dengan status pinjam pakai itu, pemkot sudah bisa memiliki akses penuh terhadap bangunan itu.
"Status pinjam pakai itu juga tidak masalah, yang penting adalah bagaimana upaya yang dilalukan untuk menyelamatkan benteng itu," imbuhnya.
Meskipun statusnya pinjam pakai, menurutnya Pemkot Solo tidak perlu takut jika nantinya sang pemilik akan melakukan pembangunan kawasan bisnis di lokasi itu. Menurutnya, pembangunan kawasan bisnis dan perubahan bentuk dari aslinya tidak boleh dilakukan, meskipun oleh pemiliknya.
Sang pemilik itu tidak bisa berbuat banyak, karena terhalang dengan Undang-undang Perlindungan Cagar Budaya. Sehingga apapun yang dilakulan oleh pemilik bangunan harus melalui izin kepada negara.
"Mereka memang statusnya memiliki, tapi tidak bisa berbuat apa-apa, karena itu diproteksi oleh negara," terangnya.
Sebelumnya, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo berharap, bangunan bersejarah itu segera dapat diakuisisi oleh Pemkot Solo. Akan tetapi, proses akuisisi ini terganjal oleh pendanaan, mengingat harga yang ditawarkan oleh pemilik benteng mencapai hampir Rp1 triliun.
Pemerintah merasa keberatan jika akusiisi bangunan itu harus melalui proses pembelian. Sebaliknya, Rudy justru berharap, sang pemilik menghibahkan bangunan itu kepada Pemkot Solo atau memberian status pinjam pakai.
"Sekarang pemiliknya sudah mulai terbuka, kita juga diperbolehkan memanfaatkan kompleks benteng untuk kegiatan kegiatan Pemkot Solo," tandasnya.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah Sri Ediningsih mengatakan, dari 443 benteng yang ada di Indonesia, hanya Vastenburg yang dimiliki oleh pihak swasta. Sehingga perawatan dan pengelolaan bangunan jaman belanda itu sangat sulit dilakukan.
Alhasil, satu-satunya benteng yang dimiliki Kota Solo itu kondisinya sangat memprihatinkan, jika dibandingkan dengan benteng-benteng lain yang ada di Indonesia.
"Karena tidak dimiliki oleh negara, ya seperti ini, tidak bisa terawat. Padahal ini letaknya di tengah kota, dan bisa jadi magnet wisata," ucapnya, saat melakukan pembersihan Benteng Vastenburg, Jumat (12/6/2014) siang.
Pihaknya berharap, kedepannya Pemerintah Kota (Pemkot) Solo segera melakukan akusisi terhadap benteng itu dari pemiliknya. Hal itu menurutnya dilakukan sesegera mungkin agar kondisi benteng tidak semakin rusak parah.
Akan tetapi, jika pihak pemkot tidak mampu untuk mengakuisi bangunan itu, maka pihaknya berharap agar pemkot mengajukan hak pinjam pakai kepada sang pemilik.
Hak pinjam pakai itu menurutnya lebih menguntungkan bagi Pemkot Solo. Pasalnya dengan status pinjam pakai itu, pemkot sudah bisa memiliki akses penuh terhadap bangunan itu.
"Status pinjam pakai itu juga tidak masalah, yang penting adalah bagaimana upaya yang dilalukan untuk menyelamatkan benteng itu," imbuhnya.
Meskipun statusnya pinjam pakai, menurutnya Pemkot Solo tidak perlu takut jika nantinya sang pemilik akan melakukan pembangunan kawasan bisnis di lokasi itu. Menurutnya, pembangunan kawasan bisnis dan perubahan bentuk dari aslinya tidak boleh dilakukan, meskipun oleh pemiliknya.
Sang pemilik itu tidak bisa berbuat banyak, karena terhalang dengan Undang-undang Perlindungan Cagar Budaya. Sehingga apapun yang dilakulan oleh pemilik bangunan harus melalui izin kepada negara.
"Mereka memang statusnya memiliki, tapi tidak bisa berbuat apa-apa, karena itu diproteksi oleh negara," terangnya.
Sebelumnya, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo berharap, bangunan bersejarah itu segera dapat diakuisisi oleh Pemkot Solo. Akan tetapi, proses akuisisi ini terganjal oleh pendanaan, mengingat harga yang ditawarkan oleh pemilik benteng mencapai hampir Rp1 triliun.
Pemerintah merasa keberatan jika akusiisi bangunan itu harus melalui proses pembelian. Sebaliknya, Rudy justru berharap, sang pemilik menghibahkan bangunan itu kepada Pemkot Solo atau memberian status pinjam pakai.
"Sekarang pemiliknya sudah mulai terbuka, kita juga diperbolehkan memanfaatkan kompleks benteng untuk kegiatan kegiatan Pemkot Solo," tandasnya.
(san)