Dolly Tutup, PSK Tetap Buka
A
A
A
SURABAYA - Penutupan lokalisasi Dolly, oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dipastikan tidak akan bisa menghapus praktik prostitusi. Seperti diungkapkan salah satu Pekerja Seks Komersial (PSK) ini misalnya.
“Kalau nanti Dolly ditutup, saya akan tetap berpraktik seperti ini (menjadi PSK). Tapi tempatnya akan di taman-taman kota. Tinggal modal tikar dan ‘main’ di taman, selesai,” ujar Lina, seorang PSK Dolly, dengan nada bercanda, Kamis (5/6/2014).
Ditambahkan dia, Dolly bukan hanya tempat prostitusi yang menyediakan jasa esek-esek bagi para pelancong hidung belang. Tetapi juga tempat hidup masyarakat. Di tempat itu, banyak orang menggantungkan hidupnya.
"Saya sudah lima tahun menggeluti dunia malam di Dolly. Saya menolak jika diberi kompensasi oleh pemerintah sebesar Rp2 juta untuk modal usaha. Dolly tempat saya menggantungkan hidup," terangnya.
Dia juga mengakui, selama rencana penutupan Dolly, penghasilannya dari melacur menjadi berkurang. Jika sebelumnya dia berhasil mendapatkan uang Rp23 juta dalam sebulan, kini dia hanya mendapat Rp2 juta.
"Dulu, dalam sebulan saya bisa mengumpulkan uang sebanyak Rp18 juta hingga Rp23 juta. Sekarang, untuk dapat Rp2 juta sebulan saja sudah susah," tukasnya.
Dia berharap, rencana pemerintah untuk menutup Dolly dipertimbangkan kembali. Menurutnya, lebih baik ada Dolly, sebab praktik esek-esek menjadi terkontrol. Dari pada harus buka praktik di taman dan sembarang tempat.
“Kalau nanti Dolly ditutup, saya akan tetap berpraktik seperti ini (menjadi PSK). Tapi tempatnya akan di taman-taman kota. Tinggal modal tikar dan ‘main’ di taman, selesai,” ujar Lina, seorang PSK Dolly, dengan nada bercanda, Kamis (5/6/2014).
Ditambahkan dia, Dolly bukan hanya tempat prostitusi yang menyediakan jasa esek-esek bagi para pelancong hidung belang. Tetapi juga tempat hidup masyarakat. Di tempat itu, banyak orang menggantungkan hidupnya.
"Saya sudah lima tahun menggeluti dunia malam di Dolly. Saya menolak jika diberi kompensasi oleh pemerintah sebesar Rp2 juta untuk modal usaha. Dolly tempat saya menggantungkan hidup," terangnya.
Dia juga mengakui, selama rencana penutupan Dolly, penghasilannya dari melacur menjadi berkurang. Jika sebelumnya dia berhasil mendapatkan uang Rp23 juta dalam sebulan, kini dia hanya mendapat Rp2 juta.
"Dulu, dalam sebulan saya bisa mengumpulkan uang sebanyak Rp18 juta hingga Rp23 juta. Sekarang, untuk dapat Rp2 juta sebulan saja sudah susah," tukasnya.
Dia berharap, rencana pemerintah untuk menutup Dolly dipertimbangkan kembali. Menurutnya, lebih baik ada Dolly, sebab praktik esek-esek menjadi terkontrol. Dari pada harus buka praktik di taman dan sembarang tempat.
(san)