Napi Lapas Garut Kendalikan Peredaran Sabu
A
A
A
GARUT - Zoro alias Asep Hidayat (35), seorang narapidana di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Klas II B Garut menjadi koordinator peredaran narkoba jenis sabu. Narapidana yang tengah menjalani hukuman selama 10 tahun ini mengendalikan bisnis narkobanya dengan bantuan dua orang, Oyo Sudaryo (33) dan Eva Marlina (38).
Terungkapnya bisnis haram Zoro berawal secara tidak disengaja, yaitu dari penangkapan yang dilakukan terhadap tersangka Oyo dan Eva di dua tempat terpisah. Oyo ditangkap di salah satu SPBU Desa Tanjung Kamuning, Kecamatan Tarogong Kaler. Sementara, Eva diamankan di kediamannya, kawasan Desa Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler.
"Petugas kami berpura-pura sebagai pembeli. Kami langsung ciduk mereka setelah direspons dan keberadan dua tersangka tersebut diketahui. Dari keterangan dua tersangka ini kemudian terungkap identitas Zoro, si pengendali peredaran sabu-sabu di dalam lapas," kata Kasat Narkoba AKP Nurdjaman, Senin (2/6/2014).
Setelah mengetahui hal tersebut, pihaknya langsung melakukan pemeriksaan terhadap Zoro. Kamar yang ditempatinya di lapas tersebut tak luput dari penggeledahan. "Hasilnya, kami dapatkan barang bukti berupa alat komunikasi berupa handphone dan dua kartu sim di dalam lapas," ujarnya.
Di kasus ini, Menurut Nurdjaman, pihaknya hanya berhasil menyita barang bukti sabu seberat enam gram senilai Rp12 juta. Sabu ini diperoleh dari tangan tersangka Oyo saat dia diciduk dalam proses transaksi, oleh anggota polisi yang menyamar sebagai pembeli.
"Dari tangan Oyo juga kami dapatkan barang bukti alat komunikasi lain. Sementara dari tersangka Eva, barang buktinya adalah alat komunikasi dan berbagai buku tabungan dan kartu ATM Bank BCA,” bebernya.
Dalam menjalankan tugasnya, Oyo dan Eva memiliki peran masing-masing. Oyo bertugas sebagai pengambil sabu dari kawasan Grogol di Jakarta, sementara Eva bertugas menghubungkan perintah Zoro terhadap Oyo dan melakukan pembelian sabu terhadap bandar lain di Jakarta.
"Sebenarnya mereka bertiga ini tidak saling mengenal atau belum pernah bertatap muka. Sistem jaringan yang mereka bangun berdasarkan kepercayaan untuk menjaga keamanan jaringannya. Bahkan untuk mengelabui petugas, tersangka Oyo mengaku jika barang bukti sabu yang telah didapat disembunyikan di beberapa tempat umum seperti tiang listrik, rumput, atau tempat-tempat lain agar tidak mencurigakan, jadi bukan disimpan di rumah. Itu semua dilakukan atas perintah Zoro," ungkapnya.
Menurut Nurdjaman, tindakan yang dilakukan Zoro dalam mengendalikan peredaran sabu di dalam lapas terbilang lihai. Ia diduga memiliki jaringan lain di luar lapas dan mengenal para sipir lapas dengan baik.
"Kami sedang mendalami kasusnya lebih jauh. Saat ini kami belum bisa berkomentar terlebih dahulu. Apakah ia ada kerja sama dengan petugas sipir, kami belum mengetahuinya. Namun dengan bebasnya ia menggunakan HP untuk berkomunikasi dan mengendalikan bisnisnya, menjadi sebuah materi tambahan dalam penyelidikan kami," terangnya.
Dari informasi yang dihimpun, Zoro divonis 10 tahun penjara pada 2009. Saat itu, ia diamankan oleh petugas Polres Bandung Tengah karena kedapatan membawa ganja seberat 2 kg.
Zoro sempat berpindah-pindah sel. Pertama, ia ditahan di Lapas Kebon Waru, kemudian ke Lapas Gintung. Terakhir, di Lapas Klas II B Garut. Di Lapas Klas II B Garut, ia baru mendekam selama hampir tiga bulan. "Total penahanannya 10 tahun. Sementara masa tahanan yang telah dijalani hingga saat ini sudah berjalan empat tahun," ucapnya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Zoro dan dua pembantunya terancam Pasal 132 ayat (1) dan ayat (2) subsider pasal 114 ayat (2) UU No 35 Tahun2009 tentang Narkotika, dengan hukuman paling singkat 5 tahun penjara.
Terungkapnya bisnis haram Zoro berawal secara tidak disengaja, yaitu dari penangkapan yang dilakukan terhadap tersangka Oyo dan Eva di dua tempat terpisah. Oyo ditangkap di salah satu SPBU Desa Tanjung Kamuning, Kecamatan Tarogong Kaler. Sementara, Eva diamankan di kediamannya, kawasan Desa Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler.
"Petugas kami berpura-pura sebagai pembeli. Kami langsung ciduk mereka setelah direspons dan keberadan dua tersangka tersebut diketahui. Dari keterangan dua tersangka ini kemudian terungkap identitas Zoro, si pengendali peredaran sabu-sabu di dalam lapas," kata Kasat Narkoba AKP Nurdjaman, Senin (2/6/2014).
Setelah mengetahui hal tersebut, pihaknya langsung melakukan pemeriksaan terhadap Zoro. Kamar yang ditempatinya di lapas tersebut tak luput dari penggeledahan. "Hasilnya, kami dapatkan barang bukti berupa alat komunikasi berupa handphone dan dua kartu sim di dalam lapas," ujarnya.
Di kasus ini, Menurut Nurdjaman, pihaknya hanya berhasil menyita barang bukti sabu seberat enam gram senilai Rp12 juta. Sabu ini diperoleh dari tangan tersangka Oyo saat dia diciduk dalam proses transaksi, oleh anggota polisi yang menyamar sebagai pembeli.
"Dari tangan Oyo juga kami dapatkan barang bukti alat komunikasi lain. Sementara dari tersangka Eva, barang buktinya adalah alat komunikasi dan berbagai buku tabungan dan kartu ATM Bank BCA,” bebernya.
Dalam menjalankan tugasnya, Oyo dan Eva memiliki peran masing-masing. Oyo bertugas sebagai pengambil sabu dari kawasan Grogol di Jakarta, sementara Eva bertugas menghubungkan perintah Zoro terhadap Oyo dan melakukan pembelian sabu terhadap bandar lain di Jakarta.
"Sebenarnya mereka bertiga ini tidak saling mengenal atau belum pernah bertatap muka. Sistem jaringan yang mereka bangun berdasarkan kepercayaan untuk menjaga keamanan jaringannya. Bahkan untuk mengelabui petugas, tersangka Oyo mengaku jika barang bukti sabu yang telah didapat disembunyikan di beberapa tempat umum seperti tiang listrik, rumput, atau tempat-tempat lain agar tidak mencurigakan, jadi bukan disimpan di rumah. Itu semua dilakukan atas perintah Zoro," ungkapnya.
Menurut Nurdjaman, tindakan yang dilakukan Zoro dalam mengendalikan peredaran sabu di dalam lapas terbilang lihai. Ia diduga memiliki jaringan lain di luar lapas dan mengenal para sipir lapas dengan baik.
"Kami sedang mendalami kasusnya lebih jauh. Saat ini kami belum bisa berkomentar terlebih dahulu. Apakah ia ada kerja sama dengan petugas sipir, kami belum mengetahuinya. Namun dengan bebasnya ia menggunakan HP untuk berkomunikasi dan mengendalikan bisnisnya, menjadi sebuah materi tambahan dalam penyelidikan kami," terangnya.
Dari informasi yang dihimpun, Zoro divonis 10 tahun penjara pada 2009. Saat itu, ia diamankan oleh petugas Polres Bandung Tengah karena kedapatan membawa ganja seberat 2 kg.
Zoro sempat berpindah-pindah sel. Pertama, ia ditahan di Lapas Kebon Waru, kemudian ke Lapas Gintung. Terakhir, di Lapas Klas II B Garut. Di Lapas Klas II B Garut, ia baru mendekam selama hampir tiga bulan. "Total penahanannya 10 tahun. Sementara masa tahanan yang telah dijalani hingga saat ini sudah berjalan empat tahun," ucapnya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Zoro dan dua pembantunya terancam Pasal 132 ayat (1) dan ayat (2) subsider pasal 114 ayat (2) UU No 35 Tahun2009 tentang Narkotika, dengan hukuman paling singkat 5 tahun penjara.
(zik)