Ini Dia Curahan Hati PSK Dolly
A
A
A
SURABAYA - Prostitusi Dolly, di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, banyak menyimpan kenangan. Terutama bagi para Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menggantungkan hidupnya dari menjual badan.
Seperti diungkapkan Cicik, PSK asal Jawa Barat. Tanpa ragu, Cicik mencurahkan hatinya kepada pelanggannya S. Pria berpotongan klimis ini mengaku miris mendengar keluhan Cicik.
"Jangan dikira PSK itu memiliki uang yang melimpah hanya dengan melayani para lelaki. Justru mereka tersiksa batin, karena terikat dengan para mucikari," kata S, saat berbincang dengan wartawan, Rabu (21/5/2014).
Ditambahkan dia, saat itu Cicik menelponnya. Katanya, dia kangen setelah lama tidak bertemu. Kemudian dia pun membooking Cicik. "Saya juga kaget. Dia menghubungi saya, katanya kangen dan meminta untuk datang ke tempatnya itu," ceritanya.
Saat berduaan di dalam kamar, Cicik membuka semua keluh kesahnya. Termasuk ketidakadilan yang sering dialaminya dari para pengelola wisma. Di antaranya rekap pelanggan yang tidak sesuai.
"Pemilik wisma seperti menipu para PSK. Misalnya dalam sehari mereka mampu melayani 10 orang pria, ternyata dalam buku rekapan hanya dicatat lima orang. Imbasnya adalah saat menerima honor," jelasnya.
Para PSK hanya mendapat bagian 35 persen dari tarif kencan. Di lokalisasi Dolly sendiri, tarif kencan per satu kali main sekitar Rp150-300 ribu.
Minimnya pendapatan para PSK ini berakibat pada sulitnya mereka memenuhi kebutuhan primer, seperti membeli baju, celana dalam, dan bra. Barang-barang itu, harus dibeli melalui mucikari, dan tidak bisa dibeli sendiri.
Dari mucikari, harga baju di pasaran yang sehrusnya Rp50 ribu, dijual menjadi Rp150-200 ribu. Kontan, mendapat harga yang sebegitu besar, para PSK meresa keberatan. Namun begitu, mereka tidak bisa berbuat banyak.
"Saya kemudian membelikan kebutuhan itu di Pasar Keputran. Saya datang ke Dolly masuk ke wisma membawa tas berisi baju, celana dalam, dan bra. Pemilik wisma tidak curiga, karena memang saya sering ke situ," bebernya.
Tindakan elegal S yang membantu para PSK mendapatkan barang murah sangat berisiko jika ketahuan pemilik wisma dan mucikari. Namun, risiko itu ditempuh demi para PSK yang menderita.
"Hati saya terketuk untuk membantu para PSK ini. Saya pun meminta kepada Cicik untuk mendata sejumlah rekan-rekan sesama PSK yang membutuhkan baju, celana dalam, dan bra, lalu membelikannya di luar sesuai dengan harga yang ada," pungkasnya.
Seperti diungkapkan Cicik, PSK asal Jawa Barat. Tanpa ragu, Cicik mencurahkan hatinya kepada pelanggannya S. Pria berpotongan klimis ini mengaku miris mendengar keluhan Cicik.
"Jangan dikira PSK itu memiliki uang yang melimpah hanya dengan melayani para lelaki. Justru mereka tersiksa batin, karena terikat dengan para mucikari," kata S, saat berbincang dengan wartawan, Rabu (21/5/2014).
Ditambahkan dia, saat itu Cicik menelponnya. Katanya, dia kangen setelah lama tidak bertemu. Kemudian dia pun membooking Cicik. "Saya juga kaget. Dia menghubungi saya, katanya kangen dan meminta untuk datang ke tempatnya itu," ceritanya.
Saat berduaan di dalam kamar, Cicik membuka semua keluh kesahnya. Termasuk ketidakadilan yang sering dialaminya dari para pengelola wisma. Di antaranya rekap pelanggan yang tidak sesuai.
"Pemilik wisma seperti menipu para PSK. Misalnya dalam sehari mereka mampu melayani 10 orang pria, ternyata dalam buku rekapan hanya dicatat lima orang. Imbasnya adalah saat menerima honor," jelasnya.
Para PSK hanya mendapat bagian 35 persen dari tarif kencan. Di lokalisasi Dolly sendiri, tarif kencan per satu kali main sekitar Rp150-300 ribu.
Minimnya pendapatan para PSK ini berakibat pada sulitnya mereka memenuhi kebutuhan primer, seperti membeli baju, celana dalam, dan bra. Barang-barang itu, harus dibeli melalui mucikari, dan tidak bisa dibeli sendiri.
Dari mucikari, harga baju di pasaran yang sehrusnya Rp50 ribu, dijual menjadi Rp150-200 ribu. Kontan, mendapat harga yang sebegitu besar, para PSK meresa keberatan. Namun begitu, mereka tidak bisa berbuat banyak.
"Saya kemudian membelikan kebutuhan itu di Pasar Keputran. Saya datang ke Dolly masuk ke wisma membawa tas berisi baju, celana dalam, dan bra. Pemilik wisma tidak curiga, karena memang saya sering ke situ," bebernya.
Tindakan elegal S yang membantu para PSK mendapatkan barang murah sangat berisiko jika ketahuan pemilik wisma dan mucikari. Namun, risiko itu ditempuh demi para PSK yang menderita.
"Hati saya terketuk untuk membantu para PSK ini. Saya pun meminta kepada Cicik untuk mendata sejumlah rekan-rekan sesama PSK yang membutuhkan baju, celana dalam, dan bra, lalu membelikannya di luar sesuai dengan harga yang ada," pungkasnya.
(san)