Ratusan Warga Kersamanah Sakit Jiwa Harus Konsumsi Obat

Selasa, 20 Mei 2014 - 08:15 WIB
Ratusan Warga Kersamanah Sakit Jiwa Harus Konsumsi Obat
Ratusan Warga Kersamanah Sakit Jiwa Harus Konsumsi Obat
A A A
GARUT - Ratusan warga di Kecamatan Kersamanah, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang menderita gangguan kejiwaan harus terus mengonsumsi obat-obatan dari pemerintah.

Ketua Forum Desa Siaga Kesehatan Jiwa (Keswa) Kecamatan Kersamanah Empon Maesaroh mengatakan, obat-obatan yang terdiri dari sejenis obat penenang, vitamin, dan penahan rasa nyeri, dapat diperoleh masyarakat secara gratis di Puskesmas Kersamanah.

"Dari keterangan petugas medis, obat-obatan ini mesti tetap dikonsumsi penderita gangguan kejiwaan. Bahkan meski terlihat normal, seseorang yang sebelumnya memiliki riwayat penyakit jiwa harus mengonsumsinya," kata Empon, Selasa (20/5/2014).

Namun demikian, pemberian obat kepada warga yang telah 'sembuh' dari riwayat penyakit gangguan jiwanya harus disesuaikan dengan petunjuk dokter atau petugas medis. Pada bebeberapa kasus, dosis dari obat yang dikonsumsi dikurangi.

"Sebab ada kemungkinan ia masih sakit secara mental meski dia terlihat 'sembuh'. Makanya konsultasi dengan ahli medis tetap harus dilakukan untuk mengetahui perkembangannya," ujarnya.

Sebaran domisili warga berpenyakit jiwa yang terpencar serta letak geografis wilayah, terkadang menjadi hambatan bagi pihak keluarga untuk mengambil obat-obatan itu dari puskesmas. Meski begitu kendala ini masih bisa ditanggulangi dengan dilibatkannya para kader kesehatan jiwa di masing-masing desa Kecamatan Kersamanah.

"Obat-obatan bisa diantar oleh kader secara cuma-cuma. Namun itu tadi, jumlah kader terbatas. Selain kendala keterbatasan SDM, para kader pun kerap kali dihadapkan pada kondisi penolakan atau adanya tindakan tidak bersahabat dari pihak keluarga. Sehingga obat yang semestinya dikonsumsi tidak sampai ke penderitanya," paparnya.

Sementara itu, Ocah (65), ibu kandung Dede Tarsih (44), yang berdomisili di Kampung Sundulan RT 01/07 Desa Kersamanah, mengaku malu jika harus terus menerus meminta obat ke puskesmas. Akibatnya, Ocah terpaksa menghentikan pemberian obat kepada anak satu-satunya tersebut.

"Saya malu jika harus terus meminta obat untuk Dede," katanya.

Diantara sejumlah warga lain yang menderita gangguan jiwa, Dede Tarsih mulai terkena penyakit ini sejak ia duduk di bangku kelas III SD atau saat masih kanak-kanak. Menurut Ocah, saat itu putrinya ini mengalami kejang.

"Saya tidak tahu apa penyebabnya. Dede tiba-tiba kejang begitu saja. Sejak saat itu, Dede putus sekolah dan menjadi seperti ini," tuturnya.

Penyakit jiwa yang diderita Dede pun bersifat kambuhan. Dalam kurun waktu yang tidak menentu, Dede dapat kembali normal dan mampu berkomunikasi biasa.

"Kadang normal kondisinya. Tapi jika 'penyakitnya' kambuh, Dede selalu berbicara dan memain-mainkan boneka. Jarak waktunya pun berbeda, kadang delapan bulan sakit, lalu beberapa bulan setelahnya normal. Pernah saya sampai merasa putus asa merawatnya," ungkapnya.

Selain bersama Ocah, Dede Tarsih juga tinggal bersama ayahnya yang telah lanjut usia, Toip (82). Mereka bertiga menempati sebuah rumah bilik panggung di Kampung Sundulan.

"Suami saya sudah tua dan tidak bisa mencari nafkah. Untuk kebutuhan sehari-hari, saya menjual gorengan," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 116 warga di Kecamatan Kersamanah mengidap penyakit gangguan jiwa. Warga yang terganggu jiwanya ini tersebar di enam desa kecamatan tersebut. •fani ferdiansyah.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7014 seconds (0.1#10.140)