Terduga teroris Klaten seorang ustaz & Ketua RT
A
A
A
Sindonews.com - Salah satu terduga teroris yang ditangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror, Mabes polri di Kabupaten Klaten Kamis (15/5) ternyata ketua RT.
Terduga teroris tersebut adalah Slamet Sucipto yang dikenal sebagai Ketua RT 22 RW 06, Desa Tempursari Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten.
Keterangan yang dihimpun KORAN SINDO, menyebutkan Sucipto merupakan warga yang ramah dan suka bermasyarakat. Tidak hanya itu Sucipto juga dikenal sebagai ustaz dan guru mengaji di wilayah tempat ia tinggal. Sehingga para tetangga tidak pernah menyangka jika Sucipto itu ikut dalam kelompok terorisme dan diburu oleh Polisi.
Ketua RW 06 Desa Tempursari, mengatakan tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan yang diperihatkan oleh Sucipto selama bergaul dengan warga. Menurutnya, Sucipto tinggal di rumah itu bersama istrinya, dia selalu berbaur dengan masyarakat dan sifatnya terbuka. Bahkan dirinya sering bergaul dan bergurau dengan mudah dengan warga di sekitarnya.
Selain itu dirinya juga dikenal sebagai pedagang kambing yang selalu beroperasi di Pasar Hewan di Kabupaten Klaten dan sekitarnya. “Ya tidak percaya kalau dirinya terlibat, lha wong kesehariannya orangnya sangat terbuka seperti itu,” ucapnya, Jumat (16/5)
Sebelum penangkapan Sucipto, menurutnya beberapa hari sebelumnya wilayahnya didatangi oleh warga yang menggunakan kendaraan berpelat nomor B, warga yang datang itu langsung menanyakan keberadaan Sucipto dan kegiatan sehari-harinya.
Saat itu dirinya mengaku curiga karena selama ini Sucipto tidak memiliki keluarga atau kerabat di Jakarta. “Kami kira siapa, lha ternyata malah tim dari Mabes Polri,” ucapnya.
Sementara itu hal berbeda dialami oleh warga di lokasi lain penggerebekan teroris di Klaten. Di lokasi penggerebegan Sumber Kecamatan Trucuk, warga justru tidak mengenali terduga teroris yang digelandang polisi.
Menurut warga, terduga teroris itu tidak pernah mengenalkan diri ke tetangga mereka.
Ketua RT Setempat, Supardi Marsono, mengatakan para terduga teroris itu tidak memberikan identitas apapun kepada perangkat desa. Padahal identitas itu sudah beberapa kali diminta olehnya dan juga perangkat desa setempat.
Terduga teroris tersebut adalah Slamet Sucipto yang dikenal sebagai Ketua RT 22 RW 06, Desa Tempursari Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten.
Keterangan yang dihimpun KORAN SINDO, menyebutkan Sucipto merupakan warga yang ramah dan suka bermasyarakat. Tidak hanya itu Sucipto juga dikenal sebagai ustaz dan guru mengaji di wilayah tempat ia tinggal. Sehingga para tetangga tidak pernah menyangka jika Sucipto itu ikut dalam kelompok terorisme dan diburu oleh Polisi.
Ketua RW 06 Desa Tempursari, mengatakan tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan yang diperihatkan oleh Sucipto selama bergaul dengan warga. Menurutnya, Sucipto tinggal di rumah itu bersama istrinya, dia selalu berbaur dengan masyarakat dan sifatnya terbuka. Bahkan dirinya sering bergaul dan bergurau dengan mudah dengan warga di sekitarnya.
Selain itu dirinya juga dikenal sebagai pedagang kambing yang selalu beroperasi di Pasar Hewan di Kabupaten Klaten dan sekitarnya. “Ya tidak percaya kalau dirinya terlibat, lha wong kesehariannya orangnya sangat terbuka seperti itu,” ucapnya, Jumat (16/5)
Sebelum penangkapan Sucipto, menurutnya beberapa hari sebelumnya wilayahnya didatangi oleh warga yang menggunakan kendaraan berpelat nomor B, warga yang datang itu langsung menanyakan keberadaan Sucipto dan kegiatan sehari-harinya.
Saat itu dirinya mengaku curiga karena selama ini Sucipto tidak memiliki keluarga atau kerabat di Jakarta. “Kami kira siapa, lha ternyata malah tim dari Mabes Polri,” ucapnya.
Sementara itu hal berbeda dialami oleh warga di lokasi lain penggerebekan teroris di Klaten. Di lokasi penggerebegan Sumber Kecamatan Trucuk, warga justru tidak mengenali terduga teroris yang digelandang polisi.
Menurut warga, terduga teroris itu tidak pernah mengenalkan diri ke tetangga mereka.
Ketua RT Setempat, Supardi Marsono, mengatakan para terduga teroris itu tidak memberikan identitas apapun kepada perangkat desa. Padahal identitas itu sudah beberapa kali diminta olehnya dan juga perangkat desa setempat.
(lns)