Penutupan Dolly diduga persaingan bisnis prostitusi
A
A
A
Sindonews.com - Spekulasi terus muncul terkait rencana Pemkot Surabaya untuk menutup lokalisasi Dolly. Ormas DPW Pagar Jati Jawa Timur menuding bahwa di balik penutupan Dolly ada permainan bisnis.
"Kami melihat ada arogansi dari pihak Pemkot Surabaya yang terkesan dipaksakan. Kami menenggarai penutupan ini ada pesanan," kata Ketua Ormas DPW Pagar Jati Bambang Hariyanto, Kamis (8/5/2014).
Dengan dijadikannya kawasan lokalisasi Dolly sebagai area bisnis dan sentra ekonomi di Surabaya, prostitusi high class yang berkedok panti pijat mulai menjamur. Dengan ditutupnya Dolly, masyarakat bisa beralih ke panti pijat plus.
"Prostitusi non lokalisasi berdampak buruk, karena hal ini berkaitan dengan perilaku sex beresiko (risk sex behavior), di mana tingkat kesadaran perilaku sex aman di tempat prostitusi non lokalisasi," terangnya.
Akibatnya, korban terakhir adalah ibu-ibu rumah tangga yang tertular oleh suaminya yang 'jajan' di prostitusi non lokalisasi.
"Dari segi harga, jajan di lokalisasi Dolly maksimal Rp300 ribu. Sedangkan di tempat prostitusi high class yang notabene kualitas wanitanya sama, namun harganya bisa mencapai Rp2 juta," bebernya.
Dia melanjutkan, Ormas Pagar Jati menolak penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak. Karena sejumlah fakta menyebutkan, Pemkot Surabaya hanya memaksakan diri tanpa memperhatikan pasca penutupan itu.
Lokalisasi Dolly tampaknya akan tinggal cerita setelah tanggal 19 Juni 2014. Pasalnya, pada tanggal itu pemkot memastikan akan menutup lokalisasi yang konon pernah terbesar se-Asia Tenggara itu.
Lokalisasi yang berada di Kecamatan Sawahan ini, kini dihuni sekitar 1.080 PSK. Jumlah tersebut menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Kami melihat ada arogansi dari pihak Pemkot Surabaya yang terkesan dipaksakan. Kami menenggarai penutupan ini ada pesanan," kata Ketua Ormas DPW Pagar Jati Bambang Hariyanto, Kamis (8/5/2014).
Dengan dijadikannya kawasan lokalisasi Dolly sebagai area bisnis dan sentra ekonomi di Surabaya, prostitusi high class yang berkedok panti pijat mulai menjamur. Dengan ditutupnya Dolly, masyarakat bisa beralih ke panti pijat plus.
"Prostitusi non lokalisasi berdampak buruk, karena hal ini berkaitan dengan perilaku sex beresiko (risk sex behavior), di mana tingkat kesadaran perilaku sex aman di tempat prostitusi non lokalisasi," terangnya.
Akibatnya, korban terakhir adalah ibu-ibu rumah tangga yang tertular oleh suaminya yang 'jajan' di prostitusi non lokalisasi.
"Dari segi harga, jajan di lokalisasi Dolly maksimal Rp300 ribu. Sedangkan di tempat prostitusi high class yang notabene kualitas wanitanya sama, namun harganya bisa mencapai Rp2 juta," bebernya.
Dia melanjutkan, Ormas Pagar Jati menolak penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak. Karena sejumlah fakta menyebutkan, Pemkot Surabaya hanya memaksakan diri tanpa memperhatikan pasca penutupan itu.
Lokalisasi Dolly tampaknya akan tinggal cerita setelah tanggal 19 Juni 2014. Pasalnya, pada tanggal itu pemkot memastikan akan menutup lokalisasi yang konon pernah terbesar se-Asia Tenggara itu.
Lokalisasi yang berada di Kecamatan Sawahan ini, kini dihuni sekitar 1.080 PSK. Jumlah tersebut menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
(san)