Korban kebakaran Cimareme melahirkan di tenda pengungsian
A
A
A
Sindonews.com - Sudah tujuh bulan korban kebakaran di Kampung Cimareme, RT25/06, Desa Tegalgede, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, hidup dalam pengungsian. Anak-anak, orang tua, dan ibu hamil, tidur bersama di dalam tenda.
Kehidupan mereka selama itu terasa sangat sulit, meski sebelum kebakaran terjadi ekonomi warga kampung ini tetap tidak mudah. Namun, setelah peristiwa kebakaran, kesulitan warga di kampung ini makin bertambah parah saja.
Terutama bagi ibu hamil seperti Deti Wartini (31). Waktunya untuk melahirkan hanya tinggal beberapa hari lagi. Kendati masih punya waktu untuk pergi ke puskesmas, namun pilihan itu tidak diambilnya. Lantaran lokasi puskesmas sangat jauh.
Alhasil, dengan sangat terpaksa dia harus menunggu di tenda pengungsian dan melahirkan anak ke tiganya tempat itu. Lantas bagaimana tanggapan pemerintah daerah? Selama enam setelah kebakaran, pada September 2013, tidak ada bantuan pemerintah.
“Saya sangat sedih sekali, karena kali ini anak bungsu saya akan dilahirkan di tenda. Jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh tiga kakaknya sebelumnya,” tutur Deti, saat ditemui di tenda pengungsian, Senin (21/4/2014).
Diceritakan Deti, dirinya memiliki rumah seluas 11x10 meter persegi. Dia menyebutkan ada tiga keluarga yang tinggal di dalam rumah itu. Kendati begitu, kondisi saat itu masih lebih dari hidup di dalam tenda seperti sekarang.
“Yang pertama adalah keluarga bapak ibu saya, kemudian keluarga saya sendiri, dan keluarga adik saya. Jadi jumlah kami yang menempati rumah itu 11 orang,” terangnya.
Dia juga mengatakan, di rumah itu, dirinya melahirkan anak pertama dan keduanya. Namun sekarang, rumah itu tinggal puing-puing. Semuanya ludes terbakar. Kenangan di dalam rumah itu hilang terbakar bersama kebakaran.
“Saya akan melahirkan di tenda saja. Sebab jika melahirkan di puskesmas atau bidan, itu akan sulit. Sebab jalan menuju ke sana sangat jauh sekali. Melahirkan anak pertama hingga ketiga, itu semua dilakukan di sini," ungkapnya.
Kendati begitu, Deti mengaku pasrah, menerima nasib. Menurutnya, apa yang terjadi sekarang merupakan suratan takdir dati Tuhan yang harus tetap disyukuri. Dia hanya berharap, anak bungsunya bisa menerima takdir tersebut.
"Saya pribadi tidak masalah dengan kondisi sekarang, karena mungkin sudah takdir Allah. Saya selalu berdoa, mudah-mudahan anak saya yang akan lahir nanti selalu dilindungi dan diberikan rizki oleh Allah, di saat orangtuanya tak lagi memiliki rumah,” ungkapnya.
Baca juga:
Di pengungsian, warga Cimareme makan singkong & ubi
7 bulan, warga Cimareme tinggal di pengungsian
Kehidupan mereka selama itu terasa sangat sulit, meski sebelum kebakaran terjadi ekonomi warga kampung ini tetap tidak mudah. Namun, setelah peristiwa kebakaran, kesulitan warga di kampung ini makin bertambah parah saja.
Terutama bagi ibu hamil seperti Deti Wartini (31). Waktunya untuk melahirkan hanya tinggal beberapa hari lagi. Kendati masih punya waktu untuk pergi ke puskesmas, namun pilihan itu tidak diambilnya. Lantaran lokasi puskesmas sangat jauh.
Alhasil, dengan sangat terpaksa dia harus menunggu di tenda pengungsian dan melahirkan anak ke tiganya tempat itu. Lantas bagaimana tanggapan pemerintah daerah? Selama enam setelah kebakaran, pada September 2013, tidak ada bantuan pemerintah.
“Saya sangat sedih sekali, karena kali ini anak bungsu saya akan dilahirkan di tenda. Jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh tiga kakaknya sebelumnya,” tutur Deti, saat ditemui di tenda pengungsian, Senin (21/4/2014).
Diceritakan Deti, dirinya memiliki rumah seluas 11x10 meter persegi. Dia menyebutkan ada tiga keluarga yang tinggal di dalam rumah itu. Kendati begitu, kondisi saat itu masih lebih dari hidup di dalam tenda seperti sekarang.
“Yang pertama adalah keluarga bapak ibu saya, kemudian keluarga saya sendiri, dan keluarga adik saya. Jadi jumlah kami yang menempati rumah itu 11 orang,” terangnya.
Dia juga mengatakan, di rumah itu, dirinya melahirkan anak pertama dan keduanya. Namun sekarang, rumah itu tinggal puing-puing. Semuanya ludes terbakar. Kenangan di dalam rumah itu hilang terbakar bersama kebakaran.
“Saya akan melahirkan di tenda saja. Sebab jika melahirkan di puskesmas atau bidan, itu akan sulit. Sebab jalan menuju ke sana sangat jauh sekali. Melahirkan anak pertama hingga ketiga, itu semua dilakukan di sini," ungkapnya.
Kendati begitu, Deti mengaku pasrah, menerima nasib. Menurutnya, apa yang terjadi sekarang merupakan suratan takdir dati Tuhan yang harus tetap disyukuri. Dia hanya berharap, anak bungsunya bisa menerima takdir tersebut.
"Saya pribadi tidak masalah dengan kondisi sekarang, karena mungkin sudah takdir Allah. Saya selalu berdoa, mudah-mudahan anak saya yang akan lahir nanti selalu dilindungi dan diberikan rizki oleh Allah, di saat orangtuanya tak lagi memiliki rumah,” ungkapnya.
Baca juga:
Di pengungsian, warga Cimareme makan singkong & ubi
7 bulan, warga Cimareme tinggal di pengungsian
(san)