Bupati Karanganyar dijerat pasal pencucian uang
A
A
A
Sindonews.com – Belum selesai menjalani pemeriksaan terkait dugaan kasus korupsi proyek Penyalahgunaan Dana Bantuan Subsidi Perumahan bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA), mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani sudah dihadapkan kasus baru.
Kejati menetapkan Rina sebagai tersangka pencucian uang dalam proyek dari Kemenpera pada Koperasi Serba Usaha (KSU) Sejahtera Karanganyar tahun 2007-2008 itu.
Penetapan Rina sebagai tersangka pencucian uang itu tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang ditandatangani langsung Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng Babul Khoir Harahap.
Penandatanganan Sprindik bernomor Print: 01/O.3/F.d.2/01/2014 itu tertanggal kemarin, yakni Rabu 8 Januari 2014.
“Hari ini, kami telah keluarkan surat penetapan tersangka pencucian uang untuk saudara Rina Iriani. Sementara ini, penyidik sedang menyusun kontruksi hukumnya,” kata Asisten Pidana Khusus (Adpidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Masyhudi saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu (8/1/2014).
Menurut Masyhudi, kemungkinan besar dalam perkara kedua mantan Bupati Karanganyar ini pihaknya akan memberikan tiga pasal alternatif. Pasal tersebut pertama yakni Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman paling lama 20 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
Kedua, dijerat dengan pasal 5 UU yang sama dengan ketentuan ancaman maksimal lima tahun dan denda Rp1 miliar.
“Kemungkinan juga sedang kami kaji ketentuan pasal 3, dimana ketentuan pasal ini ancamannya paling berat yakni pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp10 miliar,” imbuhnya.
Untuk memudahkan proses penuntutan, penyidik berencana akan menjadikan perkara Rina dalam satu berkas. Bahkan, sudah ada beberapa aset milik Rina yang sudah disita kejaksaan terkait kasus itu.
“Kami juga sudah menyita beberapa harta milik tersangka Rina, seperti mobil, tanah dan rumah miliknya yang berada di wilayah Karanganyar maupun di luar Karanganyar. Namun, soal rinciannya kami belum dapat memastikan,” paparnya.
Masyhudi menambahkan penyidikan perkara pertama terhadap Rina juga masih berjalan. Hingga saat ini, pihaknya masih terus mendalami kasus yang menyebabkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp18,4 miliar itu.
“Masih didalami oleh penyidik, kita tunggu saja hasilnya,” pungkasnya.
Sementara itu, Rina Iriani yang datang ke Kejati untuk menghadiri pemeriksaan ketiganya mengaku lega. Sebab, ia yakin tidak terlibat atas kasus yang menjeratnya itu.
“Sama dengan pemeriksaan sebelumnya, saya tadi ditanya sekitar 14 pertanyaan soal kuitansi-kuitansi. Saya ditunjukkan 20 kuitansi. Namun saya lega karena saya tidak mengetahui kuitansi itu dan paraf yang ada di sana bukan tanda tangan saya. Saya plong rasanya,” kata Rina yang kemarin menggunakan baju hijau dan rok warna hitam itu sambil tersenyum.
Pernyataan itu diamini oleh Slamet Yuono, pengacara Rina. Slamet mengatakan, beberapa alat bukti yang selama pemeriksaan terhadap kliennya itu tidak ada sangkut pautnya dengan Rina.
“Sejak pemeriksaan pertama sudah ada 452 alat bukti yang diajukan ditambah 21 kuitansi yang hari ini diberikan. Semuanya itu tidak ada sangkut pautnya dengan klien kami. Itu bukan tanda tangan Ibu Rina, seharusnya Kejati menyelidik hal itu,” ujarnya.
Terkait tudingan adanya kerja sama antara Koperasi Serba Usaha (KSU) Sejahtera dan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), atas rekomendasi Rina, Slamet membantahnya. Menurutnya, kerja sama antara KSU Sejahtera dan Kemenpera sudah berlangsung sejak 2006.
"Sementara, rekomendasi itu baru keluar pada 2007. Sehingga ada atau tidak adanya rekomendasi dari Ibu Rina, kerja sama itu sudah berjalan. Menurut saya yang harus diusut adalah siapa orang yang terlibat dalam kasus itu, siapa yang bertanda tangan, siapa yang menerimanya,” imbuhnya.
Slamet juga berharap, dengan tidak cukupnya alat bukti yang digunakan, pihak Kejati segera membebaskan kliennya dari jeratan hukum. Sebab menurutnya, lebih baik melepaskan seratus orang yang bersalah daripada memenjarakan satu orang tidak bersalah.
“Kami mendesak Kejati segera menghentikan kasus ini,” imbuh M.Taufik, kuasa hukum Rina lainnya
Kejati menetapkan Rina sebagai tersangka pencucian uang dalam proyek dari Kemenpera pada Koperasi Serba Usaha (KSU) Sejahtera Karanganyar tahun 2007-2008 itu.
Penetapan Rina sebagai tersangka pencucian uang itu tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang ditandatangani langsung Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng Babul Khoir Harahap.
Penandatanganan Sprindik bernomor Print: 01/O.3/F.d.2/01/2014 itu tertanggal kemarin, yakni Rabu 8 Januari 2014.
“Hari ini, kami telah keluarkan surat penetapan tersangka pencucian uang untuk saudara Rina Iriani. Sementara ini, penyidik sedang menyusun kontruksi hukumnya,” kata Asisten Pidana Khusus (Adpidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Masyhudi saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu (8/1/2014).
Menurut Masyhudi, kemungkinan besar dalam perkara kedua mantan Bupati Karanganyar ini pihaknya akan memberikan tiga pasal alternatif. Pasal tersebut pertama yakni Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman paling lama 20 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
Kedua, dijerat dengan pasal 5 UU yang sama dengan ketentuan ancaman maksimal lima tahun dan denda Rp1 miliar.
“Kemungkinan juga sedang kami kaji ketentuan pasal 3, dimana ketentuan pasal ini ancamannya paling berat yakni pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp10 miliar,” imbuhnya.
Untuk memudahkan proses penuntutan, penyidik berencana akan menjadikan perkara Rina dalam satu berkas. Bahkan, sudah ada beberapa aset milik Rina yang sudah disita kejaksaan terkait kasus itu.
“Kami juga sudah menyita beberapa harta milik tersangka Rina, seperti mobil, tanah dan rumah miliknya yang berada di wilayah Karanganyar maupun di luar Karanganyar. Namun, soal rinciannya kami belum dapat memastikan,” paparnya.
Masyhudi menambahkan penyidikan perkara pertama terhadap Rina juga masih berjalan. Hingga saat ini, pihaknya masih terus mendalami kasus yang menyebabkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp18,4 miliar itu.
“Masih didalami oleh penyidik, kita tunggu saja hasilnya,” pungkasnya.
Sementara itu, Rina Iriani yang datang ke Kejati untuk menghadiri pemeriksaan ketiganya mengaku lega. Sebab, ia yakin tidak terlibat atas kasus yang menjeratnya itu.
“Sama dengan pemeriksaan sebelumnya, saya tadi ditanya sekitar 14 pertanyaan soal kuitansi-kuitansi. Saya ditunjukkan 20 kuitansi. Namun saya lega karena saya tidak mengetahui kuitansi itu dan paraf yang ada di sana bukan tanda tangan saya. Saya plong rasanya,” kata Rina yang kemarin menggunakan baju hijau dan rok warna hitam itu sambil tersenyum.
Pernyataan itu diamini oleh Slamet Yuono, pengacara Rina. Slamet mengatakan, beberapa alat bukti yang selama pemeriksaan terhadap kliennya itu tidak ada sangkut pautnya dengan Rina.
“Sejak pemeriksaan pertama sudah ada 452 alat bukti yang diajukan ditambah 21 kuitansi yang hari ini diberikan. Semuanya itu tidak ada sangkut pautnya dengan klien kami. Itu bukan tanda tangan Ibu Rina, seharusnya Kejati menyelidik hal itu,” ujarnya.
Terkait tudingan adanya kerja sama antara Koperasi Serba Usaha (KSU) Sejahtera dan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), atas rekomendasi Rina, Slamet membantahnya. Menurutnya, kerja sama antara KSU Sejahtera dan Kemenpera sudah berlangsung sejak 2006.
"Sementara, rekomendasi itu baru keluar pada 2007. Sehingga ada atau tidak adanya rekomendasi dari Ibu Rina, kerja sama itu sudah berjalan. Menurut saya yang harus diusut adalah siapa orang yang terlibat dalam kasus itu, siapa yang bertanda tangan, siapa yang menerimanya,” imbuhnya.
Slamet juga berharap, dengan tidak cukupnya alat bukti yang digunakan, pihak Kejati segera membebaskan kliennya dari jeratan hukum. Sebab menurutnya, lebih baik melepaskan seratus orang yang bersalah daripada memenjarakan satu orang tidak bersalah.
“Kami mendesak Kejati segera menghentikan kasus ini,” imbuh M.Taufik, kuasa hukum Rina lainnya
(lns)