Di Solo, kematian tidak di komersialisasi

Rabu, 08 Januari 2014 - 08:52 WIB
Di Solo, kematian tidak di komersialisasi
Di Solo, kematian tidak di komersialisasi
A A A
Sindonews.com - Fenomena praktik komersial untuk pengerahan pentakziah, pendoa, pemandi jenazah maupun mencarikan lokasi areal pemakaman memang sulit didapat di Kota Solo maupun Kota-kota penyangga di wilayah Surakarta.

Di Kota Solo maupun enam kabupaten lainnya seperti Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri, Klaten, Sragen, dan Boyolali, warga tidak melakukan komersialisasi karena semua dilakukan secara swadaya dan gratis.

Namun tidak menutup mata, bila di Kota yang pernah dipimpin Joko Widodo (Jokowi) ini pun ada sebuah yayasan yang bergerak untuk mengurusi semua yang berhubungan dengan kematian.

Salah satunya Yayasan Pembinaan dan Kesejahteraan Umat Islam (YPKUI). Salim Sungkar, salah seorang karyawan dari YPKUI, mengatakan, sejak yayasan ini terbentuk pada 1999, jumlah orang meninggal yang sudah ditanganinya hingga saat ini berjumlah 961 orang meninggal.

Meskipun bernama yayasan, namun organisasi ini tidak mencari keuntungan dari mengurusi orang yang meminta tolong jasanya mengurusi kerabatnya yang meninggal dunia.

"Kebetulan kalau orang yang meminta tolong itu kuat dalam hal finansialnya, istilahnya orang tersebut ngasih pada kita. Jika orang tersebut tidak kuat secara finansial, justru kitalah yang mengurusi semua itu secara gratis tanpa dipungut biaya. Memang kita tidak memasang tarif," kata Salim, di kediamannya, Pasar kliwon, Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/1/2014).

Meskipun Yayasan ini didirikan oleh warga keturunan Arab, namun tidak sedikit warga di luar keturunan Arab yang meminta bantuan yayasan ini untuk mengurusi kerabatnya yang meninggal dunia.

Kebanyakan, warga yang mampu dalam hal finansial menitipkan uang jasa sebesar Rp1, 250 juta kepada pihak yayasan. Perinciannya, uang tersebut dipergunakan untuk membayar jasa orang yang menggali tanah makam ditempati sebesar Rp150 ribu.

Dana tersebut juga dipergunakan untuk membayar pihak kas RT sebesar Rp20 ribu dan kas Kelurahan sebesar Rp10 ribu di mana orang tersebut dimakamkan.

Sopir mobil ambulans yang mengantarkan jenazah dibayar sebesar Rp 30 ribu, empat orang yang memandikan jenazah mendapatkan upah Rp75 ribu. Sedangkan pihak yang membawakan peti dari toko peti sebesar Rp20 ribu.

Sebanyak Rp200 ribu dibelikan kain mori atau kain kafan termasuk air zam-zam yang akan dicampurkan dengan air yang dipakai untuk memandikan jenazah. "Sisanya dijadikan kas untuk membeli tanah baru lainnya yang akan dipakai untuk areal pemakaman," paparnya.

Jika dimakam di Alas Karet, pihaknya harus merogoh kocek lagi sebesar Rp300 ribu. “Untuk orang yang tak mampu, semuannya kita tanggung," tutur Salim yang mengaku sudah 15 tahun menekuni profesi memandikan jenazah tersebut. Sedangkan untuk tahlilan, tidak ada biaya apapun.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4904 seconds (0.1#10.140)