Kasus Sampang, Soekarwo terjebak kepentingan
A
A
A
Sindonews.com - Dalam menyelesaikan kasus Sampang, Gubernur Jawa Timur Soekarwo dianggap salah langkah. Soekarwo dianggap sudah terjebak dalam kepentingan kontestasi, yakni kepentingan untuk mencari dukungan.
"Khusus untuk kasus ini Soekarwo salah langkah. Karena terjebak dalam kepentingan mencari dukungan sehingga tidak tegas terhadap prinsip-prinsip multikulturalisme," kata Pengamat Politik Universitas Airlangga Haryadi dalam sebuah diskusi di Surabaya, Rabu (2/1/2014).
Sebagai Gubernur Jawa Timur tentunya Soekarwo lebih paham soal wawasan multikultarilisme. Di Jawa Timur sendiri keberagaman memang selalu mewarnai kehidupan masyarakatnya.
"Dalam kacamata multikulturalisme negara tidak boleh menoleransi kekuatan-kekuatan yang intoleran," ujar dosen Ilmu Politik Unair ini.
Kasus sampang ini menjadi pekerjaan rumah yang besar dan harus menjadi bahan refleksi di tahun 2014 ini. Yang terjadi di kasus Sampang ini adalah bagimana mungkin ada warga negara untuk alasan keamanan harus mengungsi meninggalkan tempat tinggalnya sendiri. Dan negara yang berinisitif untuk mengungsikan mereka.
Alih-alih negara untuk menertibkan kekuatan yang intoleran, tapi negara malah mengakomodasi kekuatan intoleran itu untuk kepentingan politik kontestasi.
"Itulah kenapa kasus Sampang ini menjadi berkepanjangan. Walaupun nanti ada penanganan, namun dari sudut ini Pakde Karwo sudah salah langkah," ujar Haryadi.
Meski demikian, Haryadi juga menyebut imbas kasus Sampang ini tidak akan memberikan efek domino. Karena, awalnya konflik itu adalah berasal dari persaingan wibawa saudara. Kemudian ada kelompok lokal yang turut memanfaatkan isu tersebut menjadi pertarungan Sunni-Syiah. Hingga ada kekuatan Nasional yang juga turut bermain.
"Kalau untuk kekuatan internasional tidak sejauh itu. Kenapa kekuatan internasional itu turun karena untuk memastikan apakah intoleransi benar-benar terjadi di tempat itu." paparnya.
Sampai saat ini persoalan Kasus Sampang membuat 67 Kepala keluarga harus mengungsi dan tinggal di Rumah susun (Rusun) Jemdundo, kecamatan Taman, Sidoarjo. Para pengungsi Syiah masih belum kembali ke kampung halamannya di Kabupaten Sampang.
"Khusus untuk kasus ini Soekarwo salah langkah. Karena terjebak dalam kepentingan mencari dukungan sehingga tidak tegas terhadap prinsip-prinsip multikulturalisme," kata Pengamat Politik Universitas Airlangga Haryadi dalam sebuah diskusi di Surabaya, Rabu (2/1/2014).
Sebagai Gubernur Jawa Timur tentunya Soekarwo lebih paham soal wawasan multikultarilisme. Di Jawa Timur sendiri keberagaman memang selalu mewarnai kehidupan masyarakatnya.
"Dalam kacamata multikulturalisme negara tidak boleh menoleransi kekuatan-kekuatan yang intoleran," ujar dosen Ilmu Politik Unair ini.
Kasus sampang ini menjadi pekerjaan rumah yang besar dan harus menjadi bahan refleksi di tahun 2014 ini. Yang terjadi di kasus Sampang ini adalah bagimana mungkin ada warga negara untuk alasan keamanan harus mengungsi meninggalkan tempat tinggalnya sendiri. Dan negara yang berinisitif untuk mengungsikan mereka.
Alih-alih negara untuk menertibkan kekuatan yang intoleran, tapi negara malah mengakomodasi kekuatan intoleran itu untuk kepentingan politik kontestasi.
"Itulah kenapa kasus Sampang ini menjadi berkepanjangan. Walaupun nanti ada penanganan, namun dari sudut ini Pakde Karwo sudah salah langkah," ujar Haryadi.
Meski demikian, Haryadi juga menyebut imbas kasus Sampang ini tidak akan memberikan efek domino. Karena, awalnya konflik itu adalah berasal dari persaingan wibawa saudara. Kemudian ada kelompok lokal yang turut memanfaatkan isu tersebut menjadi pertarungan Sunni-Syiah. Hingga ada kekuatan Nasional yang juga turut bermain.
"Kalau untuk kekuatan internasional tidak sejauh itu. Kenapa kekuatan internasional itu turun karena untuk memastikan apakah intoleransi benar-benar terjadi di tempat itu." paparnya.
Sampai saat ini persoalan Kasus Sampang membuat 67 Kepala keluarga harus mengungsi dan tinggal di Rumah susun (Rusun) Jemdundo, kecamatan Taman, Sidoarjo. Para pengungsi Syiah masih belum kembali ke kampung halamannya di Kabupaten Sampang.
(hyk)