Meski terbatas, pemijat ini pantang meminta
A
A
A
Sindonews.com - Malam sudah cukup larut saat Sindo mendatangi sebuah panti pijat di Ngaliyan Kota Semarang. Meski begitu, aktivitas di dalam panti pijat bernama Panti Pijat Tunanetera Segar Bugar itu masih terlihat ramai.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya salah satu pemijat keluar dari bilik kamar ruangan tersebut. Dengan senyum ramah, laki-laki tersebut mendatangi kami dan menawarkan jasa pijat.
"Silakan mas, ini sudah siap," ujar salah seorang pemijat yang diketahui bernama Slamet (27), warga Pemalang, Jawa Tengah (Jateng), Rabu (25/12/2013).
Setelah memasuki kamar, Slamet mulai melaksanakan tugasnya. Sesekali, ia mengajak kami mengobrol mengenai kehidupannya. Dari sanalah kami tahu jika perjalanan hidup Slamet penuh dengan lika-liku dan perjuangan keras.
"Saya sudah menjadi tukang pijat sejak tiga tahun silam. Setelah saya tahu bahwa saya memiliki keterbatasan, saya memutuskan untuk menjadi tukang pijat seperti ini,” katanya saat berbincang.
Untuk memperoleh keahlian memijatnya itu, Slamet mengaku tidaklah mudah. Keahliannya itu ia peroleh ketika menuntut ilmu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kabupaten Pemalang selama tiga tahun.
Di sekolah itu, imbuh dia, ia diajari berbagai keterampilan khusus bagi penyandang cacat seperti membaca huruf Braille dan keterampilan lainnya seperti melukis, kerajinan tangan dan sebagainya. Namun, Slamet lebih memilih menekuni keterampilan memijat.
"Karena penglihatan terbatas, saya memilih kerja yang tidak terlalu rumit. Dan saya rasa memijat adalah pekerjaan yang cocok buat saya," kata anak dari empat bersaudara ini sambil tersenyum.
Dari hasil memijatlah Slamet menggantungkan seluruh hidup keluarganya. Meski penghasilannya tidak dapat di pastikan, namun pria yang telah mengalami kebutaan sejak duduk di kelas 6 SD itu tidak pernah putus asa.
"Penghasilan alhamdulillah cukup, meski sedikit disyukuri saja. Soalnya orang pijat kan enggak mesti, kalau sedang ramai bisa sampe delapan orang, tapi kalau sepi ya kadang tidak ada. Satu orang saya dapat bagian Rp15.000," paparnya.
Meski mengalami keterbatasan, namun Slamet tidak pernah menyerah. Ia bahkan mengaku akan terus berusaha sekuat mungkin untuk berjuang hidup. Ia mengaku tidak memanfaatkan kelemahannya untuk memperoleh belas kasihan orang.
"Meski mengalami keterbatasan, saya pantang minta-minta atau mengemis di jalanan. Selama saya masih diberi kesehatan, saya akan terus berjuang mencari rejeki yang lebih layak daripada mengemis," tegasnya.
Ia terkadang malu dan sedih ketika mendengar ada orang yang memiliki keterbatasan kemudian memanfaatkanya. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh segelintir orang-orang itu kurang baik.
"Selagi masih bisa mengerjakan hal lain, lebi baik jangan meminta-minta. Kalau saya malu dan tidak sampai kalau harus meminta-minta seperti itu. Karena bagi saya, keterbatasan ini bukanlah halangan untuk kita terus berusaha menjadi yang terbaik," pungkasnya.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya salah satu pemijat keluar dari bilik kamar ruangan tersebut. Dengan senyum ramah, laki-laki tersebut mendatangi kami dan menawarkan jasa pijat.
"Silakan mas, ini sudah siap," ujar salah seorang pemijat yang diketahui bernama Slamet (27), warga Pemalang, Jawa Tengah (Jateng), Rabu (25/12/2013).
Setelah memasuki kamar, Slamet mulai melaksanakan tugasnya. Sesekali, ia mengajak kami mengobrol mengenai kehidupannya. Dari sanalah kami tahu jika perjalanan hidup Slamet penuh dengan lika-liku dan perjuangan keras.
"Saya sudah menjadi tukang pijat sejak tiga tahun silam. Setelah saya tahu bahwa saya memiliki keterbatasan, saya memutuskan untuk menjadi tukang pijat seperti ini,” katanya saat berbincang.
Untuk memperoleh keahlian memijatnya itu, Slamet mengaku tidaklah mudah. Keahliannya itu ia peroleh ketika menuntut ilmu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kabupaten Pemalang selama tiga tahun.
Di sekolah itu, imbuh dia, ia diajari berbagai keterampilan khusus bagi penyandang cacat seperti membaca huruf Braille dan keterampilan lainnya seperti melukis, kerajinan tangan dan sebagainya. Namun, Slamet lebih memilih menekuni keterampilan memijat.
"Karena penglihatan terbatas, saya memilih kerja yang tidak terlalu rumit. Dan saya rasa memijat adalah pekerjaan yang cocok buat saya," kata anak dari empat bersaudara ini sambil tersenyum.
Dari hasil memijatlah Slamet menggantungkan seluruh hidup keluarganya. Meski penghasilannya tidak dapat di pastikan, namun pria yang telah mengalami kebutaan sejak duduk di kelas 6 SD itu tidak pernah putus asa.
"Penghasilan alhamdulillah cukup, meski sedikit disyukuri saja. Soalnya orang pijat kan enggak mesti, kalau sedang ramai bisa sampe delapan orang, tapi kalau sepi ya kadang tidak ada. Satu orang saya dapat bagian Rp15.000," paparnya.
Meski mengalami keterbatasan, namun Slamet tidak pernah menyerah. Ia bahkan mengaku akan terus berusaha sekuat mungkin untuk berjuang hidup. Ia mengaku tidak memanfaatkan kelemahannya untuk memperoleh belas kasihan orang.
"Meski mengalami keterbatasan, saya pantang minta-minta atau mengemis di jalanan. Selama saya masih diberi kesehatan, saya akan terus berjuang mencari rejeki yang lebih layak daripada mengemis," tegasnya.
Ia terkadang malu dan sedih ketika mendengar ada orang yang memiliki keterbatasan kemudian memanfaatkanya. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh segelintir orang-orang itu kurang baik.
"Selagi masih bisa mengerjakan hal lain, lebi baik jangan meminta-minta. Kalau saya malu dan tidak sampai kalau harus meminta-minta seperti itu. Karena bagi saya, keterbatasan ini bukanlah halangan untuk kita terus berusaha menjadi yang terbaik," pungkasnya.
(mhd)