PDIP benarkan massa banteng serang aktivis
A
A
A
Sindonews.com - Massa beratribut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menyerang kelompok aktivis di kompleks Kantor DPRD Boyolali, pada Senin 23 Desember 2013 merupakan kader PDIP.
Sekretaris DPD PDIP Jawa Tengah Agustina Wilujeng membenarkan hal itu. Dia juga membenarkan adanya penyerangan tersebut. "Betul, itu (penyerangnya) kader PDIP yang sehari-hari bertugas di sana," ungkapnya, melalui telepon seluler, Selasa (24/12/2013).
Saat ini, pihaknya mengaku belum bisa menjatuhkan sanksi atas insiden itu. Sebab, pihak kepolisian masih melakukan investigasi mendalam atas insiden itu. Agustina menduga, insiden itu tidak serta merta terjadi begitu saja.
Ada rentetan panjang kejadian sebelumnya hingga terjadi penyerangan. "Untuk sanksi, nanti kami lihat hasil investigasi polisi dulu. Tentu kalau betul terbukti ada sanksinya. Kami juga akan klarifikasi Ketua DPRD setempat," lanjutnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Dwi Priyatno mengatakan, insiden yang terjadi di kompleks Kantor DPRD Boyolali itu merupakan perbuatan melanggar hukum.
"Pada prinsipnya, tindakan itu tidak bisa dibenarkan dan ada akibat hukumnya. Sejumlah keterangan masih kami kumpulkan," ungkapnya saat ditemui di kompleks Gubernuran Jateng.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Jawa Tengah Arif Awaludin menyayangkan terjadinya insiden itu.
"Munculnya konflik di level masyarakat itu jelas kami sayangkan. Diserang oleh massa beratribut tertentu, ini tentu bisa diproses pidana apabila memang mengarah ke tindak pidana. Masyarakat yang jadi korban bisa menuntut," ungkapnya dikonfirmasi terpisah.
Lebih lanjut, Arif mengatakan insiden semacam itu bisa disebabkan karena tersumbatnya komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Tersumbatnya informasi publik. Masyarakat yang mempunyai aspirasi atau ingin meminta keterangan, belum bisa terpenuhi langsung kebutuhannya secara cepat.
"Apalagi (tentang informasi publik) sudah ada regulasinya. Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) seharusnya pemerintah itu mengayomi dan melayani, membuka seluas-luasnya informasi kepada warganya," terang politikus PKS itu.
Diberitakan sebelumnya, sekelompok aktivis dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Barisan Merah Putih Pengging dihajar sekelompok orang beratribut PDIP di Kompleks Kantor DPRD Boyolali.
Kelompok aktivis itu menginginkan bertemu dengan Ketua DPRD Boyolali S. Paryanto yang juga Ketua DPC PDIP. Tujuannya, meminta keterangan DPRD terkait menyebarnya rekaman Bupati Seno Samodro tentang bancakan APBD.
Namun karena Paryanto tidak ada di tempat, sekelompok aktivis itu ditemui Wakil Ketua DPRD Fuadi. Setelah menyerahkan surat di ruangan Fuadi, para aktivis itu meninggalkan lokasi. Saat itulah muncul massa beratribut PDIP melakukan penyerangan.
Sekretaris DPD PDIP Jawa Tengah Agustina Wilujeng membenarkan hal itu. Dia juga membenarkan adanya penyerangan tersebut. "Betul, itu (penyerangnya) kader PDIP yang sehari-hari bertugas di sana," ungkapnya, melalui telepon seluler, Selasa (24/12/2013).
Saat ini, pihaknya mengaku belum bisa menjatuhkan sanksi atas insiden itu. Sebab, pihak kepolisian masih melakukan investigasi mendalam atas insiden itu. Agustina menduga, insiden itu tidak serta merta terjadi begitu saja.
Ada rentetan panjang kejadian sebelumnya hingga terjadi penyerangan. "Untuk sanksi, nanti kami lihat hasil investigasi polisi dulu. Tentu kalau betul terbukti ada sanksinya. Kami juga akan klarifikasi Ketua DPRD setempat," lanjutnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Dwi Priyatno mengatakan, insiden yang terjadi di kompleks Kantor DPRD Boyolali itu merupakan perbuatan melanggar hukum.
"Pada prinsipnya, tindakan itu tidak bisa dibenarkan dan ada akibat hukumnya. Sejumlah keterangan masih kami kumpulkan," ungkapnya saat ditemui di kompleks Gubernuran Jateng.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Jawa Tengah Arif Awaludin menyayangkan terjadinya insiden itu.
"Munculnya konflik di level masyarakat itu jelas kami sayangkan. Diserang oleh massa beratribut tertentu, ini tentu bisa diproses pidana apabila memang mengarah ke tindak pidana. Masyarakat yang jadi korban bisa menuntut," ungkapnya dikonfirmasi terpisah.
Lebih lanjut, Arif mengatakan insiden semacam itu bisa disebabkan karena tersumbatnya komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Tersumbatnya informasi publik. Masyarakat yang mempunyai aspirasi atau ingin meminta keterangan, belum bisa terpenuhi langsung kebutuhannya secara cepat.
"Apalagi (tentang informasi publik) sudah ada regulasinya. Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) seharusnya pemerintah itu mengayomi dan melayani, membuka seluas-luasnya informasi kepada warganya," terang politikus PKS itu.
Diberitakan sebelumnya, sekelompok aktivis dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Barisan Merah Putih Pengging dihajar sekelompok orang beratribut PDIP di Kompleks Kantor DPRD Boyolali.
Kelompok aktivis itu menginginkan bertemu dengan Ketua DPRD Boyolali S. Paryanto yang juga Ketua DPC PDIP. Tujuannya, meminta keterangan DPRD terkait menyebarnya rekaman Bupati Seno Samodro tentang bancakan APBD.
Namun karena Paryanto tidak ada di tempat, sekelompok aktivis itu ditemui Wakil Ketua DPRD Fuadi. Setelah menyerahkan surat di ruangan Fuadi, para aktivis itu meninggalkan lokasi. Saat itulah muncul massa beratribut PDIP melakukan penyerangan.
(san)