Bingkisan gratifikasi, KPK dinilai tak paham adat Jawa
A
A
A
Sindonews.com - Pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut pemberian bingkisan kepada penghulu masuk dalam gratifikasi terus menuai kecaman. Menurut peneliti isu keislaman dan kemasyarakatan Maksum Nur Mu'alim menyebut KPK 'ngawur'.
"Kalau menyebut berkat (bingkisan nasi, kue saat pernikahan) itu sebagai gratifikasi berarti KPK tidak mengerti kultur dan adat Jawa," kata Maksum di Surabaya, Jawa Tengah, Selasa (16/12/2013).
Ia menjelaskan, dalam tradisi masyarakat Jawa terdapat tradisi perhitungan weton untuk menentukan tanggal pernikahan. Selain itu, dalam tradisi Jawa pernikahan itu skaral sehingga muncul tradisi harus disaksikan orangtua dan sanak kerabat kedua mempelai.
Bahkan dia juga mempertan7yakan, jika itu dilakukan di balai nikah apa muat. Termasuk, setiap masyarakat yang hadir dalam penyaksian itu selalu diberi bingkisan. Adat ini sudah berjalan sejak ratusan tahun lalu. "Ini sudah tradisi. Ketika memberikan bingkisan dianggap gratifikasi ya aneh saja," ujarnya.
Sebelumnya, KPK melalui Juru Bicaranya Johan Budi menyatakan, pemberian apapun kepada petugas pencatat nikah yang menikahkan pasangan mempelai di luar jam kerja, di luar kantor adalah gratifikasi. Katanya, Undang-Undang tidak memisahkan gratifikasi berdasar pada hari libur atau tidak. Meskipun diberikan di luar jam kantor, pemberian semacam itu tetap masuk sebagai gratifikasi.
"Uang di luar gaji itu tetap masuk wilayah gratifikasi. Aturannya itu gratifikasi atau bukan tidak dilihat dari hari kerja atau hari libur," kata Johan di Jakarta, Minggu 15 Desember 2013.
Terkait gratifikasi ini tertuang dalam Pasal 12 B dan 12 C UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan yang termasuk gratifikasi haruslah melibatkan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima sesuatu itu berkaitan dengan jabatannya.
Gratifikasi tersebut harus dilaporkan kepada KPK selambat-lambatnya 30 hari sejak diterima. Penerima gratifikasi diancam pidana penjara paling singkat empat tahun sampai 20 tahun. Ditambah dengan denda yang besarnya Rp200 juta sampai Rp1 miliar.
"Kalau menyebut berkat (bingkisan nasi, kue saat pernikahan) itu sebagai gratifikasi berarti KPK tidak mengerti kultur dan adat Jawa," kata Maksum di Surabaya, Jawa Tengah, Selasa (16/12/2013).
Ia menjelaskan, dalam tradisi masyarakat Jawa terdapat tradisi perhitungan weton untuk menentukan tanggal pernikahan. Selain itu, dalam tradisi Jawa pernikahan itu skaral sehingga muncul tradisi harus disaksikan orangtua dan sanak kerabat kedua mempelai.
Bahkan dia juga mempertan7yakan, jika itu dilakukan di balai nikah apa muat. Termasuk, setiap masyarakat yang hadir dalam penyaksian itu selalu diberi bingkisan. Adat ini sudah berjalan sejak ratusan tahun lalu. "Ini sudah tradisi. Ketika memberikan bingkisan dianggap gratifikasi ya aneh saja," ujarnya.
Sebelumnya, KPK melalui Juru Bicaranya Johan Budi menyatakan, pemberian apapun kepada petugas pencatat nikah yang menikahkan pasangan mempelai di luar jam kerja, di luar kantor adalah gratifikasi. Katanya, Undang-Undang tidak memisahkan gratifikasi berdasar pada hari libur atau tidak. Meskipun diberikan di luar jam kantor, pemberian semacam itu tetap masuk sebagai gratifikasi.
"Uang di luar gaji itu tetap masuk wilayah gratifikasi. Aturannya itu gratifikasi atau bukan tidak dilihat dari hari kerja atau hari libur," kata Johan di Jakarta, Minggu 15 Desember 2013.
Terkait gratifikasi ini tertuang dalam Pasal 12 B dan 12 C UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan yang termasuk gratifikasi haruslah melibatkan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima sesuatu itu berkaitan dengan jabatannya.
Gratifikasi tersebut harus dilaporkan kepada KPK selambat-lambatnya 30 hari sejak diterima. Penerima gratifikasi diancam pidana penjara paling singkat empat tahun sampai 20 tahun. Ditambah dengan denda yang besarnya Rp200 juta sampai Rp1 miliar.
(mhd)