Kekacauan politik 1950-1970 wariskan buta huruf di Sulawesi
A
A
A
Sindonews.com - Tingginya angka buta huruf usia 50 tahun ke atas di Sulawesi Selatan (Sulsel) disebabkan lambannya perkembangan pendidikan di Sulsel, khususnya pada daerah pedesaan.
"Hal itu disebabkan kekacauan politik pada era 1950-an hingga 1970-an, sehingga kemajuan infrastruktur pendidikan di pedesaan baru efektif pada akhir 1970-an," ucap Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo saat memaparkan orasi ilmiahnya, di Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) Makassar, Kamis (5/12/2013).
Menurut Syahrul, angka melek huruf di Sulsel terus meningkat, tetapi memang masih jauh di bawah rata-rata nasional. Pada 2010, angka melek huruf sebesar 87,75 persen. Sedangkan rata-rata nasional, mencapai 92,91 persen.
Selain mengungkapkan angka buta huruf yang tinggi di Sulsel, Syahrul menguraikan rangking dan angka IPM Sulsel. IPM (indeks pembangunan manusia) Sulsel saat ini mulai meningkat, kendati nilai dan posisinya masih relatif di bawah rata-rata nasional.
Periode 2010, IPM Sulsel sebesar 72,25, sedangkan nasional 73,40. Secara posisional, Sulsel menempati peringkat ke-19 di Indonesia. Sedang angka rata-rata lama sekolah di Sulsel meningkat secara konsisten selama empat tahun (2006-2010). Tapi skalanya masih terbilang di bawah tingkat nasional.
Dikatakan, pada 2010, angka partisipasi sekolah (APS) di tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah sebesar 97 persen (nasional 98 persen), SMP/MTS 83 persen (nasional 86 persen), dan SMA/SMK/MA 53 persen (nasional (53 persen).
Mantan Bupati Gowa itu menguraikan, sampai periode 2010-2011, angka partisipasi murni (APM) SD telah mencapai 6.832 sekolah, SMP 1.977, dan SMA 736. Di sisi lain, dipaparkannya masih terdapat siswa putus sekolah yang meliputi tingkat SD sebanyak 867 orang, SMP 2.172, dan SMA/SMK 4.086 orang.
Syahrul mengimbuhkan, salah satu visi pembangunan daerah Sulsel pada sektor pendidikan ialah menjadi pusat pengembangan pendidikan vokasional seperti penerbangan, pelayaran, pertanian, dan tenaga kerja internasional.
"Sedangkan agenda pembangunan pendidikan tinggi di Sulsel mencakup penguatan kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang diharapkan bermuara pada bertumbuh dan berkembangnya nilai-nilai budaya masyarakat yang bernuansa Iptek," tukasnya.
"Hal itu disebabkan kekacauan politik pada era 1950-an hingga 1970-an, sehingga kemajuan infrastruktur pendidikan di pedesaan baru efektif pada akhir 1970-an," ucap Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo saat memaparkan orasi ilmiahnya, di Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) Makassar, Kamis (5/12/2013).
Menurut Syahrul, angka melek huruf di Sulsel terus meningkat, tetapi memang masih jauh di bawah rata-rata nasional. Pada 2010, angka melek huruf sebesar 87,75 persen. Sedangkan rata-rata nasional, mencapai 92,91 persen.
Selain mengungkapkan angka buta huruf yang tinggi di Sulsel, Syahrul menguraikan rangking dan angka IPM Sulsel. IPM (indeks pembangunan manusia) Sulsel saat ini mulai meningkat, kendati nilai dan posisinya masih relatif di bawah rata-rata nasional.
Periode 2010, IPM Sulsel sebesar 72,25, sedangkan nasional 73,40. Secara posisional, Sulsel menempati peringkat ke-19 di Indonesia. Sedang angka rata-rata lama sekolah di Sulsel meningkat secara konsisten selama empat tahun (2006-2010). Tapi skalanya masih terbilang di bawah tingkat nasional.
Dikatakan, pada 2010, angka partisipasi sekolah (APS) di tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah sebesar 97 persen (nasional 98 persen), SMP/MTS 83 persen (nasional 86 persen), dan SMA/SMK/MA 53 persen (nasional (53 persen).
Mantan Bupati Gowa itu menguraikan, sampai periode 2010-2011, angka partisipasi murni (APM) SD telah mencapai 6.832 sekolah, SMP 1.977, dan SMA 736. Di sisi lain, dipaparkannya masih terdapat siswa putus sekolah yang meliputi tingkat SD sebanyak 867 orang, SMP 2.172, dan SMA/SMK 4.086 orang.
Syahrul mengimbuhkan, salah satu visi pembangunan daerah Sulsel pada sektor pendidikan ialah menjadi pusat pengembangan pendidikan vokasional seperti penerbangan, pelayaran, pertanian, dan tenaga kerja internasional.
"Sedangkan agenda pembangunan pendidikan tinggi di Sulsel mencakup penguatan kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang diharapkan bermuara pada bertumbuh dan berkembangnya nilai-nilai budaya masyarakat yang bernuansa Iptek," tukasnya.
(san)