Para petani Klaten melewati jembatan siratal mustaqim
A
A
A
SETIAP hari, para petani di Dusun Dungus, Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Klaten, Jawa Tengah, menyeberangi sungai sedalam 40 meter dengan menggunakan seutas tali. Layaknya bermain flying fox, para petani ini menantang maut.
Peralatan yang dipakainya pun sangat jauh dari standar keselamatan. Meski nyawa menjadi taruhannya, para petani itu tetap menyebrangi sungai tersebut. Semua terpaksa dilakukan agar bisa bercocok tanam.
Seperti apa tali yang digunakan untuk menyebrangi sungai tersebut? Sangat memperihatinkan. Tali hanya diikat diantara pohon. Kendati terlihat cukup kuat, tetap tidak ada jaminan keselamatan bagi mereka.
Meski sadar dengan bahaya yang mengancam, para petani ini mengaku tidak memiliki pilihan lain. Akses jalan satu-satunya untuk menuju lokasi perkebunan mereka hanya bisa dilalui dengan tali tersebut dengan cara menggelantung.
Darmo (78) salah satu petani warga Dusun Dungus mengaku, dirinya tidak punya pilihan lain, selain melalui seutas tali tersebut. Begitupun dengan warga Dungus lainnya yang persawahannya berada di seberang Kali Pusung.
"Pripun malih boten wonten jalan melih selain niki. Sakjane nggih ajrih (Mau gimana lagi jalannya hanya ini. Sebenarnya juga takut)," ujarnya dalam bahasa Jawa, saat ditemui wartawan, di lokasi, Senin (2/12/2013).
Keputusan untuk membentangkan tali sepanjang 45 meter di atas jurang yang curam tersebut, diambil karena jembatan yang terbuat dari bambu yang biasa dilalui warga terputus akibat hujan deras yang membuat longsor tanah di kedua sisi, pada akhir Desember 2012.
Sejak saat itu, para petani yang berjumlah sekira seratusan orang asal Mundu terpaksa setiap harinya menggunakan tali untuk menyebrang ke areal persawahan mereka. Tali itu juga mereka gunakan untuk mengangkut hasil panen palawija dari seberang Kali Pusung.
Darmo menjelaskan, cara membawa panen hasil kebunnya dimasukkan dalam karung plastik dan diikat menggelantung, lalu bersama para petani menyeberangi jurang.
Sedikitnya ada sekira 50 lahan garapan seluas total 10 hektare di seberang sungai yang merupakan mata pencaharian warga di Dusun Salaman dan Dusun Dungus, Desa Mundu, Kecamatan Tulung. Letak lahan sangat sulit dijangkau, berada di antara dua jurang.
Jembatan bambu sebelumnya, menghubungkan Desa Mundu dan Salaman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten dengan Desa Musuk, Kecamatan Pagerjurang, Kabupaten Boyolali.
Warga desa berharap, Pemerintah Kabupaten Klaten segera membangun jembatan permanen di kawasan tersebut agar warga tidak menggunakan tali untuk menyebrang. Usul tersebut pernah disampaikan tahun lalu. Namun hingga kini tidak ada respon.
Peralatan yang dipakainya pun sangat jauh dari standar keselamatan. Meski nyawa menjadi taruhannya, para petani itu tetap menyebrangi sungai tersebut. Semua terpaksa dilakukan agar bisa bercocok tanam.
Seperti apa tali yang digunakan untuk menyebrangi sungai tersebut? Sangat memperihatinkan. Tali hanya diikat diantara pohon. Kendati terlihat cukup kuat, tetap tidak ada jaminan keselamatan bagi mereka.
Meski sadar dengan bahaya yang mengancam, para petani ini mengaku tidak memiliki pilihan lain. Akses jalan satu-satunya untuk menuju lokasi perkebunan mereka hanya bisa dilalui dengan tali tersebut dengan cara menggelantung.
Darmo (78) salah satu petani warga Dusun Dungus mengaku, dirinya tidak punya pilihan lain, selain melalui seutas tali tersebut. Begitupun dengan warga Dungus lainnya yang persawahannya berada di seberang Kali Pusung.
"Pripun malih boten wonten jalan melih selain niki. Sakjane nggih ajrih (Mau gimana lagi jalannya hanya ini. Sebenarnya juga takut)," ujarnya dalam bahasa Jawa, saat ditemui wartawan, di lokasi, Senin (2/12/2013).
Keputusan untuk membentangkan tali sepanjang 45 meter di atas jurang yang curam tersebut, diambil karena jembatan yang terbuat dari bambu yang biasa dilalui warga terputus akibat hujan deras yang membuat longsor tanah di kedua sisi, pada akhir Desember 2012.
Sejak saat itu, para petani yang berjumlah sekira seratusan orang asal Mundu terpaksa setiap harinya menggunakan tali untuk menyebrang ke areal persawahan mereka. Tali itu juga mereka gunakan untuk mengangkut hasil panen palawija dari seberang Kali Pusung.
Darmo menjelaskan, cara membawa panen hasil kebunnya dimasukkan dalam karung plastik dan diikat menggelantung, lalu bersama para petani menyeberangi jurang.
Sedikitnya ada sekira 50 lahan garapan seluas total 10 hektare di seberang sungai yang merupakan mata pencaharian warga di Dusun Salaman dan Dusun Dungus, Desa Mundu, Kecamatan Tulung. Letak lahan sangat sulit dijangkau, berada di antara dua jurang.
Jembatan bambu sebelumnya, menghubungkan Desa Mundu dan Salaman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten dengan Desa Musuk, Kecamatan Pagerjurang, Kabupaten Boyolali.
Warga desa berharap, Pemerintah Kabupaten Klaten segera membangun jembatan permanen di kawasan tersebut agar warga tidak menggunakan tali untuk menyebrang. Usul tersebut pernah disampaikan tahun lalu. Namun hingga kini tidak ada respon.
(san)