Demam berdarah serang warga Garut
A
A
A
Sindonews.com - Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut mencatat sedikitnya 187 warga terjangkit malaria dan 194 lainnya positif terkena demam berdarah.
Kabid Pengendalian Penyakit Dinkes Garut Tatang Wahyudin mengatakan, jumlah tersebut diperoleh sejak Januari hingga Oktober 2013 lalu. Selama itu, tercatat 187 kasus malaria terjadi di tujuh kecamatan endemis malaria. Sedangkan 194 kasus demam berdarah, berasal dari 29 kecamatan di Garut.
“Beberapa kasus diantaranya, terjadi dari luar daerah Garut. Misalnya, ada warga yang terserang malaria dan demam berdarah di luar daerah Garut,” kata Tatang, kepada wartawan, Jumat (29/11/2013).
Meski tidak ada kasus yang menyebabkan penderitanya meninggal dunia, Tatang mengimbau agar warga tetap menjaga perilaku hidup sehat, yaitu dengan membasmi sarang nyamuk. Dia pun meminta agar warga Garut tidak panik dengan serangan nyamuk tersebut.
“Sebanyak 187 kasus malaria dan 194 kasus demam berdarah, didapat dari ratusan kasus penyakit yang memiliki gejala yang sama dengan demam berdarah dan malaria. Kebanyakan warga yang mengalami gejala dua penyakit tersebut hanya mengalami flu berat dan gejala tifus yang kerap muncul pada musim pancaroba,” ungkapnya.
Terkait upaya pembasmian instan, Tatang meminta agar warga yang tinggal di wilayah endemis demam berdarah tidak mengandalkan fogging atau pengasapan. Pasalnya, nyamuk dapat bermutasi dan menjadi kebal bila upaya ini selalu dilakukan.
“Kalau pun memang harus dilakukan pengasapan, itu juga harus dimusyawarahkan dulu dengan perangkat desa atau kelurahan di tempat mereka tinggal. Nyamuk penyebab penyakit ini sudah ada yang bermutasi karena terlalu sering pengasapan," terangnya.
Dia menyebutkan, nyamuk penyebab demam berdarah telah bermutasi di beberapa kecamatan, misalnya Kecamatan Karangpawitan, Tarogong Kaler, Tarogong Kiul, dan Garut Kota. Akibatnya, nyamuk itu kebal dan sulit dibasmi dengan tindakan pengasapan.
"Penelitiannya dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jawa Barat tahun 2008 lalu. Sekarang bisa saja nyamuknya makin resisten atau menyebar di kecamatan lain. Makanya, fogging tidak efektif atasi ancaman demam berdarah. Kalau mau fogging di kota, harus pakai insektisida lebih canggih," sambungnya.
Menurut Tatang, upaya menguras, mencuci, serta menutup tempat penampungan air merupakan yang terbaik mencegah wabah malaria dan demam berdarah. Fogging hanya memiliki risiko membuat nyamuk resisten. “Nyamuk dewasanya mungkin mati, tapi tidak dengan jentiknya,” imbuhnya.
Kabid Pengendalian Penyakit Dinkes Garut Tatang Wahyudin mengatakan, jumlah tersebut diperoleh sejak Januari hingga Oktober 2013 lalu. Selama itu, tercatat 187 kasus malaria terjadi di tujuh kecamatan endemis malaria. Sedangkan 194 kasus demam berdarah, berasal dari 29 kecamatan di Garut.
“Beberapa kasus diantaranya, terjadi dari luar daerah Garut. Misalnya, ada warga yang terserang malaria dan demam berdarah di luar daerah Garut,” kata Tatang, kepada wartawan, Jumat (29/11/2013).
Meski tidak ada kasus yang menyebabkan penderitanya meninggal dunia, Tatang mengimbau agar warga tetap menjaga perilaku hidup sehat, yaitu dengan membasmi sarang nyamuk. Dia pun meminta agar warga Garut tidak panik dengan serangan nyamuk tersebut.
“Sebanyak 187 kasus malaria dan 194 kasus demam berdarah, didapat dari ratusan kasus penyakit yang memiliki gejala yang sama dengan demam berdarah dan malaria. Kebanyakan warga yang mengalami gejala dua penyakit tersebut hanya mengalami flu berat dan gejala tifus yang kerap muncul pada musim pancaroba,” ungkapnya.
Terkait upaya pembasmian instan, Tatang meminta agar warga yang tinggal di wilayah endemis demam berdarah tidak mengandalkan fogging atau pengasapan. Pasalnya, nyamuk dapat bermutasi dan menjadi kebal bila upaya ini selalu dilakukan.
“Kalau pun memang harus dilakukan pengasapan, itu juga harus dimusyawarahkan dulu dengan perangkat desa atau kelurahan di tempat mereka tinggal. Nyamuk penyebab penyakit ini sudah ada yang bermutasi karena terlalu sering pengasapan," terangnya.
Dia menyebutkan, nyamuk penyebab demam berdarah telah bermutasi di beberapa kecamatan, misalnya Kecamatan Karangpawitan, Tarogong Kaler, Tarogong Kiul, dan Garut Kota. Akibatnya, nyamuk itu kebal dan sulit dibasmi dengan tindakan pengasapan.
"Penelitiannya dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jawa Barat tahun 2008 lalu. Sekarang bisa saja nyamuknya makin resisten atau menyebar di kecamatan lain. Makanya, fogging tidak efektif atasi ancaman demam berdarah. Kalau mau fogging di kota, harus pakai insektisida lebih canggih," sambungnya.
Menurut Tatang, upaya menguras, mencuci, serta menutup tempat penampungan air merupakan yang terbaik mencegah wabah malaria dan demam berdarah. Fogging hanya memiliki risiko membuat nyamuk resisten. “Nyamuk dewasanya mungkin mati, tapi tidak dengan jentiknya,” imbuhnya.
(san)