Divonis seumur hidup, Natalia berurai air mata
A
A
A
Sindonews.com - Pengadilan Negeri Semarang, memvonis seumur hidup terhadap terdakwa penyelundupan narkotika Cristina alias Natalia (56) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Senin (18/11/2013).
Vonis majelis, sama dengan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut pidana penjara seumur hidup. Ia terbukti terlibat penyelundupan narkotika jenis sabu yang dibawa Rosmalinda ke Indonesia. Sabu seberat 7,74 kilogram dibawa dari Malaysia dan Filipina melalui Bandara Ahmad Yani Semarang dengan menggunakan pesawat Air Asia.
"Terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 132 (1) juncto Pasal 113 (2) Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, “ ujar Ketua majelis hakim, Fathur Bahri.
Majelis Hakim menolak eksepsi yang disampaikan penasihat hukum terdakwa RM. Satria Puji Hudiarso. Dalam eksepsi itu, Satria keberatan dengan dakwaan JPU yaitu Pasal 132 (1) juncto Pasal 113 (2) Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Pasal yang tepat untuk klien saya adalah Pasal 131 undang-undang yang sama. Yaitu mengetahui tetapi tidak melapor," ujarnya.
Atas putusan ini, terdakwa melalui penasihat hukumnya, RM. Satria Puji Huriarso menyatakan banding. "Kita banding yang mulia," kata Satria setelah berdiskusi dengan kliennya.
Sejak persidangan dimulai, terdakwa yang terbukti merupakan jaringan dengan terpidana lain, Rosmalinda, nampak tabah. Namun saat majelis menjatuhkan vonis seumur hidup, Natalia tak kuasa menahan tangisnya. Air mata ibu satu anak ini tumpah sesaat setelah majelis hakim mempersilakan dia untuk mempertimbangkan vonis majelis hakim.
"Ibu bisa banding, jika keberatan atas putusan ini," kata Fahtur Bahri.
Tidak lama setelah berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, dia dengan tegas menyatakan banding.
Di luar sidang, Natalia terus saja meneteskan air mata. Ibunya serta salah seorang adik perempuan yang menemani dalam persidangan ini, larut dalam kesedihan. Mereka tampak terharu, menyaksikan beban Natalia.
Hal memberatkan dalam pertimbangan majelis, Natalia diduga memfasilitasi perjalanan Rosmalinda dalam menjemput haram tersebut dari Malaysia ke Indonesia, melalui Semarang. Untuk perjalanan ini, Natalia menjanjikan akan memberikan tambahan uang sebesar Rp20 juta, namun dia baru memberi uang muka upah Rp5 juta kepada Rosmalinda.
Kuasa Hukum Natalia, Satria membantah jika Natalia yang membiayai Rosmalinda. "Justru klien saya sebenarnya ingin membantu memberantas narkoba," jelasnya.
Satria menjelaskan niat Natalia untuk memberantas narkoba bermula dari putera semata wayangnya yang menjadi korban, dan akhirnya meninggal akibat kecanduan narkoba. Saat itu kata Satria, anak laki-laki terdakwa memaksa Natalia untuk membelikan sabu. Jika permintaan ini ditolak, dia mengancam bakal menghabisi keluarganya.
Kisah nestapa ini akhirnya mendorong Natalia untuk membantu memerangi narkoba, karena dia sendiri harus kehilangan anak laki-laki satu-satunya. Namun sayang, sebelum niat baiknya terwujud, nasib malang menimpanya.
Bermula dari penangkapan Rosmalinda, di bandar Internasional Achmad Yani Semarang, nama Natalia dicatut sebagai salah satu mata rantai pengedar narkoba internasional.
Menurut Satria, Natalia hanyalah korban kriminalisasi dari pihak tertentu. Namun dia tidak mau menyebut pihak mana yang dimaksud untuk menjebloskan Natalia ke penjara.
Namun yang jelas, kronologis yang menghantar Natalia mengikuti Rosmalinda, akibat tergiur dengan perdagangan barang haram ini.
Natalia diketahui menjalin kerjasama dengan Fedrick Luthar napi Nusakambangan yang divonis mati dalam kasus yang sama. Fedrick memberikan uang Rp5 juta kepada Natalia untuk diberikan kepada Rosmalinda.
Fedrick juga memberikan kode tiket pesawat pulang-pergi rute Semarang, Malaysia dan Filipina. Fedrick juga menyuruh Natalia membuka beberapa rekening untuk transaksi narkoba. Buku-buku rekening itu ditemukan di apartemennya di Jalan Boulevard Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Vonis majelis, sama dengan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut pidana penjara seumur hidup. Ia terbukti terlibat penyelundupan narkotika jenis sabu yang dibawa Rosmalinda ke Indonesia. Sabu seberat 7,74 kilogram dibawa dari Malaysia dan Filipina melalui Bandara Ahmad Yani Semarang dengan menggunakan pesawat Air Asia.
"Terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 132 (1) juncto Pasal 113 (2) Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, “ ujar Ketua majelis hakim, Fathur Bahri.
Majelis Hakim menolak eksepsi yang disampaikan penasihat hukum terdakwa RM. Satria Puji Hudiarso. Dalam eksepsi itu, Satria keberatan dengan dakwaan JPU yaitu Pasal 132 (1) juncto Pasal 113 (2) Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Pasal yang tepat untuk klien saya adalah Pasal 131 undang-undang yang sama. Yaitu mengetahui tetapi tidak melapor," ujarnya.
Atas putusan ini, terdakwa melalui penasihat hukumnya, RM. Satria Puji Huriarso menyatakan banding. "Kita banding yang mulia," kata Satria setelah berdiskusi dengan kliennya.
Sejak persidangan dimulai, terdakwa yang terbukti merupakan jaringan dengan terpidana lain, Rosmalinda, nampak tabah. Namun saat majelis menjatuhkan vonis seumur hidup, Natalia tak kuasa menahan tangisnya. Air mata ibu satu anak ini tumpah sesaat setelah majelis hakim mempersilakan dia untuk mempertimbangkan vonis majelis hakim.
"Ibu bisa banding, jika keberatan atas putusan ini," kata Fahtur Bahri.
Tidak lama setelah berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, dia dengan tegas menyatakan banding.
Di luar sidang, Natalia terus saja meneteskan air mata. Ibunya serta salah seorang adik perempuan yang menemani dalam persidangan ini, larut dalam kesedihan. Mereka tampak terharu, menyaksikan beban Natalia.
Hal memberatkan dalam pertimbangan majelis, Natalia diduga memfasilitasi perjalanan Rosmalinda dalam menjemput haram tersebut dari Malaysia ke Indonesia, melalui Semarang. Untuk perjalanan ini, Natalia menjanjikan akan memberikan tambahan uang sebesar Rp20 juta, namun dia baru memberi uang muka upah Rp5 juta kepada Rosmalinda.
Kuasa Hukum Natalia, Satria membantah jika Natalia yang membiayai Rosmalinda. "Justru klien saya sebenarnya ingin membantu memberantas narkoba," jelasnya.
Satria menjelaskan niat Natalia untuk memberantas narkoba bermula dari putera semata wayangnya yang menjadi korban, dan akhirnya meninggal akibat kecanduan narkoba. Saat itu kata Satria, anak laki-laki terdakwa memaksa Natalia untuk membelikan sabu. Jika permintaan ini ditolak, dia mengancam bakal menghabisi keluarganya.
Kisah nestapa ini akhirnya mendorong Natalia untuk membantu memerangi narkoba, karena dia sendiri harus kehilangan anak laki-laki satu-satunya. Namun sayang, sebelum niat baiknya terwujud, nasib malang menimpanya.
Bermula dari penangkapan Rosmalinda, di bandar Internasional Achmad Yani Semarang, nama Natalia dicatut sebagai salah satu mata rantai pengedar narkoba internasional.
Menurut Satria, Natalia hanyalah korban kriminalisasi dari pihak tertentu. Namun dia tidak mau menyebut pihak mana yang dimaksud untuk menjebloskan Natalia ke penjara.
Namun yang jelas, kronologis yang menghantar Natalia mengikuti Rosmalinda, akibat tergiur dengan perdagangan barang haram ini.
Natalia diketahui menjalin kerjasama dengan Fedrick Luthar napi Nusakambangan yang divonis mati dalam kasus yang sama. Fedrick memberikan uang Rp5 juta kepada Natalia untuk diberikan kepada Rosmalinda.
Fedrick juga memberikan kode tiket pesawat pulang-pergi rute Semarang, Malaysia dan Filipina. Fedrick juga menyuruh Natalia membuka beberapa rekening untuk transaksi narkoba. Buku-buku rekening itu ditemukan di apartemennya di Jalan Boulevard Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
(rsa)