Sekolah disegel, siswa SMPN 23 Makassar terlantar
A
A
A
Sindonews.com - Sebanyak 1.300 siswa SMP Negeri 23 Makassar terlantar, akibat gerbang sekolah mereka disegel warga dengan gembok. Penyegelan dilakukan warga yang mengaku pemilik lahan, yakni Kamaruddin Solle, sejak Jumat 14 November. Setelah mendapat protes siswa dan orang tua, akhirnya dia membuka segelnya.
Unjuk rasa dilakukan siswa yang bergabung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di depan sekolah yang terletak di Jalan Paccinang Raya, Kelurahan Tallo, Kecamatan Panakukang. Bahkan sekira 100 anggota OSIS melanjutkan aksinya ke Kantor Dinas Pendidikan Makassar di Jalan Hertasning.
“Kita tidak bisa menghalangi anak-anak menuntut haknya. Mereka tidak belajar sejak hari Jumat, karena gerbang sekolah disegel warga. Namun hari ini (kemarin) sudah dibicarakan dengan semua pihak dan tidak ada lagi penyegelan lanjutan,” kata Wakil Kepala SMPN 23 Syarlina, kepada wartawan, Senin (18/11/2013).
Syarlina mengemukakan, penggugat sudah bertandatangan untuk tidak lagi melakukan penyegelan ulang. Tanda tangan tersebut dibukukan Kamaruddin di depan kepala sekolah, orang tua siswa, komite sekolah, anggota DPRD Makassar, kapolsek, dan Danramil Panakukang.
Ketua Komisi A DPRD Makassar Rahman Pina yang menghadiri pertemuan tersebut mengemukakan, Pemkot Makassar kalah dari penggugat di tingkat Mahkamah Agung (MA) terkait status kepemilikan lahan sekolah. Karena itu, pemkot harus membayar ganti rugi lahan kepada penggugat, berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP).
“Saat pertemuan disepakati bahwa pihak penggugat akan menghentikan penyegelan. Karena sudah ada putusan MA, maka pemkot dan DPRD sepakat melakukan ganti rugi sesuai NJOP,” ujarnya.
Menurut politikus Partai Golkar ini, meski penggugat sudah lama menang di MA, namun pemkot tidak serta merta membayar ganti rugi lahan. Penyebanya, sertifikat kepemilikan tanah sekolah masih atas nama pemkot Makassar. Menurutnya, sudah ada kesepakatan DPRD dengan Pemkot Makassar agar mengalokasikan anggaran ganti rugi lahan pada APBD 2014.
Kepala Bagian Hukum Pemkot Makassar Apriady meminta kepada penggugat agar segera mengurus sertifikat tanah tersebut di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Mekanisme keuangan tidak membenarkan Pemkot Makassar membayar ganti rugi lahan terhadap asset yang bersertifikat pemkot.
“Sudah berulang kali pemkot meminta penggugat agar membatalkan sertifikat atas nama pemkot dan menerbitkan sertifikat baru. Kita tidak mungkin bayar, kalau tidak ada pengalihan sertifikat, karena akan menjadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” terangnya.
Sementara, Kamaruddin memperlihatkan bukti kepemilikan tanah yang ditempati sekolah seluas 1.750 meter persegi. Dirinya mengkalim mengantongi surat putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 168K/TUN/2008 perkara kasasi Tata Usaha Negara antara KANKAN Pertanahan Kota Makassar melawan, Bajirah, selaku nenek Kamaruddin.
Dalam isi putusan itu, disebutkan bahwa sertifikat yang dimiliki Pemkot Makassar atas SMPN 23 batal. Hal itu dikarenakan putusan rapat permusyawaratan MA, pada 25 Maret 2009, ditetapkan Ketua MA sebagai ketua majelis Marina Sidabutar dan Imam Soebeti.
"MA membatalkan sertifikat itu yang diterbitkan Badan Pertanahan Kota Makassar untuk Pemkot Makassar," tegasnya.
Dia berdalih, penyegelan tersebut merupakan kesepakatan bersama dengan seluruh ahli waris, seperti Syamsuddin Solle, Sainuddin Solle, Syarifuddin Solle, Salman Solle, dan Salmiah Solle yang diketahui merupakan satu keluarga.
Bahkan, Kamaruddin mengancam segera melakukan penyegelan kembali apabila Pemkot Makassar tidak cepat menindaklanjuti dengan membayar ganti rugi lahan yang diklaim miiliknya.
Berdasarkan data yang dihimpun wartawan, Kamaruddin sudah tiga kali melakukan penyegelan tehadap SMPN 23. Pertama dilakukan 2011 lalu. Sedangkan penyegelan kedua dilakukan, pada Mei 2013.
Unjuk rasa dilakukan siswa yang bergabung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di depan sekolah yang terletak di Jalan Paccinang Raya, Kelurahan Tallo, Kecamatan Panakukang. Bahkan sekira 100 anggota OSIS melanjutkan aksinya ke Kantor Dinas Pendidikan Makassar di Jalan Hertasning.
“Kita tidak bisa menghalangi anak-anak menuntut haknya. Mereka tidak belajar sejak hari Jumat, karena gerbang sekolah disegel warga. Namun hari ini (kemarin) sudah dibicarakan dengan semua pihak dan tidak ada lagi penyegelan lanjutan,” kata Wakil Kepala SMPN 23 Syarlina, kepada wartawan, Senin (18/11/2013).
Syarlina mengemukakan, penggugat sudah bertandatangan untuk tidak lagi melakukan penyegelan ulang. Tanda tangan tersebut dibukukan Kamaruddin di depan kepala sekolah, orang tua siswa, komite sekolah, anggota DPRD Makassar, kapolsek, dan Danramil Panakukang.
Ketua Komisi A DPRD Makassar Rahman Pina yang menghadiri pertemuan tersebut mengemukakan, Pemkot Makassar kalah dari penggugat di tingkat Mahkamah Agung (MA) terkait status kepemilikan lahan sekolah. Karena itu, pemkot harus membayar ganti rugi lahan kepada penggugat, berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP).
“Saat pertemuan disepakati bahwa pihak penggugat akan menghentikan penyegelan. Karena sudah ada putusan MA, maka pemkot dan DPRD sepakat melakukan ganti rugi sesuai NJOP,” ujarnya.
Menurut politikus Partai Golkar ini, meski penggugat sudah lama menang di MA, namun pemkot tidak serta merta membayar ganti rugi lahan. Penyebanya, sertifikat kepemilikan tanah sekolah masih atas nama pemkot Makassar. Menurutnya, sudah ada kesepakatan DPRD dengan Pemkot Makassar agar mengalokasikan anggaran ganti rugi lahan pada APBD 2014.
Kepala Bagian Hukum Pemkot Makassar Apriady meminta kepada penggugat agar segera mengurus sertifikat tanah tersebut di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Mekanisme keuangan tidak membenarkan Pemkot Makassar membayar ganti rugi lahan terhadap asset yang bersertifikat pemkot.
“Sudah berulang kali pemkot meminta penggugat agar membatalkan sertifikat atas nama pemkot dan menerbitkan sertifikat baru. Kita tidak mungkin bayar, kalau tidak ada pengalihan sertifikat, karena akan menjadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” terangnya.
Sementara, Kamaruddin memperlihatkan bukti kepemilikan tanah yang ditempati sekolah seluas 1.750 meter persegi. Dirinya mengkalim mengantongi surat putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 168K/TUN/2008 perkara kasasi Tata Usaha Negara antara KANKAN Pertanahan Kota Makassar melawan, Bajirah, selaku nenek Kamaruddin.
Dalam isi putusan itu, disebutkan bahwa sertifikat yang dimiliki Pemkot Makassar atas SMPN 23 batal. Hal itu dikarenakan putusan rapat permusyawaratan MA, pada 25 Maret 2009, ditetapkan Ketua MA sebagai ketua majelis Marina Sidabutar dan Imam Soebeti.
"MA membatalkan sertifikat itu yang diterbitkan Badan Pertanahan Kota Makassar untuk Pemkot Makassar," tegasnya.
Dia berdalih, penyegelan tersebut merupakan kesepakatan bersama dengan seluruh ahli waris, seperti Syamsuddin Solle, Sainuddin Solle, Syarifuddin Solle, Salman Solle, dan Salmiah Solle yang diketahui merupakan satu keluarga.
Bahkan, Kamaruddin mengancam segera melakukan penyegelan kembali apabila Pemkot Makassar tidak cepat menindaklanjuti dengan membayar ganti rugi lahan yang diklaim miiliknya.
Berdasarkan data yang dihimpun wartawan, Kamaruddin sudah tiga kali melakukan penyegelan tehadap SMPN 23. Pertama dilakukan 2011 lalu. Sedangkan penyegelan kedua dilakukan, pada Mei 2013.
(san)