Mahasiswa UIN tuntut Kejari Malang tak tebang pilih

Selasa, 12 November 2013 - 12:51 WIB
Mahasiswa UIN tuntut Kejari Malang tak tebang pilih
Mahasiswa UIN tuntut Kejari Malang tak tebang pilih
A A A
Sindonews.com - Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, mendesak Kejaksaan Negeri Malang tidak tebang pilih dalam menangani kasus korupsi pembebasan lahan kampus dua di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur.

Juru bicara Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) UIN, Alfia Hadi Ma’arif, menilai, Kejari Malang tebang pilih dalam menetapkan tersangka kasus yang sudah berjalan dua tahun ini.

Sebab, Kejari Malang dalam pekan kemarin hanya menetapan aparatur desa, Nul Hadi (NH), sekretaris desa, dan Marwoto (M), Kaur Perekonomian, serta Musleh Hery (MH) dari unsur Panitia Pembebasan Lahan dari UIN Malang, sebagai tersangka.

"Penetapan tersangka ini belum signifikan, tendensius, dan tebang pilih," kata Alfia Hadi, Selasa (12/11/2013).

Menurut analisa mahasiswa, proyek pembebasan lahan yang menggunakan APBN ini selaku kuasa pengguna anggaran adalah UIN Malang, sehingga secara hukum sebagai penanggung jawab dalam penggunaan anggaran adalah pihak UIN, Panitia Pelaksana Pembebasan Lahan, Pejabat Pembuat Komitemen (PPK), dan Kuasa Pengguna Anggaran UIN Malang.

Anehnya, kata Hadi, yang menjadi tersangka malah aparatur desa, dan
hanya Musleh Hery yang menjadi tersangka tunggal dari pihak panitia UIN Malang.

"Seharusnya, Kejari berani menetapkan tersangka lain yang terdapat dalam struktur PA, KPA, dan PPK yang secara hirearki miliki kewenangan dan tanggung jawab lebih besar sesuai dengan tupoksi yang ada," katanya.

HMI menilai, keputusan penetapan tersangka yang tebang pilih ini adalah hasil negosiasi pihak-pihak tertentu dalam rangka mengalihkan subtansi hukum dan untuk mengamankan pihak lain yang masih punya pengaruh dan kekuasaan.

Karena itu, HMI UIN Malang menuntut Kejari Malang benar-benar menuntaskan kasus ini hingga akhir 2013. Jika tak tuntas, maka pihaknya akan membawa kasus ini ke KPK sesuai perundang-undang yang ada.

Dalam kasus ini, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp8 miliar dari total anggaran pembebasan lahan kampus seluas 100 hektare sebesar Rp20 miliar. Harga tanah yang seharusnya Rp75 ribu per meter persegi, ternyata hanya dibeli Rp65 ribu per meter persegi.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4685 seconds (0.1#10.140)